BATAM TERKINI
Sudah Kantongi Sertifikat Hak Milik Tapi Warga 3 Kampung Tua di Batam Tetap Harus Bayar UWTO
Meski sudah mengantongi sertifikat hak milik, ternyata warga di 3 kampung tua ini masih tetap punya kewajiban membayar UWTO.
Editor : Tri Indaryani
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Ketua Bapemperda DPRD Kota Batam, Muhammad Jefri Simanjuntak, mempertanyakan fungsi sertifikat Kampung Tua di Kota Batam yang telah dibagikan oleh Pemerintah Kota (Pemko) Batam.
Diketahui, pada tahun 2019, telah diterbitkan sertifikat hak milik bagi lahan di tiga titik Kampung Tua, yakni Kampung Tua Tanjungriau, Tanjunggundap, dan Sungai Binti.
DPRD Batam pun menyoroti status dan kegunaan sertifikat yang dibagikan pada masyarakat tersebut.
Pasalnya, hingga saat ini, BP Batam belum mencabut kewajiban pembayaran Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) untuk lokasi kampung tua tersebut.
"Lantas sertifikat ini statusnya apa? Sertifikat lahan kah? Atau sertifikat rumah? Bermanfaat nggak bagi masyarakat kalau ke bank?" Ujar Jefri, Jumat (2/10).
Ketiga titik kampung tua yang telah dibagikan sertifikat tersebut, menurut Jefri, belum ada pelepasan HPL dari BP Batam secara resmi.
Pemberian sertifikat tersebut hanya dalam rangka melaksanakan perintah dari Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.
DPRD Kota Batam pun telah berupaya berkoordinasi dengan pihak BP Batam, namun pembahasan secara komprehensif terkait masalah ini dari kedua belah pihak masih belum terwujud.
"Untuk itu, dalam waktu dekat DPRD Kota Batam akan melaporkan hal ini kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), supaya jelas," tegas Jefri.
• TERGANJAL Status Lahan, Ranperda RTRW Batam Kembali Batal Disahkan
Status Lahan Sejumlah Kampung Tua Bermasalah
Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Batam menunda pengesahan rancangan peraturan daerah (Ranperda) RTRW di Kota Batam.
Hal ini disebabkan, masih banyak permasalahan status lahan yang ditemui di beberapa titik kampung tua.
Ketua Bapemperda DPRD Kota Batam, Muhammad Jefri Simanjuntak, mengungkapkan, saat ini 37 titik kampung tua di Batam.
Dari jumlah tersebut, 17 titik di antaranya masih berada di dalam hak pengelolaan lahan (HPL) BP Batam, yakni seluas 115,26 hektar. Sementara itu, 7 titik lainnya juga bermasalah karena sebagian lokasinya tumpang tindih dengan kawasan hutan lindung, yakni seluas 29,31 hektar.
"Dan terdapat 170 penetapan lokasi (PL) yang telah diterbitkan di dalam lokasi kampung tua tersebut. Luasannya lebih kurang 360,19 hektar," ujar Jefri, Jumat (2/10/2020).
Mempertimbangkan status lahan tersebut, DPRD Kota Batam menyatakan belum mampu melanjutkan pembahasan Ranperda RTRW karena status lahan kampung tua yang belum jelas. Sesuai keputusan presiden (Kepres) Nomor 41 Tahun 1973, dinyatakan bahwa seluruh hak pengelolaan lahan di Batam berada di tangan BP Batam.
Namun, DPRD Kota Batam menyayangkan sikap BP Batam yang hingga kini belum menyelesaikan permasalahan lahan di kampung tua tersebut dengan cara mengeluarkannya dari HPL BP Batam.
• Pengesahan Ranperda RTRW Batam Molor, Syamsul Bahrum Koordinasi ke BP Batam, Jadi Atensi Kemendagri
Selain kendala tersebut, terdapat pula sejumlah pemukiman lama yang berdiri di kawasan lahan Bandara Internasional Hang Nadim Batam yang telah berdiri sebelum bandara dibangun atau pun BP Batam terbentuk.
"Sampai sekarang mereka belum ada kejelasan bagaimana status tempat tinggal mereka, bagaimana tentang ganti rugi, dan lain sebagainya," jelas Jefri.
Dalam hal ini, DPRD Kota Batam telah menyurati baik BP Batam maupun Pemerintah Kota (Pemko) Batam terkait permasalahan tersebut. Secara lisan, kedua belah pihak telah menjanjikan berbagai macam solusi, seperti ganti rugi PL, pembayaran uang wajib tahunan otorita (UWTO), atau pun relokasi lahan, dan lain sebagainya.
"Tapi Ranperda ini butuh kejelasan. Kami minta pertanggungjawaban secara tertulis," tegas Jefri. (TRIBUNBATAM.id/Hening Sekar Utami)