Mongolia Umumkan Kematian Seorang Remaja Akibat Wabah Pes, Meninggal Usai Makan Daging Marmut
Mongolia melaporkan kematian seorang remaja laki-laki karena bubonic plague atau wabah pes. Diketahui telah meninggal dunia karena makan daging marmut
TRIBUNBATAM.id, ULANBATOR - Mongolia melaporkan kematian seorang remaja laki-laki karena bubonic plague atau wabah Pes.
Kematian ini diumumkan langsung oleh Menteri Kesehatan Negara Mongolia.
Dikutip dari Sky News pada Selasa (14/7/2020), seorang remaja laki-laki berusia 15 tahun telah meninggal karena wabah Pes di Mongolia.
Pusat Nasional untuk Penyakit Zoonosis (NCZD) mengatakan remaja dari provinsi barat Govi-Altai itu telah meninggal karena makan daging marmut.
Karantina kini telah diberlakukan di 5 kabupaten di provinsi itu, yang berbatasan dengan China.
"Hasil tes reaksi rantai polimerase (PCR) mengungkapkan pada Senin malam bahwa wabah Pes menyebabkan kematian seorang remaja lelaki berusia 15 tahun," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Dorj Narangerel.
• Penggemar V BTS Bangun Sekolah di China Atas Namanya, Kumpulkan Donasi hingga Rp 1 Miliar
Kasus kematian ini menyusul kasus awal bulan ini dari 2 orang yang dinyatakan positif mengidap Pes di provinsi tetangganya, Khovd.
Atas munculnya beberapa kasus wabah Pes, NCZD saat ini menyelenggarakan program imunisasi nasional untuk menghentikan penyebaran penyakit.
Tahun lalu, lockdown diberlakukan di provinsi Bayan-Olgii, Mongolia, setelah dilaporkan ada pasangan yang meninggal akibat wabah Pes.
Setelah diselidiki, ternyata mulanya pasangan tersebut mengonsumsi daging marmut mentah.
Sementara di Rusia sedang meningkatkan patroli dalam upaya untuk menghentikan orang-orang berburu marmut di dekat perbatasannya dengan Mongolia.
China mengeluarkan peringatan pekan lalu setelah kasus yang diduga wabah Pes ditemukan di wilayah otonom Inner Mongolia.
Tidak ada vaksin untuk penyakit bakteri ini.
Wabah Pes ditularkan antara hewan melalui kutu mereka, dan manusia dapat terinfeksi oleh gigitan kutu atau melalui interaksi fisik dengan hewan yang terinfeksi.
Gejala dari penyakit yang dikenal sebagai " Black Death" di Abad Pertengahan ini, meliputi demam, pembengkakan kelenjar getah bening, dan merasa lemah.
Saran dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) adalah seorang dewasa dapat terselamatkan jika segera diobati dengan beberapa antibiotik, dalam jangka waktu kurang dari 24 jam setelah terinfeksi.
Otoritas China Temukan Covid-19 Pada Kemasan Makanan, Manajemen Keamanan Belum Ideal
Otoritas China mengumumkan adanya penemuan virus Corona atau Covid-19 pada kemasan makanan.
Kemasan makanan tersebut merupakan produk udang beku yang diimpor dari Ekuador beberapa waktu lalu.
Namun lewat penemuan ini, kepala keamanan pangan tak ingin mengklaim jika Covid-19 dapat ditularkan lewat kemasan makanan.
Dikutip dari SCMP, Jumat (10/7/2020) Direktur Jenderal Biro Keamanan Pangan Impor dan Ekspor Bi Kexin menyebut enam sampel positif Covid-19 ditemukan dari hampir 223.000 sampel yang diambil dari makanan beku impor, interior dan eksterior kemasan.
Pihak berwenang pun kini banyak melakukan tes Covid-19 pada makanan impor setelah kemunculan gelombang kedua di Beijing pada pertengahan Juni 2020.
Gelombang dua infeksi di ibu kota China itu terkait dengan pasar makanan, tempat virus Corona ditemukan pada papan potong yang digunakan untuk salmon impor.
Para ahli telah menegaskan bahwa ikan itu tak mungkin membawa virus.
Menurut Bi, sampel positif ditemukan di luar kemasan makanan dan bagian dalam wadah udang yang dijual oleh tiga perusahaan Ekuador.
Namun, sampel dari makanan laut dan interior kemasan menunjukkan hasil negatif.
"Hasilnya menunjukkan bahwa wadah dan pengemasan perusahaan-perusahaan ini berada di bawah risiko terkontaminasi oleh virus Corona," kata dia.
Manajemen keamanan makanan belum ideal
Meski demikian, para ahli mengatakan, meskipun ini tidak berarti mereka dapat menularkan virus, tapi itu menunjukkan bahwa manajemen keamanan makanan tidak ideal.
Bea Cukai China pun telah menangguhkan impor makanan dari tiga perusaahn Ekuador dan akan mengembalikan atau menghancurkan makanan yang disita.
Mereka juga mendesak pemerintah Ekuador untuk meningkatkan kontrol atas makanan beku yang dieskpor ke China.
Sementara itu, Wakil Direktur Pusat Nasional China untuk Penilaian Risiko Keamanan Pangan, Li Ning mengatakan, hampir 60.000 sampel makanan dari sejumlah daerah, termasuk Zhejiang, Yunnan, Henan, dan Shandong telah diuji dan ditemukan negatif pada Selasa (7/7/2020).
"Secara keseluruhan, kemungkinan makanan terkontaminasi oleh virus Corona tetap sangat kecil," jelas Li.
Menurutnya, makanan bisa terkontaminasi virus Corona jika ada di sekitar atau dibawa oleh staf yang menangani makanan.
Karena itu, anggota staf tidak boleh pergi bekerja jika mereka memiliki gejala seperti demam, batuk, dan kelelahan.
Li menambahkan, fasilitas pemrosesan makanan dan toko ritel juga harus memperketat tindakan kebersihan mereka untuk mencegah infeksi.
"Konsumen harus membersihkan bahan makanan sebelum dimasak dan memastikan makanan sudah dimasak dengan matang untuk membunuh virus Corona dan mikroorganisme patogen lainnya," tutup dia.
Amerika Serikat dan China Berkonflik, Rusia Khawatir, Minta Keduanya Tempuh Jalan Diplomatik
Kekhawatiran atas konflik yang terjadi antara Amerika Serikat ( AS) dan China turut dirasakan oleh Rusia.
Terlebih, baru-baru ini semakin meningkat tudingan yang dilemparkan Amerika Serikat ( AS) terhadap China.
Tanggapan Rusia tersebut disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, pada Jumat (9/7/2020) lalu.
Lavrov menyorot beberapa pihak berwenang AS telah menyerang pejabat China sampai tahap penyerangan terhadap pribadi.
Hal itu menurutnya sangat mengkhawatirkan.
Lavrov berharap dua negara adidaya tersebut dapat menemukan solusi atas permasalahan mereka melalui jalan diplomatik sebagaimana dilansir dari CGTN News, Sabtu (11/7/2020).
Selain mengomentari masalah AS-China, Lavrov juga membahas perjanjian mengenai pembatasan senjata antara Rusia dengan China.
Pakta pengendalian senjata antara Rusia dan AS diatur melalui New Strategic Arms Reduction Treaty ( New START).
Rusia dan AS menandatangani perjanjian New START pada 2010. Perjanjian tersebut berisi penetapan batasan jumlah berbagai macam senjata strategis yang dimiliki oleh kedua negara itu.
Perjanjian tersebut akan kedaluwarsa pada Februari 2021 dan dapat diperpanjang hingga 5 tahun ke depan dengan persetujuan bersama.
Dia mengatakan Rusia telah siap untuk setiap perkembangan. Jika AS menolak untuk memperbarui perjanjian tersebut, Rusia mungkin akan mengambil langkah lain.
"Kami tahu, dan kami sangat percaya bahwa kami dijamin untuk menjamin keamanan kami untuk jangka panjang bahkan tanpa adanya perjanjian ini," ujar Lavrov.
Jika pihak AS membuka ruang untuk memperpanjang perjanjian New START, fokus dialognya akan seputar pada pengontrolan senjata baru, dalam konteks semua faktor yang memengaruhi stabilitas strategis.
Menurut Lavrov, Rusia tidak memerlukan perpanjangan perjanjian tersebut melebihi AS
Lavrov menambahkan jika Amerika Serikat dengan tegas menolak untuk memperpanjangnya perjanjian New START, Rusia tidak akan membujuknya.
(*)
• Setelah 60 Detik Naik Lift, Wanita di China Ini Tularkan Virus Corona ke 71 Orang
• China Punya Pesawat Siluman Terbaru, Diprediksi Akan Diproduksi Secara Masal
• Batik Diklaim Media China Berasal dari Tiongkok, Ini Reaksi Netizen Indonesia
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Wabah Pes Muncul, Tewaskan Seorang Remaja di Mongolia".