Menteri Pendidikan Malaysia Didesak Untuk Tutup Sekolah Lagi, Anak-anak Tak Paham Social Distancing

Malaysia telah membuka kembali sekolah dasar untuk anak-anak usai dihantam wabah Covid-19. Namun, diminta untuk tutup lagi karena anak-anak belum siap

AFP
Ilustrasi warga Malaysia di tengah wabah virus Corona - Anak-anak tidak paham Social Distancing, Menteri Pendidikan Malaysia didesak kembali tutup sekolah. 

Editor: Putri Larasati Anggiawan

TRIBUNBATAM.id, KUALA LUMPUR - Malaysia telah membuka kembali sekolah dasar untuk anak-anak usai dihantam wabah virus Corona atau Covid-19.

Namun kini, Menteri Pendidikan Malaysia didesak untuk menutup lagi sekolah tersebut.

Lantaran anak-anak dinilai belum siap dan Covid-19 belum sepenuhnya hilang di Malaysia.

Datuk Seri Mohd Sharkar Shamsudin, Dewan Tertinggi UMNO (Organisasi Nasional Melayu Bersatu), menyebut bahwa anak-anak SD, khususnya di kelas satu sampai tiga, belum sepenuhnya memenuhi social distancing.

"Mereka (siswa) tidak melaksanakan social distancing karena mereka belum sepenuhnya paham."

"Mereka hanya bergantung pada guru mereka untuk merawat mereka," ujarnya dalam sebuah pernyataan yang dikirim kepada Utusan Malaysia.

Mulai 1 Agustus 2020, Malaysia Wajibkan Pemakaian Masker, Denda Rp 3,4 Juta Bagi Pelanggar

Mohd Sharkar berkesempatan mengunjungi salah satu sekolah dasar di SK Jalan Bahagia.

"Saya melihat para siswa, khususnya kelas 1-3, tidak mengerti social distancing. Mereka belum siap kembali ke sekolah.

Dilansir World of Buzz, sekolah dasar (kelas 1-4) sudah dibuka sejak 22 Juli lalu.

Sementara kelas 5-6 sudah masuk sekolah lebih awal, yaitu sejak 15 Juli.

Mohd Sharkar menambahkan, pemerintah tidak seharusnya mengambil langkah buru-buru demi mencegah munculnya klaster baru yang melibatkan anak sekolah.

Selain mendesak menteri pendidikan untuk menutup sekolah kembali, Mohd Sharkar juga menambahkan, siswa Form 1-3 (setara SMP) diberi libur sekolah.

"Hanya siswa dari Form empat dan lima (setara SMA) yang boleh berada di sekolah sampai kami yakin bahwa penyebaran virus sudah terkendali dan vaksin telah ditemukan."

Berdasarkan data dari Worldometers per 24 Juli 2020, Malaysia kini menepati urutan ke-83 negara dengan jumlah kasus Covid-19 terbanyak di dunia.

Hanya ada total 8.840 kasus positif di Malaysia, dengan 123 kematian dan 8.574 sembuh.

Meski kini tercatat hanya ada 143 kasus aktif, tapi pemerintah tetap tegas mengenai peraturan dan protokol kesehatan.

Salah satu peraturan yang baru saja ditetapkan yaitu kewajiban penggunaan masker.

Pemerintah Malaysia mewajibkan setiap orang yang berada di ruang publik dan angkutan umum untuk memakai masker mulai 1 Agustus 2020.

"Mereka yang tidak memakai masker akan didenda RM 1.000 (235 dolar AS atau setara Rp3,4 juta)," kata Menteri Kesehatan Malaysia Ismail Sabri Yaakob, Kamis (23/7/2020) seperti dilansir The Star.

Ismail Sabri mengatakan keputusan tersebut dibuat setelah mempertimbangkan munculnya klaster baru.

Dia mengatakan, kewajiban mengenakan masker akan diberlakukan pada pengguna angkutan umum seperti Light Rail Transit (LRT) dan Mass Rapid Transit (MRT), serta di ruang publik yang ramai seperti pasar.

Ismail Sabri mengatakan Kementerian Kesehatan akan segera mengeluarkan pedoman untuk memastikan masyarakat yang menjahit sendiri masker akan sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

"Setiap orang memakai masker bahkan sebelum penegakan aturan baru pada 1 Agustus," kata Ismail Sabri.

Ia menambahkan penggunaan masker dan menjaga jarak sosial adalah dua faktor penting dalam mengatasi penyebaran Covid-19.

"Sampai 1 Agustus, lindungi dirimu, banyak yang akan pulang untuk merayakan hari Raya Idul Adha, minggu depan dan saya berharap prosedur operasi standar akan dipatuhi," ujarnya.

Laporkan 13 Kluster Covid-19 Baru, Malaysia Pertimbangkan Kewajiban Pakai Masker

Wabah virus Corona atau Covid-19 yang menyerang dunia, erat kaitannya dengan penggunaan masker oleh masyarakat untuk melindungi diri.

Pemerintah Malaysia dikabarkan tengah mempertimbangan kebijakan tentang mewajibkan penggunaan masker.

Terlebih, saat ini negara tetangga itu menemukan 13 kluster virus Corona baru usai melonggarkan pembatasan sosial pada akhir bulan lalu.

Hal itu disampaikan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin pada Senin (20/7/2020) sebagaimana dilansir dari Reuters.

Otoritas kesehatan Malaysia mencatat 21 kasus positif Covid-19 baru pada Senin.

Jumlah kasus baru yang mencapai dua digit tersebut kini mulai kembali diseriusi oleh Pemerintah Malaysia.

Padahal sebelum pelonggaran pembatasan yang mulai ditetapkan pada 10 Juni, jumlah kasus potif Covid-19 harian di Malaysia hanya satu digit angka.

Kini Malaysia mencatatkan total kasus positif Covid-19 sebanyak 8.800 kasus dengan 123 kematian.

Jumlah kasus positif Covid-19 pada Minggu sebanyak 15 kasus. Sedangkan pada Jumat, jumlah kasus positif Covid-19 sebanyak 18 kasus.

Muhyiddin mengatakan kenaikan kasus posirif Covid-19 dan munculnya beberapa kluster baru tersebut membuat pemerintah berpikir untuk menerapkan aturan kewajiban mengenakan masker.

"Rinciannya akan diumumkan setelah peraturan diselesaikan oleh pemerintah," kata Muhyiddin dalam pidato yang disiarkan di televisi nasional.

Malaysia adalah salah satu dari negara di kawasan ASEAN yang memberlakukan pembatasan sosial yang ketat setelah pandemi virus Corona mulai merebak.

Tersandung Kasus Kerja Paksa, Bea Cukai Amerika Serikat Tahan Sarung Tangan Medis Buatan Malaysia

Top Glove Corp Bhd (TPGC.KL) Malaysia tengah menjadi sorotan karena diduga melakukan kerja paksa terhadap karyawannya.

Terbaru, otoritas Bea dan Cukai Amerika Serikat menetapkan perintah penahanan pada impor produk yang dibuat oleh anak perusahaannya.

Dampak dari wabah virus Corona atau Covid-19, permintaan produk sarung tangan medis dan APD buatan perusahaan Top Glove dikabarkan meningkat.

Sementara itu, wabah virus Corona telah memukul Negeri Paman Sam lebih keras daripada negara lain diseluruh dunia.

Bedasarkan situs real time virus Corona, Worldometers.info, Jumat (17/7/2020) pagi, AS mencatat kasus infeksi virus Corona mencapai 3.695.025 kasus.

Dari angka itu, sebanyak 1.679.633 orang sudah sembuh dan 141.118 dinyatakan meninggal dunia.

Sementara itu, 16.452 orang dalam kondisi kritis.

Situs resmi Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP) AS menunjukkan perusahaan Top Glove dan TG Medical masuk dalam daftar “Withhold release order” (WRO) pada Rabu (15/7/2020).

Artinya, Bea dan Cukai AS menahan semua barang-barang impor dari perusahaan itu karena masalah-masalah kerja paksa.

Melansir dari Reuters, dalam pernyataan yang dikirim melalui email, Bea dan Cukai AS mengatakan bahwa melalui konsultasi antar-lembaga yang luas, mereka telah menemukan bukti praktik kerja paksa, termasuk ikatan hutang di antara praktik-praktik lain di unit Top Glove.

"WRO ini mengirimkan pesan yang jelas dan langsung kepada importir AS bahwa praktik perbudakan modern yang ilegal, tidak manusiawi, dan eksploitatif tidak akan ditoleransi dalam impor AS," kata pernyataan itu.

Bagaimana pun, Bea dan Cukai AS sadar akan kebutuhan kritis saat ini untuk sarung tangan medis sekali pakai dan akan terus mengizinkan masuknya sarung tangan yang diproduksi oleh semua produsen lain.

Diperkirakan bahwa pesanan terhadap entitas Top Glove di Malaysia tidak akan berdampak signifikan terhadap total impor AS dari jenis sarung tangan itu.

Selain di Malaysia, Perusahaan Top Glove juga memiliki pabrik di China dan Thailand.

"Kami menjangkau Bea dan Cukai AS melalui kantor kami di AS, pelanggan dan konsultan, untuk memahami masalah ini dengan lebih baik dan bekerja menuju penyelesaian masalah yang cepat, dalam perkiraan 2 minggu," katanya.

Dalam sebuah konferensi pers, bos Top Glove mengatakan bahwa pengiriman dari dua unitnya mewakili setengah dari penjualan AS, dan 12,5% dari penjualan grupnya.

Namun, kelompok itu mengatakan anak perusahaan lain masih bisa menjual ke AS dan bahwa negara-negara lain akan dengan mudah menyerap pengiriman yang dikembalikan.

“Kami terus mengirim karena kami dapat mengirim. Terburuk menjadi terburuk, negara-negara lain akan mengambil juga karena buku pesanan lebih dari 100%, "kata Ketua Eksekutif, Lim Wee Chai.

Tahun lalu, Bea Cukai AS mengambil tindakan serupa terhadap perusahaan pembuat sarung tangan medis Malaysia lainnya, WRP Asia Pacific Sdn Bhd.

Perintah penahanan atas impor barang-barang WRP dicabut pada bulan Maret setelah tindakan perbaikan dilakukan.

Spesialis hak pekerja migran independen, Andy Hall mengatakan pada hari Kamis bahwa kerja paksa di antara pekerja asing di industri sarung tangan Malaysia hanya dapat diatasi dan dikurangi ketika gaji mereka dibayarkan secara penuh.

"Untuk memastikan tidak ada ikatan hutang dari para pekerja ini, praktik-praktik perekrutan etis atau kebijakan tanpa biaya perekrutan harus diterapkan. Jika industri bergerak maju untuk merekrut lebih banyak pekerja asing di masa depan," katanya.

Penggunaan sarung tangan medis di seluruh dunia diperkirakan melonjak lebih dari 11% menjadi 330 miliar pasang tahun ini.

Menurut kelompok produsen sarung tangan karet Asia Tenggara itu, dua pertiga sarung tangan medis di seluruh dunia kemungkinan dipasok oleh Malaysia.

(*)

VIRAL Jual Tanah Pembeli Bisa Nikahi Adik Ipar Cantik, Sudah Ada Peminat dari Malaysia dan Singapura

Pandemi Covid-19 tak Hentikan Sabu Masuk ke Batam dari Malaysia 

Seorang Warga Malaysia Tertipu Investasi Bodong di Batam, Total 11 Korban Rugi Rp 12, 9 Miliar 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Anak-anak Tidak Paham Social Distancing, Menteri Pendidikan Malaysia Didesak Kembali Tutup Sekolah.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved