HUMAN INTEREST
Kisah Rasidi Asal Kiabu Anambas, Puluhan Tahun Melaut Hasil Tangkapan Tak Cukup untuk Biaya Hidup
Sebenarnya, penghasilan menjadi nelayan tidaklah cukup untuk membiayai segala kebutuhan Rasidi dan keluarganya
Editor: Dewi Haryati
TRIBUNBATAM.id, ANAMBAS - Hidup sebagai nelayan di daerah Kepulauan sudah jadi mata pencaharian sebagian besar masyarakat. Berteman dengan laut dan ombak pun sudah jadi makananan sehari-harinya.
Itulah yang kini diperjuangkan oleh Rasidi (61), nelayan asal Kiabu, Kecamatan Siantan, Anambas.
Ia ikut memperjuangkan keberlangsungan hidup nelayan.
Sudah hampir puluhan tahun Rasidi menjadi nelayan. Dari hasil melaut itu, dia membiayai kebutuhan keluarga dan menyekolahkan anaknya.
Sebenarnya, penghasilan menjadi nelayan tidaklah cukup untuk membiayai segala kebutuhan Rasidi dan keluarganya.
• Promo Amaris Hotel Batam, Paket Makan Mulai Rp 20 Ribu Per Porsi, Ini Daftar Menunya
• Ikut Pilkada Batam, Rudi-Amsakar Didampingi Istri Daftar Pilkada ke KPU Batam
Tak jarang, Rasidi mencari pekerjaan tambahan dengan bekerja serabutan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.
Datangnya kapal ikan dari luar, yang dikenal dengan kapal ikan cantrang turut membuat Rasidi merasa prihatin.
Adanya kapal cantrang yang datang ke Kiabu membuat hasil tangkapan Rasidi dan nelayan lainnya menjadi berkurang.
"Mereka ambil ikan di daerah kami itu malam, jadi kalau siang mereka kabur," kata Rasidi, Jumat (4/9/2020).
Sementara Rasidi dan nelayan lainnya hampir setiap hari melaut.
"Saya melaut hampir setiap hari, tapi siang aja, pergi pagi terus sorenya pulang," tuturnya.
Hasil tangkapan ikan yang ia peroleh langsung dijual hari itu juga.
Sebab ikan masih segar dan masyarakat pun lebih suka ikan segar ketimbang harus dimasukkan ke freezer atau alat pendingin ikan.
"Ikan yang saya dapat macam-macam lah, ada tongkol, manyuk, mahan, tenggiri, masih banyak lagi," sebutnya.
Ikan tersebut dijual ke Tarempa. Kadang ditawarkan ke penduduk yang ada di Kiabu dengan berjalan kaki. Dari satu rumah ke rumah lainnya.
Jika menjual ikan ke penduduk, harga yang ditawarkan sangat murah sekali. Untuk per kantong ikan jenis selayang, bisa dijual seharga Rp 5 ribu, jumlah ikan dalam kantong sekitar 8 ekor.
Sementara jika dijual ke Tarempa, di pasar ikan, harga yang diperoleh sedikit lebih mahal. Ia bisa menjual ikan seharga Rp 15 ribu.
"Kalau ke warga, saya jual ikan tidak bisa mahal. Sebab mata pencaharian mereka juga nelayan. Kalau jual mahal nanti tidak ada yang beli," katanya.
Hasil tangkapan Rasidi tidaklah menentu setiap harinya. Kadang cukup, kadang tidak.
Rasidi biasanya pergi melaut seorang diri. Ia berangkat menggunakan kapal kayu miliknya yang mempunyai bobot 2 Gross Tonase (GT), dan hanya bisa membawa ikan dengan berat belasan kilo saja menggunakan fiber.
Selain Rasidi, lebih kurang ada 90an nelayan lainnya di daerah Kiabu yang menggantungkan hidupnya dari melaut.
"Harapan saya mudah-mudahan kapal cantrang itu disingkirkan, agar kami bisa melaut dengan tenang, hasil tangkapan ikan juga banyak tidak seperti sekarang ini makin berkurang. Itu saja keinginan saya," ujarnya.
(Tribunbatam.id/Rahma Tika)