Prancis Tingkatkan Kewaspadaan di Tengah Aksi Protes Muslim, Emmanuel Macron Menolak Mundur
Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin mengatakan pada Jumat (30/10/2020), lebih banyak serangan militan di negaranya kemungkinan besar terjadi.
Editor: Putri Larasati Anggiawan
TRIBUNBATAM.id, PARIS - Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin mengatakan pada Jumat (30/10/2020) kemarin, lebih banyak serangan militan di negaranya kemungkinan besar akan terjadi.
Prancis terlibat dalam perang melawan ideologi Islam menyusul serangan pisau mematikan kedua di kota-kotanya dalam dua minggu.
"Kami sedang berperang melawan musuh yang ada di dalam dan di luar.
Kami perlu memahami bahwa telah dan akan ada peristiwa lain seperti serangan mengerikan ini," kata Darmanin kepada radio RTL.
Tuan Darmanin berbicara sehari setelah seorang penyerang meneriakkan "Allahu Akbar" ("Tuhan Yang Maha Besar") memenggal kepala seorang wanita dan membunuh dua orang lainnya di sebuah gereja di Nice.
Pria itu ditembak polisi dan berada dalam kondisi kritis di rumah sakit.
Baca juga: Menlu Retno Marsudi Sebut 2 Miliar Umat Muslim Tersinggung atas Pernyataan Presiden Prancis
Komentarnya muncul ketika puluhan ribu Muslim melakukan protes di Pakistan, Bangladesh dan wilayah Palestina kemarin setelah pembunuhan di sebuah gereja Prancis.
Mendorong Presiden Emmanuel Macron untuk berdiri teguh melawan serangan terhadap nilai-nilai Prancis dan kebebasan berkeyakinan.
Serangan hari Kamis, pada hari kelahiran Nabi Muhammad, terjadi pada saat kemarahan Muslim yang meningkat di seluruh dunia karena pembelaan Prancis atas hak untuk menerbitkan kartun yang menggambarkan Nabi.
Prancis telah memperingatkan warganya bahwa mereka menghadapi risiko keamanan "di mana-mana" di dunia setelah serangan itu, Menteri Luar Negeri Jean-Yves Le Drian mengatakan kemarin.
Tuan Macron menolak untuk mundur. "Jika kami diserang, sekali lagi, itu untuk nilai-nilai kami, selera kami untuk kebebasan, kemungkinan di tanah kami untuk percaya dengan bebas," katanya pada hari Kamis, setelah berbicara dengan polisi dan staf darurat di basilika Notre-Dame di Nice.
"Kami tidak akan memberikan apa pun," tambahnya.
Presiden Prancis telah meningkatkan jumlah tentara yang dimobilisasi untuk operasi keamanan internal Sentinelle menjadi 7.000 dari 3.000 untuk melindungi situs penting seperti tempat ibadah dan sekolah.
Dia mengadakan rapat Kabinet keamanan kemarin.