DPRD Kepri Setuju FTZ Batam, Bintan, Karimun, Tanjungpinang Disatukan
DPRD Provinsi Kepulauan Riau ( Kepri) mendukung rencana penyatuan FTZ Batam, Bintan, Karimun dan Tanjungpinang.
BATAM, TRIBUNBATAM.id - DPRD Provinsi Kepulauan Riau ( Kepri) mendukung rencana penyatuan FTZ Batam, Bintan, Karimun dan Tanjungpinang.
Namun sebelum penyatuan berlangsung, khusus untuk Batam harus ada penanganan khusus terutama masalah lahan.
"Jangan keluarkan RPP sebelum penyelesaian lahan. Kita minta presiden mengajak rakyat membahas (melalui DPRD)," ujar Anggota DPRD Kepri, Taba Iskandar, Jumat (15/1/2021), merujuk surat pimpinan dewan Kepri ke Presiden RI, Joko Widodo.
Diakuinya masalah lahan yang selama ini, kerap menjadi polemik antara BP Batam dan Pemko Batam.
Pihaknya meminta, lahan industri tetap kewenangannya di BP Batam, sementara lahan perumahan, kampung tua, termaksuk sekolah dan tempat ibadah, diserahkan kepada Pemko Batam.
Baca juga: Pengalaman Wawako Batam Amsakar Achmad Disuntik Vaksin Corona, Seperti Digigit Semut
"Penyelesaiannya bisa sebelum RPP melalui Kementerian ATR. Bisa juga penyelesaian direkomendasikan melalui Pengantar di RPP KPBPB," katanya.
Taba menegaskan, penyatuan FTZ BBK, membuat Wali Kota Batam, tidak mungkin menjabat ex officio. Selain itu, sifat ex officio sementara.
"Jadi, pengintegrasikan BP, tidak mungkin kepalanya ex officio. Tapi masalah lahan perumahan, serahkan ke Pemko. HPL BP di industri, bandara, pelabuhan," tuturnya.
Permintaan itu disampaikan Taba, karena dalam RPP itu, baru mengatur soal pejabat BP Batam.
Tidak ada diatur terkait dengan lahan yang selama ini menjadi persoalan mendasar antara BP batam dan Pemko Batam.
"Pemerintah pusat seperti melihat, tidak ada masalah. Padahal masalahnya lahan," katanya.
Pria yang sebelumnya menjabat tim teknis Dewan Kawasan (DK) ini, juga mendukung RPP, termasuk penentuan dalam RPP terkait dengan Kepala BP BBK.
"Karena konsep ex officio itu sasaran sementara. Bukan konsep akhir. Jadi, pimpinan BP harus orang profesional," tegas Taba.
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Koordinator Perekonomian RI, menyiapkan perubahan terhadap free Trade Zone (FTZ) Batam, Bintan, Karimun dan Tanjungpinang (BBKT). Perubahan itu mulai masterplan, regulasi hingga operator.
"Sekarang saat ini kita satukan masterplan dulu. Kemudian untuk lebih efektif, DK sekarang tiga, akan jadi satu. Kalau DK satu demikian (satu Kepala BP)," ujar Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian, Wahyu Utomo, Senin (14/12/2020) lalu saat berada di Batam.
Ia mengatakan ada 4 kawasan FTZ akan diatur dalam satu peraturan, satu Dewan Kawasan (DK) dan satu Badan Pengusahaan (BP). Dengan penyatuan FTZ, secara sendirinya harus dilakukan penyatuan DK. Demikian dengan rencana untuk menyatukan pimpinan Badan Pengusahaan (BP).
Wali Kota Batam sekaligus Kepala BP Batam tampak enggan menanggapi perihal RPP FTZ Batam, Bintan, Karimun, Tanjung Pinang.
Menurutnya keputusan ini berada pada Menteri Koordinator Perekonomian.
"Tunggu PPnya sajalah ya. Inikan baru finalisasi tadi malam. Dari semua sektor sudah. Tadi malam dengan pengusaha. Kita tunggu sajalah ya. Ini gaweannya pak Menko. Kita tunggu Pak Menko saja," ujar Rudi saat berada di Dataran Engku Puteri Batam Center, Jumat (15/1/2021).
Menurutnya Pemerintah Kota (Pemko) Batam dan BP Batam sudah membahas terkait hal tersebut. Terakhir dengan sektor pengusaha.
Dalam hal ini Rudi juga enggan menyebutkan perihal jabatannya dalam masa itu.
"Masih lama kan ya. Itukan 2024. Masa saya sebagai wali kotapun akan berakhir disitu," ujarnya sembari tersenyum.
Tanggapan DPRD Kepri
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepri telah memberikan tanggapan dan saran terhadap RPP tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas melalui surat pada 13 Januari 2021 lalu kepada Presiden RI, Joko Widodo. Hal ini diungkapkan oleh Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Riau, Jumaga Nadeak.
Adapun isi surat tersebut, yakni sebagai berikut :
Teriring salam dan do’a semoga Bapak Presiden dalam keadaan sehat wal’afiat. Melalui surat ini perkenankan kami menyampaikan saran dan tanggapan terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Berdasarkan kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan dengan memperhatikan aspirasi yang kami terima baik dari masyarakat, pelaku usaha, tokoh politik, tokoh-tokoh pemerhati bidang ekonomi, hukum dan sosial, serta mempertimbangkan kondisi yang terjadi saat ini, maka ijinkan kami menyampaikan hal-hal sebagai
berikut :
1. Pada prinsipnya DPRD Provinsi Kepulauan Riau menyambut baik dan mendukung penataan pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas melalui Rancangan Peraturan Pemerintah. DPRD Provinsi Kepulauan Riau juga mendukung rencana integrasi pengelolaan Kawasan FTZ dibawah satu Dewan Kawasan FTZ. DPRD Provinsi Kepulauan Riau juga mengharapkan integrasi Kawasan FTZ tersebut tidak hanya di tataran pengawasaan oleh Dewan Kawasan FTZ saja, namun juga dalam hal pengintegrasian Badan Pengusahaan (BP) Kawasan dengan hanya satu BP Kawasan saja untuk Kawasan FTZ Batam, Bintan, Karimun, dan Tanjungpinang (BBKT).
2. DPRD Provinsi Kepulauan Riau perlu menyampaikan bahwa histori dan tata kelola Kawasan FTZ Bintan, Karimun dan Tanjungpinang berbeda dengan histori Kawasan FTZ Batam. Dimana terdapat persoalan adanya konflik kepentingan dan kelembagaan antara Badan Pengusahaan Batam dengan Pemerintah Kota Batam terutama dalam hal pengelolaan lahan/pertanahan di Batam. Di Kawasan FTZ lain tidak terdapat konflik dengan pemerintah daerah karena FTZ-nya bersifat sebagian (enclave), tidak menyeluruh seperti FTZ Batam. Dalam FTZ Batam Pemerintahan Kota Batam berada dalam wilayah kawasan pengelolaan Badan Pengusahaan Batam. Sehingga memunculkan konflik kepentingan terutama dalam hal pengelolaan dan pengusahaan lahan di Batam. DPRD Provinsi Kepulauan Riau berpendapat bahwa persoalan keberadaan, status, kelembagaan, dan hubungan kerja antara Pemerintah Kota Batam dengan Badan Pengusahaan (BP) Batam agar dapat diselesaikan secara tuntas.
3. Dengan dibentuknya BP Kawasan FTZ Batam, Bintan, Karimun, Tanjungpinang (BBKT) maka konsekuensinya jabatan Kepala Badan Pengusahaan (BP) BBKT tidak memungkinkan berstatus ex-officio baik oleh Walikota maupun Bupati dalam wilayah BBKT. Sehingga status Walikota Batam yang saat ini secara ex-officio adalah juga merupakan Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam berdasarkan PP 62 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam tidak bisa dipertahankan lagi.
4. DPRD Provinsi Kepulauan Riau berpandangan bahwa untuk Hak Pengelolaan Lahan (HPL) pemukiman/masyarakat yang selama ini dikuasai oleh BP Batam sebaiknya dicabut dan diserahkan kewenangannya kepada Pemerintah Kota Batam. Sementara Badan Pengusahaan Kawasan FTZ tetap melakukan pengelolaan terhadap lahan yang peruntukannya untuk kawasan industri, pelabuhan, bandara dan beberapa aset vital lainnya yang berkaitan dengan investasi. Dengan demikian pelaksanaan otonomi daerah di Batam bisa berjalan sesuai dengan apa yang diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
5. Selanjutnya DPRD Provinsi Kepulauan Riau mengharapkan dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan juga pembahasan pengintegrasian serta penyusunan struktur BP Kawasan FTZ BBKT supaya mengikutsertakan DPRD Provinsi Kepulauan Riau sebagai representasi masyarakat Provinsi Kepulauan Riau.
6. DPRD Provinsi Kepulauan Riau berharap dan memohon agar kiranya Bapak Presiden dapat menunda penetapan Rancangan Peraturan Pemerintah menjadi Peraturan Pemerintah tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, sebelum terlebih dahulu menyelesaikan secara tuntas persoalan status, kelembagaan, hubungan kerja antara BP Batam dan Pemerintah Kota Batam.
Demikian disampaikan, atas perhatian dan kebijakan Bapak Presiden kami ucapkan terimakasih. (tribunbatam.id / Roma Uly Sianturi)
baca berita terbaru di google news