Misteri Kematian 6 Laskar FPI Dikuliti di Mata Najwa, Kok Polisi Tidak Memborgol saat Menangkap?
Mata Najwa tadi malam mengupas kematian 6 orang laskar FPI mencoba menyingkap misteri kematian
TRIBUNBATAM.id - Masih banyak pertanyaan yang belum tersingkap. Siapa sebenarnya yang harus bertanggung jawab dalam kasus penembakan 6 orang laskar Front Pembela Islam (FPI) pada 7 Desember 2020 lalu?
Pertanyaan itu coba dikupas oleh Najwa Shihab tadi malam di acara Mata Najwa Silang Versi FPI-Polisi,
Mata Najwa menghadirkan narasumber dari Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik.
Seperti diketahui, rekonstruksi kasus penembakan 6 anggota laskar FPI sudah digelar secara terbuka termasuk dihadiri Komnas HAM namun perwakilan FPI tidak hadir.
Dala upaya menemukan kebenaran, Komnas HAM terjun langsung mencari bukti-bukti.
Komnas HAM ikut mengungkap kasus penembakan anggota Laskar FPI oleh aparat kepolisian. Pihaknya telah bertemu anggota keluarga anggota Laskar yang meninggal, Kapolda Metro Jaya, Dirut Jasa Marga, dan ahli forensik.
Komnas HAM juga memeriksa sejumlah saksi. Namun, sebagaimana disampaikan Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, keterangan saksi-saksi belum menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi.
“Ada keterangan saksi di lapangan yang memang tidak berkesesuaian. Misalnya soal jumlah tembakan yang terdengar. Arahnya dari mana suara tembakan itu,” Kata Ahmad.
“Kami mengumpulkan informasi dan bukti-bukti dari kedua belah pihak. Kami sudah bertemu pihak FPI dan beberapa pihak keluarga,” kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik.
“Lalu tim kami turun ke lapangan selama tiga hari untuk menemukan bukti-bukti. Ada selongsong peluru, ada sisa-sisa kendaraan yang (kondisinya) sepertinya saling bertubrukan,tambahnya.
“Keterangan dari saksi-saksi di lapangan memang belum menggambarkan apa yang sebetulnya terjadi. Masih ada puzzle yang kami kumpulkan. Butuh waktu dan ketelitian,"
“Itu untuk menjawab apa yang terjadi pada malam itu. Ini akan terkait apakah penembakan dianggap justified secara hukum atau tidak? Kalau tidak, berarti terjadi pelanggaran HAM,” kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik.
Nuansa Politik
Komnas HAM serius mengungkap kasus ini karena terkait juga dengan situasi politik nasional terbaru.
“Kita jangan cepat-cepat ambil kesimpulan sebelum dapat bukti2 yang komprehensif. Ini bukan soal enam FPI terbunuh saja, tapi nuansa politiknya kuat sekali,"
“Lebih baik kita bersabar untuk menunggu jawaban yang sebenar-benarnya. Apalagi ada nuansa politik. Itu akan membahayakan kita untuk mengambil kesimpulan berdasrkan fakta yang sebenarnya"
“Nuansa politik ini, kita harus hati-hati agar tidak menimbulkan lebih banyak problem lagi,”
“Ini bukan cuma soal terbunuhnya enam anggota FPI. Tapi kasusnya HRS sendir, juga sebetulnya menjadi nuansa politik. Kalau kita tidak cermat, ini akan membahayakan negara kita,” kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik.
Selain Ahmad Taufan Damanik, narasumber Mata Najwa tadi malam adalah Sekretaris Umum FPI - Munarman,
Anggota DPR Fraksi PKS - Mardani Ali Sera
Komisioner Kompolnas - Albertus Wahyurudhanto
Politikus PDIP - Anton Charliyan
Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti
Dua versi dan cerita berbeda dari polisi dan FPI.
Mana yang benar?
Tribun-timur.com (Tribun Batam Grup) mengutip akun resmi Mata Najwa berikut serunya talkhsow Mata Najwa tadi malam.
Sengkarut informasi mencuat dengan seketika, sangat sulit dihindari ragam versi yang beraneka
Enam anggotanya tewas diberondong oleh polisi, buntut banyak kejadian yang terjadi berhari-hari
Peristiwa penembakan yang menewaskan 6 laskar FPI pengawal Rizieq Syihab pada Senin, 7 Desember 2020 lalu, hingga kini kejelasan kasusnya masih abu-abu.
Inkonsistensi pernyataan datang dari dua arah, keganjilan-keganjilan klaim menjadi hal yang lumrah
Masih sangat banyak pertanyaan yang belum tersingkap, siapakah yang sebenarnya harus bertanggungjawab? Inilah Mata Najwa, Silang Versi FPI- Polisi
Sudah sepekan lebih pasca-peristiwa penembakan yang menewaskan enam laskar FPI. Masih banyak tanda tanya yang hingga kini belum terpecahkan, dan masing-masing pihak punya versi kronologi
Mata Najwa juga secara eksklusif mendapatkan penuturan salah satu anggota FPI yang berada dalam rombongan pengawalan pada peristiwa penembakan 7 Desember lalu.
“Malam itu lebih kurang ada 4 mobil yang mengawal keluarga HRS. Ada cucunya, ada anaknya, menantunya. Ada mobil kepala rombongan. Jadi ada 4 mobil laskar. Ada 24 orang total,” kata Sekretaris Umum FPI Munarman.
“Laskar itu tugasnya pengamanan di tiap acara-acara pengajian, dan pengawalan ustad-ustad FPI. Kita pernah punya fakta sejarah dari tahun 1963, banyak sekali kyai-kyai yang dibunuh, dipersekusi,” kata Sekretaris Umum FPI Munarman.
Laskar itu hanya penamaan saja, untuk membedakan dengan anggota FPI yang biasa. Mereka tidak pernah bawa senjata. Di kartu FPI juga disebutkan dilarang bawa senjata,” kata Sekretaris Umum FPI Munarman.
Munarman juga menceritakan ada insiden saat sebuah drone yang menguntit HRS dan rombongan.
"Sejak kepulangan HRS, beliau sudah disurveillance (dipantau dikuntit) yang memiliki sumber daya seperti itu kan sudah jelas. Pihak yang menguntit HRS punya kemampuan 24 jam. Peralatannya saya kira cukup canggih." Munarman, Sekretaris Umum FPI.
"Tanggal 4 kita sedang berada di Ponpes dan di situ ada peristiwa ada drone di atas ponpes dan drone itu tempat turunnya di mana kemudian laskar mendatangi"tambahnya.
Sementara Mantan Kapolda Sulsel yang kini menjadi politisi PDIP Anton Charliyan banyak membantah argumen Munarman.
"Ada sebab akibat, ada rekam jejak FPI ini melakukan aksi kekerasan dan intoleran yang cukup disesalkan kadang-kadang agak menantang bahkan terkesan meremehkan negara." kata Anton Charliyan, Politikus PDIP ini.
Berikut kata-kata penutup dari Najwa Shihab tadi malam:
1. Kekerasan tidak pernah bisa menuntaskan persoalan, hanya memicu balas dendam yang menjelma lingkaran setan
2. Amat penting menjauhi retorika yang mengobarkan api, segenap pemimpin wajib menjaga lidahnya sendiri.
3. Negara memang wajib mencegah yang mungkar sedari hulu, ujaran kebencian dari kubu mana pun perlu diburu
4. Janganlah mendiamkan jubir kebencian merajalela, atau justru berkongsi saat punya agenda bersama.
5. Hukum semestinya tegak dengan adil tanpa pandang bulu, siapa pun yang melanggar tak boleh dibiarkan berlalu.
6. Kebenaran tidak pernah pergi ke mana-mana, niscaya menunggu yang berhasil menyingkap tabirnya.
7. Terlalu banyak misteri dalam penegakan hukum kita, jangan sampai keadilan makin terasa jauh dari semua (tribun-timur.com/mansur am)
BACA BERITA TRIBUN BATAM LAINNYA DI GOOGLE NEWS:
Artikel ini juga dapat dibaca di Tribun Timur dengan judul Mata Najwa Semalam Apakah Polisi atau FPI yang Benar Kasus 6 Laskar FPI Tewas? Ini Kata Komnas HAM