ROHANI KRISTEN
Doa Katolik Agar Menjadi Orang Kudus, Bersama Santo Fransiskus dari Asisi
Namanya Fransiskus dan karena dia berasal dari Asisi maka orang kudus ini kemudian dinamakan Santo Fransiskus dari Asisi.
Editor: Anne Maria
TRIBUNBATAM.id, BATAM – Pernahkah kamu mendengar Kota Asisi?
Atau bahkan pergi mengunjunginya?
Kota yang berada di Italia Tengah itu begitu spesial.
Keistimewaan kota tersebut sebab darinya lahirlah orang kudus dalam Gereja Katolik Roma.
Namanya Fransiskus dan karena dia berasal dari Asisi maka orang kudus ini kemudian dinamakan Santo Fransiskus dari Asisi.
Assisi merupakan sebuah kota yang muncul pada abad pertengahan.
Kota yang yang memiliki pegunungan, perbukitan dan hutan ini terletak di atas lembah Umbria dengan luas sekitar 8.456 kilometer persegi.
Pada abad pertengahan ada dua kekuatan yang menguasai wilayah tersebut; di satu pihak ada Kaisar Romawi dan di pihak lain ada Paus.

Sesuai dengan peran kedua pemimpin itu, dunia pada abad ini juga terdiri dari dua sisi yakni hal-hal yang kudus dan profan.
Kedua belah pihak yang mengambil bagian dalam dua kekuatan tersebut sering bertikai satu sama lain.
Pada masa ini, para ksatria berperang ke Tanah Suci untuk memenuhi ambisi politik dan iman mereka.
Di Kota Assisi pun, ada perbedaan yang jelas antara kaum bangsawan yang disebut “maiores” dan kaum “minores” yang terdiri dari pedagang.
Fransiskus sendiri lahir di Kota Asisi pada tahun 1182 dalam konteks sejarah ini.
Dia merupakan anak dari Pietro Bernardone, seorang pedagang pakaian kaya raya dan sering bepergian ke Perancis untuk urusan bisnis.
Karena kesibukannya tersebut, Pietro tidak sempat mendampingi istrinya, Pica ketika melahirkan Fransiskus.
Saat kembali ke rumah, dia mendapati bayinya sudah dibabtis di Gereja Katedral San Rufino dan telah diberi nama Giovanni artinya Yohanes.
Namun Pietro sendir bahkan tidak menyukai nama tersebut. Karena itu, dia mengganti nama putranya dengan Francesco artinya Fransiskus.
Nama ini lahir dari kekagumannya pada nama kota yang dia kagumi saat pergi untuk urusan dagang, yaitu Perancis.
Pada tahun 1198 terjadi konflik hebat di di Assisi setelah Inosensius III terpilih sebagai Paus.

Sebab, dia berusaha membuktikan dirinya sebagai negarawan besar dan memperkokoh supremasi gereja bahkan untuk masalah-masalah temporer.
Pada tahun itu, bangsawan Konrad dari Urslingen memimpin benteng Rocca di Assisi atas nama Kaisar.
Konrad melakukan perjalanan ke Spoleto untuk menyerahkan Mahkota Spoleto kepada Inosensius III.
Semua warga Assisi yang adalah kaum minores segera mendapat peluang kosong untuk merebut benteng tersebut.
Fransiskus saat itu kira-kira berusia sekitar 16 tahun pada saat itu; dia tentu saja ambil bagian dalam petualangan tersebut.
Sebab, seandainya Assisi berhasil menguasai benteng maka itu menandakan independensi warga Assisi sebagai “free comune” atau persekutuan yang bebas.
Perang saudara antara kaum bangsawan (maiores) dan warga kota (minores) pun tak terhindarkan lagi.
Pada tahun 1202, bangsawan-bangsawan Assisi yang ditawan di Perugia dikonfrontir di hadapan warga minores Assisi.
Fransiskus ambil bagian dalam perang di Collestrada, yang pada akhirnya banyak memakan korban tawanan dari pihak Assisi.
Fransiskus pun tertawan dan dipenjara selama 1 tahun di Perugia.
Namun, dia cukup beruntung karena ditebus dari penjara oleh ayahnya yang kaya dengan sejumlah uang.
Kesehatannya yang memburuk selama di penjara akhirnya membuatnya menghabiskan banyak waktu di tempat tidur pada tahun 1204.

Sewaktu Fransiskus pulih dari sakitnya, dia mulai menginginkan sesuatu yang lebih tinggi daripada yang pernah dialaminya selama ini.
Kali ini dia berkeinginan menjadi ksatria, apalagi usianya saat itu sangat cocok untuk seorang ksatria.
Romansa keksatriaan dan keingintenaran untuk ambil bagian dalam perang salib pun menjadi impian para pemuda termasuk Fransiskus.
Pada tahun 1204, dia mendapat kesempatan untuk pergi ke Puglie di wilayah Italia Selatan untuk bergabung bersama pasukan perang salib.
Dia diharuskan bertemu dengan Walter dari Brienne untuk bergabung dengan pasukannya.
Tetapi petualangannya tersebut tak berumur panjang.
Hari berikutnya, setelah melalui malam yang membuatnya terjaga di Spoleto, dia kembali ke Assisi.
Sekembalinya di Assisi, Fransiskus dicibir oleh teman-temannya dan ayahnya kecewa.
Idealismenya seakan-akan tercabik-cabik, masa depannya suram.
Satu-satunya solusi praktis untuk masalah ini nampaknya adalah mengikuti jejak ayahnya berjualan kain di toko.
Barangkali ini adalah solusi mudah bagi Pietro, tetapi tidak bisa meyakinkan Fransiskus.
Yang bisa ia lakukan hanyalah tinggal di dalam toko. Fransiskus juga sebenarnya bisa memilih hidup santai bersama teman-temannya.
Toh dia sudah terbiasa dengan itu semua; dia terbiasa boros dalam hal hiburan.
Dia juga sudah terbiasa jika teman-temannya memilihnya menjadi pemimpin dalam tiap pesta yang diadakan.
Mereka terbiasa bersenang-senang hingga larut malam, bernyanyi dengan suara keras di sekeliling jalan-jalan kota Assisi.

Namun Fransiskus menjadi bosan dengan hidup “ramai” ini. Bukan itu yang ingin diraihnya.
Maka dia mulai menjelajahi daerah-daerah pedalaman di sekitar Assisi seorang diri.
Pada masa ini Fransiskus sering pergi sendirian ke tempat-tempat tersembunyi dan masuk ke gua-gua, di situ dia menghabiskan waktu berjam-jam.
Sekembalinya dari tempat-tempat itu ke Kota Assisi, teman-temannya sering memperhatikan raut wajah Fransiskus yang nampaknya linglung.
Selain ke tempat-tempat tersembunyi, dia juga sering pergi ke dataran bawah Assisi.
Di situ terdapat kumpulan orang berpenyakit kusta. Pada suatu saat dia berjumpa dengan seorang penderita kusta.
Walaupun takut, dia tetap turun dari kudanya dan menyambut orang itu lalu menawarkannya uang, serta memberinya ciuman kasih.
Dia sering kali membagikan cerita perjumpaannya dengan orang kusta ini; bahkan menjelang kematiannya, dia menuliskan kenangan tersebut dalam wasiatnya.
Menjelang akhir tahun 1205, ada satu perjumpaan lagi yang mengubah hidupnya secara radikal.
Saat itu dia berada di dalam gereja tua yang hampir tak terurus di bagian bawah Kota Assisi.
Gereja itu bernama San Damiano, dikelola oleh seorang imam miskin.
Sang imam bahkan tak mampu membeli minyak untuk menyalakan lampu di hadapan gambar salib Kristus bergaya Byzantium.
Fransiskus memandang salib itu dengan terpesona. Salib tersebut saat ini masih bisa dilihat di Basilika Santa Klara Assisi.
Kristus digambarkan secara hidup pada salib itu. Corpusnya tidak tertancap pada kayu; tetapi tergambar.
Di latar belakangnya terdapat gambar malaikat-malaikat dan para kudus.
Mata Kristus tampak terbuka lebar dan walaupun darah terlukis keluar dari luka-lukanya, namun Dia seperti tidak merasa sakit.
Salib inilah yang “berbicara” kepada Fransiskus.
Kristus meminta Fransiskus untuk memperbaiki gereja tua tersebut, dengan menyebutnya “Gereja-Ku”.
Tentu saja di mata seorang muda seperti Fransiskus yang dimaksudkan dengan “Gereja-Ku” adalah gereja tua tersebut yang memang memerlukan perbaikan.
Maka dia memilih cara yang mudah. Dia pergi ke toko ayahnya, mengambil gelondongan kain mahal, pergi ke pasar Foligno, lalu menjual kain serta kudanya.
Kemudian dengan gembira dia kembali ke gereja tua untuk memberikan uang hasil penjualannya kepada imam miskin di sana.
Imam itu dengan bijak menolaknya karena tahu bahwa ayah Fransiskus pasti akan marah besar dengan tindakan eksentrik anaknya itu.
Namun demikian, dia mengizinkan Fransiskus untuk tinggal bersamanya di San Damiano sebagai “oblatus”.
Fransiskus menawarkan dirinya untuk melayani secara suka rela pada suatu gereja tertentu dengan tujuan menjalani hidup pertobatan.

Doa Santo Fransiskus dari Asisi:
Tuhan,
Jadikanlah aku pembawa damai,
Bila terjadi kebencian,
jadikanlah aku pembawa cinta kasih,
Bila terjadi penghinaan,
jadikanlah aku pembawa pengampunan,
Bila terjadi perselisihan,
jadikanlah aku pembawa kerukunan,
Bila terjadi kebimbangan,
jadikanlah aku pembawa kepastian,
Bila terjadi kesesatan,
jadikanlah aku pembawa kebenaran,
Bila terjadi kecemasan,
Jadikanlah aku pembawa harapan,
Bila terjadi kesedihan,
jadikanlah aku sumber kegembiraan,
Bila terjadi kegelapan,
jadikanlah aku pembawa terang,
Tuhan semoga aku ingin menghibur dari pada dihibur,
memahami dari pada dipahami,
mencintai dari pada dicintai,
sebab
dengan memberi aku menerima,
dengan mengampuni aku diampuni,
dengan mati suci aku bangkit lagi,
untuk hidup selama-lamanya.
Amin.
(TRIBUNBATAM.id/Thomm Limahekin)