BATAM TERKINI
Guru di SMPN 29 Batam Masih Berduka, Berharap Tak Ada Lagi Kasus Yasa Berikutnya, 'Stop Bullying'
Pihak sekolah menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum. Semoga bisa diselesaikan dengan cepat dan penuh rasa keadilan.
Editor: Septyan Mulia Rohman
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Kepergian Syahrul Ramadhan Yasa Pratama masih dirasakan tenaga pengajar di SMPN 29 Batam, tempat Yasa sekolah.
Apalagi muncul dugaan jika kematian Yasa dikarenakan perundungan atau kekerasan yang dilakukan oleh rekan bermainnya sendiri di musala.
Pihak sekolah menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum. Semoga bisa diselesaikan dengan cepat dan penuh rasa keadilan.
"Kami juga mendoakan orang tua Yasa diberikan kekuatan dan kemudahan usai ditinggal anak semata wayangnya itu," ucap seorang guru Yasa di SMPN 29 Batam, Ali kepada TribunBatam.id, Selasa (18/8/2020).
Ali mengatakan sejak kegiatan belajar dilaksanakan dari rumah akibat Covid-19, pihaknya selalu mengawasi dan memantau peserta didik.
Salah satu caranya dengan mengecek ketidakhadiran siswa melalui daftar hadir daring (online). Yang mana, pada peserta didik wajib mengisi daftar hadir pada jam efektif belajar mulai dari pukul 07.30 WIB hingga pukul 14.00 WIB.
"Di luar jam itu, maka peserta didik dianggap terlambat mengikuti proses belajar," ungkap dia.
Di luar jam belajar efektif, Ali mengakui, pihaknya juga berkoordinasi dengan para orang tua siswa agar memantau setiap peserta didik dalam lingkungan pergaulannya sehari-hari.
Dia pun berharap agar kejadian serupa tak terjadi lagi di dunia pendidikan Kota Batam.
Apalagi, kasus perundungan atau bullying sangat rentan terjadi di lingkup pergaulan anak usia muda.
Ali sendiri diketahui ikut berperan aktif dalam kasus perundungan atau bullying terhadap Yasa. Dia turut serta mengurus autopsi jenazah Yasa dan mengajak seluruh peserta didik SMPN 29 Batam melaksanakan doa bersama di rumah duka.
• Pelatih Tim Futsal Kepri Gelar Seleksi Terbuka, Cari Posisi Kiper Untuk PON 2021 di Papua
• Hasil Open Bidding Pemprov Kepri segera Diumumkan, Isdianto: Pelantikan sudah Dapat Izin Mendagri
Ali bersama guru lainnya juga ikut menghadiri pemakaman Yasa beberapa hari lalu.
Saat itu, Ali mengatakan, jika Yasa adalah sosok siswa yang baik dan memiliki jiwa sosial yang tinggi.
"Kasus Yasa menjadi preseden buruk dan menjadi perhatian kami untuk mengangkat masalah itu sebagai prioritas utama dalam semua materi pembelajaran," sesalnya.
Masuk Kasus Bullying
Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kepri menilai, dugaan penganiayaan atau kekerasan terhadap bocah berusia 15 tahun bernama Syahrul Ramadhan Yasa Pratama atau akrab disapa Yasa maauk kategori perundungan (bullying).
Data KPPAD Kepri mencatat, terdapat setidaknya 10 kasus perundungan yang diterima hingga Agustus 2020.
Kasus tewasnya pelajar SMPN 29 Batam ini pun menjadi perhatian beberapa pihak.
Remaja 15 tahun ini meregang nyawa sesudah koma selama 5 hari di Rumah Sakit Budi Kemuliaan (RSBK) Kota Batam akibat dugaan penganiayaan oleh rekan bermainnya .
Hasil rontgen menunjukkan jika Yasa mengalami cedera serius di bagian kepala dan sempat dipakaikan alat bantu pernapasan (ventilator) saat pihak rumah sakit pertama kali menerimanya.
"Kalau sampai fatal (meninggal dunia) baru kali ini (korban Yasa). Kalau sebelumnya, bully hanya berakibat terhadap gangguan kejiwaan anak dan kalau fisik hanya cedera ringan," ujar Ketua KPPAD Kepri, Erry Syahrial kepada TribunBatam.id saat dihubungi, Selasa (18/8/2020).
Tren terhadap kasus perundungan atau bully di Provinsi Kepri diakui Erry cukup tinggi.
Akan tetapi, beberapa kasus tak terpantau maksimal akibat minimnya laporan dari pihak korban kepada KPPAD Kepri.
Dari 10 kasus perundungan di tahun 2020, Erry menuturkan hampir keseluruhannya terjadi di lingkungan pergaulan anak.
Alasannya, selama pandemi Covid-19 melanda Kepri kegiatan belajar anak dilakukan dari rumah.
"(Kasus) Bully ini sebenarnya banyak. Karena laporan tak ada, jadi data pun tak terekap. Biasanya terjadi di sekolah," tambah dia.
Berbicara kasus dugaan perundungan terhadap Yasa, Erry mengatakan pihaknya akan tetap menyerahkan proses hukum kepada pihak terkait.
Akan tetapi, pendampingan terhadap pelaku juga akan terus dilakukannya dengan pertimbangan si pelaku termasuk kategori anak di bawah umur.
"Sejauh ini belum tahu kelanjutannya. Yang jelas, proses hukum berlanjut," tegasnya.

Erry mengatakan, pihaknya menganggap wajar jika orang tua Yasa meminta keadilan terhadap kematian anaknya akibat dugaan penganiayaan.
Menurutnya, selama berada di koridor hukum, pihaknya akan selalu mendukung langkah orang tua Yasa.
"Itu memang tindak pidana dan ada koridor hukumnya. Jadi silakan saja jika ingin meminta keadilan. Kami juga sangat menyesalkan ini bisa terjadi," lanjutnya.
Dari Erry pun diketahui jika Yasa merupakan anak tunggal. Oleh sebab itu, dia merasakan betul kesedihan orangtua akibat kepergian Yasa.
Mediasi antara keluarga pelaku dan korban pun diketahui telah dilakukan beberapa waktu lalu saat Yasa tengah terbaring koma di RSBK Kota Batam.
Saat itu, keluarga pelaku telah bersedia jika anaknya diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
"Upaya untuk berdamai juga akan ditempuh. Ini lebih kepada bagaimana mengurangi hukuman terhadap pelaku dan hak-hak lainnya. Tapi proses tetap berjalan," tutup Erry.
Bahkan saat audiensi, pelaku diketahui sempat menyesali perbuatannya.
Masuk Tindak Pidana
Dugaan penganiayaan hingga menyebabkan Syahrul Ramadhan Yasa Pratama, remaja 15 tahun di Kota Batam hingga tewas termasuk tindak pidana dan dapat diproses secara hukum.
Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kepri bahkan memberi perhatian kepada kasus meninggalnya Yasa.
Meski dapat diproses secara hukum, namun Ketua KPPAD Provinsi Kepri, Erry Syahrial meminta agar hak-hak anak terhadap pelaku dapat diberikan.
Ini karena pelaku yang diketahui masih berusia di bawah 17 tahun.
Yasa sendiri diketahui meninggal dunia pada Jumat (15/8) lalu. Sebelum meninggal, Yasa sempat koma selama 5 hari di Rumah Sakit Budi Kemuliaan (RSBK) Kota Batam.
Saat itu, hasil rontgen terhadap Yasa menyebutkan dia mengalami cedera cukup serius di bagian kepala.
Bahkan sebelum dilarikan ke rumah sakit, Yasa diketahui muntah-muntah dan kondisi kesadarannya rendah.
"Silakan diproses. Ancaman hukuman terhadap kasus ini juga cukup tinggi karena kekerasan menyebabkan anak meninggal dunia.
Tetapi mohon diperhatikan juga hak-hak pelaku. Seperti perlindungan hukum dan pembinaan selama di lapas," ujar Erry kepada TribunBatam.id saat dihubungi, Selasa (18/8/2020).
Sebelum Yasa menghembuskan napas terakhirnya, KPPAD Kepri diketahui sempat memediasi antara keluarga pelaku dan korban.
Akan tetapi, saat itu belum ada keputusan antara kedua belah pihak.
Oleh sebab itu, KPPAD Kepri meminta agar mediasi kembali digelar usai kondisi Yasa membaik.
Erry juga menuturkan, saat mediasi dilakukan, keluarga pelaku mengaku siap jika proses hukum tetap berlanjut.
Namun, orang tua pelaku juga meminta agar aspek perlindungan terhadap hak anaknya tetap diberikan sesuai aturan yang berlaku.
"Tapi korban meninggal dunia. Jadi, saat ini kami masih menunggu kelanjutan dari kasus ini.
Karena ini sudah terjadi, pihak keluarga menyebut siap menghadapi proses hukum. Kami juga berharap, si anak juga siap menghadapi ini," ucapnya.(TribunBatam.id/Ichwannurfadillah)