Kiai NU Ini Wafat, 1 Jam 30 Menit, Usai Menuntun Syahdat Sakratul Maut kepada Istri Kedua

Jenazah Pak Kiai ditutup dengan batik merah marun dan Alquran di bagian dada. Sedangkan janazah istrinya dibungkus dengan batuk motif cokelat.

zoom-inlihat foto Kiai NU Ini Wafat, 1 Jam 30 Menit, Usai Menuntun Syahdat Sakratul Maut kepada Istri Kedua
dok_courtesyPC-NU_Bantaeng
KIAI NU - Dr Achmad Musyahid Idrus (kanan) berdoa di depan jenazah ayahnya, KH M Idrus Makkawaru dan sekaligus jenazah ibunya Sitti Saniah Jawahir di Kompleks Katangka, Gowa Sulsel, Senin (17/8/2020) dini hari. Ayah dan ibunya meninggal dunia hanya berselan 90 menit, setelah sang ayah menuntun syahadat ke sang istri

TRIBUNBATAM.id, GOWA -  Innalillahi wa Inna ilaihi rojiun.  Allah SWT, Maha Pencipta selalu punya cara rahasia untuk memberi pelajaran dan hikmah kepada manusia.

Kisah kematian Kiai Haji Drs M Idrus Makkawaru (76 tahun) dan istrinya, St Sanibah Binti Haruna (74 tahun), Minggu (16/8/2020) malam di Katangka, Gowa, perbatasan Makassar, Sulawesi Selatan, adalah satu tamsil.

Sang kiai Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Bantaeng, Sulsel ini meninggal hanya berselang 1 jam 25 menit, setelah menuntun syahadat ( Ashadul Allah Ilaha Ila Allah wa Ashadu Anna Muhammad arrasulullah) sakratul maut istri keduanya.

Istri  meninggal pukul 20.00 Wita, seusai mereka salat jamaah Isya. 

Dan sang kiai meninggal dunia, berselang 90 menit kemudian, sekitar 21.30 Wita.

“Pak Kiai ini, sepertinya memang sudah janjian, tak akan meninggalkan istrinya,” kata Haji Muhammad Jaelani, Ketua PC Nahdlatul Ulama Bantaeng, kepada Tribun, usai pemakaman pasangan suami istri ini di Taman Pemakaman Umum (TPU) Letta, Jl Dr Ratulangi, Keurahan Letta, Kecamatan Bantaeng, Sulsel Senin (17/8/2020) siang.

Pasangan jenazah ini sempat disemayamkan di rumah duka, Perumahan Gowa Residence, tak jauh dari rumah salah seorang anaknya, di Kompleks Katangka, Gowa. 

Di rumah duka, dua jenazah disandingkan. 

Jenazah Pak Kiai  ditutup dengan batik merah marun dan Alquran di bagian dada. 

Sedangkan janazah istrinya dibungkus dengan batuk motif cokelat.

KIAI NU - Achmad Musyahid (kanan) berdoa di depan jenazah ayahnya, KH M Idrus Makkawaru (1944-2020) dan jenazah ibunya Sitti Saniah Haruna (74) di Komplek Katangka Residen Gowa, Sulsel, Minggu (16/8/2020) malam.
KIAI NU - Achmad Musyahid (kanan) berdoa di depan jenazah ayahnya, KH M Idrus Makkawaru (1944-2020) dan jenazah ibunya Sitti Saniah Haruna (74) di Komplek Katangka Residen Gowa, Sulsel, Minggu (16/8/2020) malam. (courtesy_Achmad Jaelaini)

Jenazah pasangan suami istri ini dibawa ke Bantaeng, usai salat subuh.

Jaelani menceritakan, sejak sepeninggal istri pertamanya, Hj Sitti Djawiah, 6 tahun lalu, Kiai Idris memilih bermukim di Makassar. Dekat dengan anak, menantu dan sembilan cucunya.

Saat Pak Kiai menikah, usia Sanibah sudah 68 tahun.

Dia ditemani St Sanibah Binti Haruna, yang juga masih kerabat mendiang isri pertamanya.

Dari istri pertama, Pak Kiai dikaruniai lima anak; tiga pria dua wanita. 

Sedangkan dari mendiang istri terakhirnya, Pak Kiai tak dikaruniai anak. 

“Pak Kiai menikah enam tahun lalu, agar ada teman ngobrol, teman ngaji, bangunkan sahur,” kata Jaelani, yang juga Kabag Tata Usaha Kantor Kemenag Bantaeng.

Almarhum menjabat Ketua Pengurus Cabang (PC) Nahdlatul Ulama (NU) Bantaeng periode 1995-2005. 

Almarhum adalah guru madrasah dengan jabatan terakhir Kepala Kantor Departemen Agama (Kakandepag) Bantaeng tahun 1989 sampai tahun 2000.

Kiai Haji Idrus Makkawaru dilahirkan di Bantaeng, 8 Juli 1944, atau setahun sebelum Kemerdekaan RI.

Pak Kiai menamatkan sekolah Guru Agama di PGA Makassar tahun 1951. 

Lalu meraih gelar sarjana muda tahun 1956 dan strata satu tujuh tahun kemudian di IAIN Alauddin Makassar.

Pak Kiai merintis karier sebagai guru agama di madrasah Bantaeng tahun 1961.

Tahun 1980 hingga 1989 diamanatkan sebagai Kasubag TU Kandepag Bantaeng

Saat itu, Pak Kia masih aktif mengajar di madrasah, berdakwah di pelosok Bantaeng, Bulukumba, dan Jeneponto.

Tahun 1989 hingga 2000, Pak Kiai juga menjabat Kakandepag Bantaeng.

Almarhum meninggalkan lima anak, Dr H Achamd Mujahid MAg, putra kedua Dr Achmad Musyahid MAg, dosen di Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN)  Alauddin Makassar.

Putri ketiga Pak Kiai adalah Muwahidah Idri SAg, Nurabidah Idrus Mpd,  dan si bungsu Akhmad Mujaddin Idrus S.Si.

Semua anak almarhum adalah alumnus pesantren di Sulsel.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved