Sejarah 27 Juli Peristiwa Kudatuli, Tragedi Sabtu Kelabu di Kantor PDI

27 Juli 24 tahun silam, ,merupakan hari bersejarah bagi PDI Perjuangan yakni terjadinya peristiwa "Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli" atau Kudatuli.

(Kompas/Eddy Hasby)
Penyerbuan kantor PDI di Jalan Diponegoro oleh pendukung kubu Soerjadi berakhir dengan bentrokan antara massa dan aparat keamanan di kawasan Jalan Salemba, Jakarta Pusat, 27 Juli 1996. Sebelumnya, kantor PDI diduduki massa pendukung Megawati. 

Editor : Agus Tri Harsanto

TRIBUNBATAM.id - 27 Juli 24 tahun silam, ,merupakan hari bersejarah bagi PDI Perjuangan yakni terjadinya peristiwa "Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli" atau Kudatuli.

Kudatuli terjadi pada 27 Juli 1996 di Kantor DPP PDI, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.

Peristiwa Kudatuli merupakan buntut dualisme kepemimpinan di tubuh PDI.

 Kerusuhan terjasi saat massa pendukung Soerjadi mengambil paksa Kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jakarta Pusat.

Kejadian ini ditengarai karena tidak terimanya kelompok pendukung Soerjadi (PDI Kongres Medan) dengan keputusan Kongres Jakarta yang memenangkan Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum.

Saat itu, penyerbuan dilakukan oleh sejumlah massa pendukung Soerjadi yang merupakan Ketua Umum versi Kongres PDI di Medan sekaligus yang disokong oleh Orde Baru.

Sementara Megawati Soekarnoputri adalah Ketua Umum PDI hasil kongres Surabaya untuk periode 1993-1998. 

Megawati Berikan Surat perintah kepada Kader Partai Terkait Dibakarnya Bendera PDI-P

Kudatuli1
Kerusuhan PDI 27 Juli 1996 di Jakarta.(KOMPAS/ JULIAN SIHOMBING)

Harian Kompas, 23 Juli 1993, memberitakan, Soerjadi secara aklamasi terpilih menjadi Ketua Umum PDI sekaligus menjadi ketua formatur penyusunan komposisi DPP.

Namun,  PDI mengadakan Kongres Luar Biasa (KLB) di Surabaya.

Dalam kongres itu, Megawati dinyatakan sebagai Ketua Umum PDI.

Selanjutnya diadakan Musyawarah Nasional (Munas) di Jakarta pada 22 Desember 1993 yang akhirnya menetapkan Megawati sebagai ketua umum untuk kepengurusan 1993-1998.

Adapun Soerjadi terpilih berdasarkan hasil Kongres Medan pada 22 Juni 1996 untuk periode 1996-1998.

Menurut Kepala Staf Sosial Politik ABRI saat itu, Letjen Syarwan Hamid, pemerintah mengakui DPP PDI hasil Kongres Medan.

Dengan demikian, pemerintah tidak mengakui adanya DPP PDI pimpinan Megawati.

Namun, dukungan untuk Megawati mengalir, terutama dari aktivis dan mahasiswa yang menentang rezim Soeharto.

Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro menjadi salah satu lokasi utama untuk pemberian dukungan kepada Megawati.

Berbagai upaya penyelesaian sengketa tidak berhasil hingga akhirnya terjadilah bentrokan pada Sabtu, 27 Juli 1996.

Kronologi

Seperti dikutip dari harian Kompas, 29 Juli 1996, bentrokan diawali saat massa PDI pendukung Soerjadi mulai berdatangan pada pukul 06.20 WIB.

Massa pendukung Soerjadi saat itu mengenakan kaus berwarna merah bertuliskan "DPP PDI Pendukung Kongres Medan" serta ikat kepala.

Mereka datang dengan menggunakan delapan kendaraan truk mini bercat kuning.

Sebelumnya, massa melakukan dialog dengan massa pendukung Megawati yang meminta agar kantor dinyatakan status quo.

Namun, kesepakatan tidak tercapai.

Setelah itu, pada 06.35 WIB terjadi bentrokan di antara kedua kubu. Massa pendukung Soerjadi melempari Kantor DPP PDI dengan batu dan paving block.

Massa pendukung Megawati pun membalas dengan benda seadanya di sekitar halaman kantor.

Kemudian, mereka berlindung di dalam gedung kantor sebelum akhirnya diduduki massa pendukung Soerjadi.

Keluarga korban tragedi 27 Juli bersama massa dari Forum Komunikasi Kerukunan 124, Rabu (27/7/2011), mendatangi bekas kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58, Jakarta, untuk memperingati 15 tahun peristiwa tersebut. Mereka mendesak Presiden menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia, termasuk tragedi 27 Juli 1996. KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Keluarga korban tragedi 27 Juli bersama massa dari Forum Komunikasi Kerukunan 124, Rabu (27/7/2011), mendatangi bekas kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58, Jakarta, untuk memperingati 15 tahun peristiwa tersebut. Mereka mendesak Presiden menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia, termasuk tragedi 27 Juli 1996.

Tepat pukul 08.00 WIB, aparat keamanan mengambil alih dan menguasai Kantor DPP PDI.

Sebelumnya, bangunan kantor dikuasai oleh massa pendukung Megawati sejak awal Juni 1996.

Selanjutnya, Kantor DPP PDI dinyatakan sebagai area tertutup dan tidak dapat dilewati. Bahkan, pers tidak diperkenankan melewati garis polisi. Kantor DPP PDI juga dijaga pasukan anti huru-hara.

Pada pukul 08.45 WIB, aparat mulai mengangkut sekitar 50 warga pendukung Megawati yang tertahan di kantor dengan menggunakan tiga truk, sementara 9 orang lainnya diangkut dengan dua ambulans.

Selepas itu, pada pukul 11.00 WIB, massa yang memadati ruas Jalan Diponegoro dan sekitarnya terus membengkak dari ratusan orang menjadi ribuan.

Sejumlah aktivis LSM serta mahasiswa menggelar aksi mimbar bebas di bawah jembatan layang kereta api di dekat Stasiun Cikini.

Mimbar ini lalu beralih ke Jalan Diponegoro dan dengan cepat berubah menjadi bentrokan dengan aparat keamanan.

Bentrokan terbuka akhirnya meningkat pada pukul 13.00 WIB, yang membuat aparat menambah kekuatan.

Kemudian, massa terdesak mundur ke arah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Jalan Salemba.

Dua jam setelahnya, massa mulai membakar tiga bus kota dan beberapa bus tingkat di Jalan Salemba.

Tak hanya itu, mereka juga membakar beberapa gedung yang ada di Jalan Salemba.

Merespons keadaan ini, aparat mendatangkan lima panser, tiga kendaraan militer khusus pemadam kebakaran, 17 truk, dan sejumlah kendaraan militer lain pada pukul 16.35 WIB.

Setelah itu, massa membubarkan diri dan akhirnya pada pukul 19.00 WIB, api dapat dipadamkan.

Setelah kejadian, sebanyak 171 orang ditangkap karena melakukan perusakan dan pembakaran.

Dari jumlah tersebut, 146 orang merupakan massa pendukung Megawati dan oknum lain, sementara 25 orang merupakan massa pro-Soerjadi.

Kerusuhan hari itu mengakibatkan 22 bangunan rusak, seperti Gedung Persit Chandra Kartika milik Angkatan Darat lalu Bank Kesawan dan Bank Exim.

Massa juga membakar bangunan lain seperti Bank Swarsarindo Internasional, Show Room Toyota, Bank Mayapada, dan gedung Departeman Pertanian.

Selain itu, kerusuhan juga mengakibatkan terbakarnya 91 kendaraan, termasuk lima bus kota dan 30 kendaraan yang ada di ruang pameran, serta dua sepeda motor.

(Sumber: Kompas.com/Bayu Galih, Aswab Nanda Pratama)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Peristiwa "Kudatuli" 27 Juli 1996, Pagi Kelam di Jalan Diponegoro

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved