KISAH INSPIRATIF
Dari Jualan Lakse, Yati Bisa Kuliahkan Anak dan Biayai S2 Suami hingga Beli Kebun
Dari hasil berjualan lakse, Yati bisa membiayai uang masuk kuliah sang suami, Suharizal yang kini berprofesi sebagai Guru dan membiayai kuliah anaknya
Penulis: Febriyuanda | Editor: Dewi Haryati
LINGGA, TRIBUNBATAM.id - Selain kaya potensi di sektor maritim, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepri juga terkenal sebagai daerah penghasil sagu.
Bahkan di sebagian wilayah Lingga, seperti di Kecamatan Lingga, industri sagu bisa mencapai 7 ton per Minggu untuk satu lokasi produksi.
Dari potensi sagu tersebut, tak heran banyak makanan khas Negeri Bunda Tanah Melayu ini yang berbahan dasar sagu.
Seperti laksa, atau yang sering disebut lakse di masyarakat Kepulauan Riau (Kepri), khususnya Lingga.
Makanan khas yang satu ini berbentuk seperti mi. Teksturnya kenyal dengan warna putih bening, dan diameternya lebih tebal.
Penyajian lakse ada dua jenis, yakni lakse kuah dan lakse kering atau goreng.
Baca juga: Nikmatnya Lakse Goreng Khas Melayu. Cek Resepnya di Sini
Baca juga: Nikmatnya Lakse Kuah Khas Kepri untuk Sarapan Besok, Gurih dengan Kuah Kaldu Ikan
Lakse kuah terdiri dari dua bagian. Pertama mi yang terbuat dari sagu, lalu kuahnya berbahan dasar santan kelapa dan ikan atau udang yang ditumbuk halus.
Selain itu ada beberapa rempah masakan seperti lada kering, ketumbar, jintan putih, adas manis, bawang merah, bawang putih, jahe, dan kunyit untuk menambah citarasanya.

Untuk variasi penyajian, biasanya dapat ditambah irisan mentimun, kecambah, daun kesom yang diiris halus sebagai penambah aroma, atau sayuran lain sesuai selera.
Cara membuat dan mengolah lakse terbilang sulit, karena tidak semua masyarakat Lingga bisa membuatnya.
Meskipun bentuknya sederhana, namun kuliner ini banyak diminati kalangan masyarakat Kepri maupun di luar daerah, baik muda maupun tua.
Tentunya ini menjadi peluang bisnis.
Seperti halnya Nurhayati atau yang lebih dikenal Yati, warga Lingga.
Ia telah memulai usaha penjualan lakse selama lima tahun.
Itu dimulai sejak dia pindah rumah ke Pasir Kuning, Kecamatan Singkep.
Ibu dari tiga anak ini, sebelumnya bertempat tinggal di Desa Penuba, Kecamatan Selayar.
Pada waktu itu dia juga membuka usaha menjual nasi dagang atau nasi lemak.
Yati mengantarkannya ke warung-warung dan pasar di Desa Penuba.
Wanita berumur 41 tahun ini mengakui, peluang usahanya lebih besar ketika dia pindah dan menjual lakse.
"Karena di sini penjual nasi dagang sudah banyak. Jadi saya ragu untuk membuka usaha itu lagi di sini," terang Yati saat berada di rumahnya kepada TribunBatam.id, Jumat (18/12/2020).
Ia memutuskan untuk berjualan lakse, tak disangka usahanya itu bisa dibilang sukses.
Dari hasil berjualan lakse, Yati bisa membiayai uang masuk kuliah sang suami, Suharizal yang kini berprofesi sebagai Guru PNS di SMPN 1 Selayar sejak 2008.
Saat itu suaminya ingin lanjut kuliah S2 di Universitas Islam Negeri (UIN), Pekanbaru. Hal itu dibenarkan suaminya.
"Ya benar, kemarin pakai uang dia untuk masuk di UIN. Sampai selesai kuliah kira-kira uangnya sudah terpakai Rp 50 juta dari hasil jualan lakse dan ditambah uang saya juga selebihnya," kata Suharizal.
Setamat Suharizal, kini anak mereka juga kuliah S1 di Pekanbaru.
Uang kuliahnya dari hasil berjualan lakse Yati ditambah penghasilan Suharizal sebagai guru.
Tak hanya membiayai kuliah suami dan anaknya, dari hasil berjualan lakse, Yati juga membeli kebun yang terletak di hutan air panas, Dabo, Kecamatan Singkep.
"Agak jauh masuk hutan lokasi kebunnya dari rumah kami," kata Yati sambil tersenyum ramah.
Yati memulai usaha lakse pertama kali pada 2015 lalu. Awalnya dia mengantar lakse ke warung-warung sekitar, lima puluh sampai seratus keping.
Saat itu penghasilannya sekira Rp 100 ribuan dalam sehari. Seiring waktu, lakse buatannya banyak diminati orang, bahkan sampai ke luar daerah.
"Pernah ada orang dari Singapura pesan 50 keping," ungkap Yati.
Kini setiap harinya Yati menjual lakse dengan mengantar ke warung-warung sebanyak 200 keping, ditambah pesanan langganannya.
"Orang banyak pesan kalau ada acara, Ramadan atau hari raya. Waktu Lebaran kemarin pernah sampai ada yang pesan tiga ribu keping.
Alhamdulillah untuk seminggu ada saja yang pesan," jelas Yati.
Dari penjualan lakse itu, Yati tidak terlalu banyak mengambil untung.
Satu keping dihargai Rp 500, jika pakai kuah hanya Rp 1000.
Keuntungan dari pengantaran ke warung sekira Rp 200-Rp 250 ribu dalam sehari.
Harga lakse ini terbilang sangat murah seperti yang dikatakan langganannya, Bu Soni.
Perempuan ini tinggal di Telex, Kecamatan Singkep.
"Saya sering pesan dengan Bu Yati karena murah, bagus kalau beli di sana. Selain murah enak pula," ungkap Bu Soni kepada TribunBatam.id.
Bagi warga yang ingin memesan lakse buatan Yati, bisa menghubungi nomornya di 082288794595.
(TribunBatam.id/Febriyuanda)
Baca juga berita Tribun Batam lainnya di Google