UJUNG-UJUNGNYA RANJANG, Setelah 'Gilang Bungkus Jangkrik' Dosen Diduga Akali Mahasiswi Modus Riset
Dunia pendidikan belakangan dihebohkan dengan sejumlah pengakuan mahasiswi. Melalui media sosial beberapa mahasiswi menuliskan pengalaman pribadinya
Ambil data tidak boleh sendiri, ada pendamping aktivis yang ditunjuk. Dilarang menghubungi langsung korban meskipun korban punya HP. Harus atas izin orangtua atau wali korban saat wawancara. Tidak boleh memeluk atau menyentuh fisik jika korban menangis atau bersedih saat wawancara. Dan, banyak aturan lainnya.
Saya ceritakan padanya sebatas etika dan aturan pengambilan data. Lalu, dia cerita bahwa dia akan riset sensitif macam itu, tepatnya tentang gaya hidup swinger di kalangan kelas sosial menengah ke atas. Swinger? Yup. Tukar pasangan seks, khusus pasangan suami istri katanya.
Hm...Ada gitu ya riset begitu di Indonesia? Gak begitu kaget sih, saya pikir itu bagian riset sosial atau psikologi.
Oh ya, dia adalah lelaki menikah. Istrinya seorang bergamis dan berhijab panjang tipikal akhwat. Dia tunjukan foto istrinya dan saya cek akun Facebooknya. Jadi, saat itu saya percaya dia beneran akan riset.
Dia cerita telah menemukan pasangan suami istri yang sudah terbiasa praktik tukar seks. Dia bilang akan mengikuti aturan main si pasangan itu untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya soal gaya hidup swinger.
Dia bilang mereka berempat (termasuk dia dan istrinya) akan ketemuan di hotel yang ditentukan. Ada syarat yang diminta oleh pasangan tersebut, yaitu istri masing-masing pakai gamis hitam panjang dan cadar. Mereka rencana akan di kamar berempat untuk saling bercumbu. Para istri tetap bercadar tapi nanti saat di kamar, betis dan paha istri akan saling diperlihatkan.
Hah? Di sini mulai aneh. Istrinya sehari-hari bergamis dan berjilbab lebar kok mau betis dan paha dilihat lelaki lain?
"Istrimu mau?" tanya saya.
"Awalnya menolak. Tapi demi penelitian akhirnya dia setuju. Belum terjadi sih. Tapi dia sudah bersedia."
"Jadi, kalian akan praktik tukaran seks beneran?"
"Ya, setidaknya saling lihat masing-masing saling bercumbu dan membuka baju di kamar hotel."
"Katamu istrimu keberatan awalnya. Itu bisa masuk kategori kekerasan seksual lho kalau memaksa istri berlaku swinger."
Dia cerita bagaimana meyakinkan istrinya sampai bersedia. Menurut saya ada yang ganjil. Akhirnya saya tegaskan kalau riset hal seperti itu sebenarnya tak harus praktik langsung.
Menggali data gak harus sampai mengorbankan pasangan. Saya mulai gak respon ketika dia hubungi. Kemudian dia telepon lagi untuk menceritakan update pertemuannya dengan pasangan swingernya.
Dia cerita katanya ternyata istrinya malah menikmati adegan 4 orang itu di kamar hotel; dua pasang suami istri (termasuk dia dan istrinya).
Dia menceritakan dengan nada senang. Saya langsung stop teleponnya dan menegaskan bahwa saya tidak tertarik mendengar cerita semacam itu. Itu sudah di luar etika riset. Itu cerita personal mereka yang saya tidak ingin tahu.