Korea Selatan Laporkan Kasus Covid-19 Kembali Melonjak, Putuskan Tutup Klub Malam dan Restoran

Korea Selatan kembali melaporkan lonjakan kasus Covid-19. Akibatnya, Korea Selatan memutuskan untuk menutup klub malam, museum, dan restoran prasmanan

yonhap
ILUSTRASI - Kasus Covid-19 di Korea Selatan kembali melonjak, tempat hiburan malam dilarang beroperasi. 

Editor: Putri Larasati Anggiawan

TRIBUNBATAM.id, SEOUL - Korea Selatan kembali melaporkan lonjakan kasus virus Corona atau Covid-19.

Lonjakan tersebut membuat Korea Selatan memutuskan untuk menutup klub malam, museum, dan restoran prasmanan pada Selasa (18/8/2020).

Semua bentuk pertemuan besar juga dilarang di ibukotanya, Seoul.

Ledakan kasus virus Corona baru ini memicu kekhawatiran gelombang kedua yang besar.

Pendekatan "lacak, uji, dan obati" Korea Selatan untuk mengekang virus Corona telah dianggap sebagai model global.

Tetapi sekarang, negeri ginseng memerangi beberapa kluster yang sebagian besar terkait dengan gereja-gereja Protestan.

Korea Selatan Minta Ribuan Jemaat Gereja Untuk Karantina Mandiri, Kasus Covid-19 Melonjak

Pihak berwenang melaporkan 246 infeksi baru pada Selasa (18/8), menjadikan total kasus di Korea Selatan menjadi 15.761.

Ini hari kelima berturut-turut kasus meningkat tiga digit, setelah beberapa minggu dengan angka di kisaran 30 hingga 40-an.

Perdana Menteri Korea Selatan Chung Sye-kyun mengatakan, 12 sektor bisnis berisiko tinggi, termasuk klub malam, bar, karaoke, dan restoran prasmanan, akan berhenti beroperasi mulai Rabu (19/20) di Seoul, Incheon, dan Gyeonggi.

Semua fasilitas publik di daerah itu seperti museum juga akan tutup.

Perdana Menteri menambahkan, Pemerintah Korea Selatan juga melarang pertemuan di dalam ruangan lebih dari 50 orang dan pertemuan di luar ruangan lebih dari 100.

Seoul, Incheon, dan Gyeonggi menyumbang setengah dari populasi Korea Selatan.

"Jika langkah-langkah tersebut gagal untuk menahan penyebaran virus, itu akan membawa dampak besar pada ekonomi kami dan mata pencaharian masyarakat," kata Chung, Selasa (18/8), seperti dikutip Channel News Asia.

Kehidupan sehari-hari di seluruh negeri mungkin harus dihentikan

Semua pertemuan gereja telah dilarang di Seoul dan Gyeonggi sejak Sabtu (15/8) pekan lalu.

Sementara acara olahraga dihentikan kembali dan warga didesak untuk menghindari perjalanan yang tidak perlu.

Cluster terbesar virus Corona saat ini berpusat di Gereja Sarang Jeil di Seoul, dipimpin oleh seorang pendeta konservatif kontroversial yang telah dinyatakan positif terjangkit virus Corona.

Hingga selasa (18/8), sebanyak 457 kasus terkait dengan gereja itu.

Tapi, otoritas kesehatan mengatakan, situasi saat ini adalah "krisis yang jauh lebih besar" dari wabah awal Korea Selatan, ketika lebih dari 5.000 orang yang terkait dengan sekte agama terinfeksi virus Corona. Kluster itu berpusat di Selatan Kota Daegu.

Tetapi, anggota Gereja Sarang Jeil tinggal di seluruh negeri. Kali ini, "Ada risiko virus menyebar ke seluruh negeri," kata Kwon Jun-wook, Wakil Direktur Jenderal Pusat Pengendalian Penyakit Korea Selatan seperti dilansir Channel News Asia.

"Jika penyebaran tidak dapat dibendung minggu ini, kehidupan sehari-hari di seluruh negeri mungkin harus dihentikan," sebut dia.

Takut Covid-19 Kembali Menyebar di Korea Utara, Kim Jong Un Tolak Bantuan Internasional

Korea Utara telah mengumumkan pencabutan lockdown di Kaesong.

Bersamaan dengan itu, Kim Jong Un menyatakan menolak bantuan internasional dalam rapat partai Kamis (13/8/2020).

Pemimpin Korea Utara ( Korut) itu akan menutup perbatasannya sementara.

Selama berpekan-pekan, ribuan orang di Kaesong telah dikarantina karena kekhawatiran atas penyebaran virus Corona.

Hal itu diutarakan oleh Pemerintah Korut sebagaimana dilansir dari Associated Press, Jumat (14/8/2020).

Itu karena negara fokus melakukan kampanye anti-virus yang agresif dan membangun kembali ribuan rumah, jalan, dan jembatan yang rusak akibat hujan lebat dan banjir dalam beberapa pekan terakhir.

KNCA melaporkan Kim menunjuk Kim Tok Hun untuk menggantikan Kim Jae Ryong sebagai perdana menteri setelah kabinet mengevaluasi kinerjanya.

Memasuki tahun terakhir dari rencana pembangunan nasional lima tahun, Kim Jong Un pada Desember 2019 menyatakan "terobosan frontal" terhadap sanksi internasional sambil mendesak bangsanya untuk tetap tangguh berjuang untuk kemandirian ekonomi.

Tetapi para ahli mengatakan krisis Covid-19 kemungkinan menggagalkan sejumlah target utama Kim dengan memaksa negara itu melakukan lockdown yang menutup perbatasan dengan China.

Penutupan perbatasan tersebut berpotensi menghambat kemampuannya untuk memobilisasi tenaga kerja.

Dalam rapat tersebut, Kim mengatakan penyebaran virus Corona di Kaesong telah dinyatakan dapat dikendalikan setelah tiga pekan karantina dan berdasarkan “verifikasi ilmiah”.

KNCA melaporkan Kim juga berterima kasih kepada warga Kaesong yang telah mau bekerja sama selama karantina.

Kim mengatakan Korut sekarang menghadapi tantangan ganda yakni menangkis Covid-19 yang semakin memburuk di tataran global dan memperbaiki kerusakan akibat hujan lebat beberapa pekan terakhir.

KCNA melaporkan tanaman seluas 39.296 hektare rusak secara nasional dan 16.680 rumah serta 630 bangunan umum rusak atau kebanjiran.

Media tersebut juga melaporkan banyak jalan dan jembatan rusak. Bahkan sebuah bendungan untuk pembangkit listrik juga dilaporkan runtuh.

KNCA tidak melaporkan informasi apapun terkait dengan korban baik itu korban luka-luka atau pun korban tewas.

Kim menyatakan simpati kepada orang-orang yang berada di kamp pengungsian setelah kehilangan rumah karena banjir.

Dia juga menyerukan upaya pemulihan secara cepat sehingga tidak ada yang "tunawisma" saat negara itu merayakan ulang tahun ke-75 melalui berdirinya Partai Buruh pada 10 Oktober.

KNCA melaporkan Kim juga melarang bantuan dari luar untuk menangani kerusakan akibat banjir. Perbatasan Korea juga tetap ditutup.

Faktor memburuknya pandemi virus Corona di seluruh dunia adalah alasan utama Kim menolak bantuan tersebut.

Penolakan Kim terhadap bantuan internasional untuk pemulihan banjir dan keputusannya untuk membebaskan Kaesong dari karantina adalah indikator negatif untuk kerja sama antar-Korea.

Itu karena Korea Selatan ( Korsel) berharap untuk memulai kembali keterlibatan diplomatik dengan memberikan dukungan di bidang-bidang ini, kata Leif-Eric Easley, seorang profesor di Ewha University di Seoul, Korsel.

Juru bicara Kementerian Unifikasi Seoul Cho Hey-sil, yang menangani urusan antar-Korea, mengatakan Korsel tetap bersedia memberikan bantuan kemanusiaan ke Korut.

Dalam beberapa bulan terakhir, Korut telah memutuskan hampir semua kerja sama dengan Korsel di tengah kebuntuan dalam negosiasi senjata nuklir antara Washington dan Pyongyang.

Negosiasi tersebut tersendat karena ketidaksepakatan dalam pertukaran sanksi dan langkah-langkah pelucutan senjata.

Pada Juni, Korut bahkan meledakkan kantor penghubung antar-Korea di Kaesong.

“Perekonomian Korut akan semakin bergantung pada China dan akan berjuang untuk menyeimbangkan upaya penghilang sanksi dan pencegahan Covid-19,” kata Easley.

Dia menambahkan pekerjaan perdana menteri baru Korut adalah menunjukkan bahwa negara tersebut telah pulih dari banjir dan telah meningkatkan fasilitas kesehatan publik untuk menyambut Oktober.

(*)

HUT ke-75 RI, Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un Beri Ucapan Selamat, Kata-kata Pujiannya Jadi Sorotan

Latihan Gabungan Amerika Serikat dan Korea Selatan Ditunda, Seorang Perwira Terinfeksi Covid-19

Akibat Pandemi dan Badai Jangmi, 60 Persen Warga Korea Utara Alami Krisis Pangan

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kasus Covid-19 di Korea Selatan Kembali Melonjak, Tempat Hiburan Malam Dilarang Beroperasi.

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved