Polri Berencana Rekrut Preman Pasar Agar Taat Protokol Kesehatan, Anggota DPR RI: Setuju!

Wakapolri menjamim preman-preman pasar tersebut bekerja tak akan sembarangan

Tribunnews/JEPRIMA
Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono. 

TRIBUNBATAM.id - Belakangan lagi heboh soal pelibatan preman pasar untuk mengakan protokol kesehatan warga.

Banyak yang bereaksi keras atas rencana Polri menggunakan jasa preman pasar untuk mengatur warga menggunakan masker dan protokol kesehatan.

Ada yang beranggapan rencana tersebut justru melegalkan keberadaan preman, padahal tugas polisi justru membabat habis preman.

Sebelumnya diberitakan Polri berencana merekrut para preman pasar untuk mengawasi protokol kesehatan, utamanya penggunaan masker.

Diberitakan Kompas.tv, lewat cara ini warga diharapkan bisa lebih disiplin mematuhi protokol.

Meski demikian, Gatot menjamin preman-preman tersebut bekerja tak akan di lepas begitu saja. Mereka akan tetap dipantau oleh aparat TNI dan Polri.

 

ILUSTRASI TERTIB MASKER - Petugas gabungan TNI, Polri, Satpol PP dan Dishub DKI.Jakarta, menggelar operasi tertib masker di 57 titik wilayah ibukota, Kamis (10/9/2020). Kegiatan ini digelar dalam upaya meminimalisir penyebaran Covid-19 di Jakarta yang semakin tak terkendali dan membuat Gubernur Anies Baswedan melakukan tarik rem darurat dalam penanganan Covid-19.
ILUSTRASI TERTIB MASKER - Petugas gabungan TNI, Polri, Satpol PP dan Dishub DKI.Jakarta, menggelar operasi tertib masker di 57 titik wilayah ibukota, Kamis (10/9/2020). Kegiatan ini digelar dalam upaya meminimalisir penyebaran Covid-19 di Jakarta yang semakin tak terkendali dan membuat Gubernur Anies Baswedan melakukan tarik rem darurat dalam penanganan Covid-19. (WARTA KOTA/NUR ICHSAN)

Dengan begitu, pelaksanaannya di lapangan tidak menyalahi aturan, sehingga mereka bisa tetap mengedepankan cara-cara yang humanis untuk menegur warga.

"Kita harapkan menerapkan disiplin tapi tetap diarahkan oleh TNI-Polri dengan cara-cara humanis," ujar Gatot.

Kontroversial

Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel, mengatakan gagasan tersebut terlalu berisiko jika direalisasikan.

Kalangan yang dicap publik sebagai pelaku vigilantisme tidak mungkin berubah tabiat dan perilaku dalam waktu singkat.

"Sehingga, alih-alih efektif sebagai pamong masker, lebih besar kemungkinan mereka menyalahgunakan kewenangan.

Ujung-ujungnya, polisi -selaku perekrut jeger - yang rugi akibat tererosinya kepercayaan masyarakat," ujarnya, Minggu (13/9/2020).

ILUSTRASI - Sejumlah pengunjung terjaring razia masker yang dilakukan oleh Satpol PP Kota Semarang di Pasar Simongan, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (10/8/2020). Mereka yang kedapatan tidak mengenakan masker harus melakukan gerakan olahraga atau menghafal Pancasila dan lagu kebangsaan Indonesia.
ILUSTRASI - Sejumlah pengunjung terjaring razia masker yang dilakukan oleh Satpol PP Kota Semarang di Pasar Simongan, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (10/8/2020). Mereka yang kedapatan tidak mengenakan masker harus melakukan gerakan olahraga atau menghafal Pancasila dan lagu kebangsaan Indonesia. (Tribun Jateng/Hermawan Handaka)

 

 

"Tapi mari kita tafsirkan pernyataan Wakapolri dengan penuh empati. Polisi sesungguhnya pekerjaan superberat. Semakin ampun-ampun di masa pandemi. Tidak sebatas bekerja sebagaimana biasa, polisi sekarang harus menjalankan perpolisian Covid-19 atau Covid-19 policing," ujarnya.

Tidak hanya capek dengan tugas-tugas tambahan terkait pengendalian wabah di tengah masyarakat, personel polisi sendiri juga cemas menghadapi risiko tertular.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved