Predator Anak Beraksi di Batam, Psikolog: Proses Sembuhnya Tidak Mudah
Daftar Predator anak beraksi di Batam bertambah panjang. Bagaimana tanggapan psikolog melihat fenomena ini?
BATAM, TRIBUNBATAM.id - Daftar Predator Anak Beraksi di Batam bertambah panjang.
Itu setelah Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Kepri menangkap seorang pria bernama Rahardi Putra di kawasan Botania, Kecamatan Batam Kota, Selasa (19/1/2021).
Pria 21 tahun warga Kecamatan Sagulung, Kota batam, Provinsi Kepri ini nekat meniduri anak di bawah umur yang tertarik menggunakan jasanya.
Setidaknya sudah sepuluh anak di bawah umur yang menjadi korbannya.
Aksinya sejak 2018 hingga September 2020 itu, bahkan membuat dua korbannya hamil.
Satu korbannya bahkan sedang mengandung usia lima bulan.
Laporan dari korbannya yang tengah hamil ke Polda Kepri ini yang menjadi dasar polisi meringkusnya.
Sebelumnya di Awal Tahun 2021, Predator Anak Beraksi di Batam, tepatnya di Kecamatan Sekupang.
Tak tanggung-tanggung, Unit Reskrim Polsek Sekupang meringkus dua tersangka dalam satu hari.
Dua tersangka berinisial HS (36) dan AR (36) beraksi di dua lokasi berbeda.
Pelaku HS (36) tahun ditangkap setelah ia melancarkan aksinya kepada seorang anak di bawah umur RA (13) tahun.
Aksi bejat itu terjadi di kawasan di dekat Pos Tiban Danau, Sekupang, Selasa (29/12) pagi.
Ia dibekuk di Simpang Tiban, Kaveling KSB, Sekupang, Batam di hari yang sama.
Sementara tersangka AR punya ceritanya sendiri.
Ia mengajak korbannya yang masih TK jalan-jalan ke arah Marina.
Di lokasi itu, ia berbuat tak pantas kepada bocah laki-laki itu.
Orang tua pun diminta waspada akan Predator Anak Beraksi di Batam ini.
Lantas Bagaimana tanggapan psikolog? Apakah predator anak dapat disembuhkan?
Bagaimana pula cara pencegahannya?
Psikolog yang juga mitra kerja Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) untuk wilayah Jawa Timur, Dinuriza Lauzi, M. Psi punya cara pandang melihat peristiwa yang tejadi di Kota Batam ini.
Berikut ini percakapannya dengan TribunBatam.id:
TB: Apakah pelaku predator anak termasuk kelainan dan apakah ini merupakan bawaan lahir atau faktor lingkungan?
DL: Iya ini termasuk kelainan. Sebagian besar sih karena pengaruh lingkungan. Jadi kalau yang udah-udah ni ya kebanyakan, tapi bukan berarti seluruh kasus seperti itu.
Tapi kebanyakan rata-rata kasus ini karena faktor lingkungan, dia pernah menjadi korban, si pelaku pernah jadi korban, sebagai anak yang dilakukan hal yang kurang lebih sama oleh pelaku yang lainnya lagi.
Jadi masa kecilnya ini memiliki trauma tersendiri, nah pas besar mungkin dia punya dendam, atau sempat menikmati mungkin, tetapi seiring berjalannya usia, berjalannya pengetahuan, dia mulai memahami bahwa hal tersebut adalah hal yang diluar dari tindakan moral. Maka hal itu diredam sama dia, tapi dia tidak mampu meredamnya akhirnya dia coba untuk melakukannya seperti yang dilakukan pelaku terlebih dulu terhadap dia, misalnya dengan cara diam-diam atau sembunyi-sembunyi.
Jadi, kelainan iya, karena intinya adalah baik secara agama maupun secara hukum, secara moral dan secara budaya, di setiap negara manapun tidak ada yang namanya laki-laki dan perempuan ini melakukan sesuatu hubungan itu usianya jauh dibawah usia normal, jadi misalnya usia 6 tahun, atau 5 tahun itu dianggap tidak normal, jadi itu sudah di luar dari batas moral dan kesusilaan seperti itu.
TB: Lantas apa yang mendorong seorang predator anak untuk melakukan aksinya?
DL: Ya itu bisa jadi dia punya pengalaman traumatis waktu kecil, sehingga dia tidak mampu untuk kemudian melupakan pengalaman itu dan menjadi dendam, nah orang kadang kalau menjadi dendam itukan pilihannya cuma dua, dia menjadi ambil sisi kiri atau sisi kanan, nah sisi kiri misalnya dia akan membalaskan dendam pada orang lain lagi, nah sisi kanan adalah dia masuk ke dalam dirinya, dia dendam tapi merusak dirinya, misalnya jadi traumatis, atau atau jadi stres atau jadi gila dan sebagainya.
Nah seperti itu ya, kalau pengalaman-pengalaman yang terkait kekerasan seksual semacam itu,
Kita harus telusuri dulu motif pelaku, kemudian apa penyebab awalnya itu bagaimana itu harus kita telusuri, karena masing-masing kasus pasti ada keunikannya, tetapi yang bisa dikatakan rata-rata kasus itu adalah berkaitan dengan pengalaman masa lalu si pelaku yang mungkin dia pernah punya pengalaman sama menjadi korban.
TB: Korban-korban seperti apa nih yang menjadi incaran para pelaku, apakah mengincar semua anak atau anak dengan kriteria tertentu?
DL: Dia enggak menyincar semua anak, dia mengincar anak tertentu, anak tertentu yang punya karakteristik tertentu, misalnya si pelaku ini suka anak yang ceria dari pada anak yang pendiam, kenapa dia suka anak yang ceria, hanya pelaku yang tau jawabannya.
Bisa jadi karena dia pingin jadi seperti itu waktu kecil, tapi enggak mampu, jadi ada keinginan untuk tanda kutip melakukan pengrusakan ya, ini sisi jahatnya.
Itu dia ingin melakukan pengrusakan terhadap anak-anak yang seperti itu misalnya, atau misalnya dia suka anak yang rambutnya panjang, atau dia suka anak yang rambutnya keriting, atau dia suka usia-usia tertentu jadi enggak semua usia yang dia sasar untuk menjadi korbannya.
Contoh misalnya dia hanya menyukai anak usia 6 tahun tapi dia enggak suka sama anak yang usianya di atas 10 tahun, kira-kira 5 atau 6 tahunlah yang dia suka usia-usia TK jadi sasaran.
Alasannya kenapa, itu kebanyakan hanya si pelaku yang tau, jadi kita galinya dari pelaku dia yang lebih mengetahui motivnya kenapa memilih sasaran khusus spesifik semacam itu.
TB: Bagaimana modus-modus untuk mendekati anak-anak atau korban dalam melancarkan aksinya?
DL: Nah, ini tergantung kondisi dan situasi lingkungan, ada dulu kasus saya pernah dapat itu, dia malah menyasar anak-anak yang ikut TPA, tempat anak pengajian atau ngaji-ngaji sore. Nah biasanya ada anak yang sore-sore itu ngaji jam 4 habis ashar untuk menjelang magrib, nah dia menyasar anak-anak itu, jadi anak-anak yang pulang pengajian atau yang pergi pengajian itulah yang menjadi sasarannya dia.
Atau ada lagi saya pernah dapat kasus yang suka main bola, cara mendekatinya gimana, dia pikir karena anak-anak ini main bola, biasanya itukan enerjik kemudian ceria, pokoknya kita senanglah melihatnya tu penuh semangat, nah dia menyasar yang seperti itu, nah cara modusnya seperti apa.
Menonton bola misalnya ikut jadi penonton, memberikan semangat, memberikan dorongan kepada anak-anak, memuji jadi dia menonton itu sambil dia mengamati siapa korbannya.
Jadi sebetulnya menonton bola itu untuk mengamati calon korbannya, siapa kira-kira yang akan menjadi korban target selanjutnya, nah dia gayanya bagus banget gitukan kesannya seakan memberikan suport, kemudian dia memberikan iming-iming, siapa yang berhasil ngegoal nanti dapat permen atau uang atau dapat mainan, nah kira-kira modusnya seperti itu.
Kalau yang ngaji itu tanda kutip diculik ya, diculiknya itu bukan dengan penuh kekerasan, tapi dengan penuh kelembutan, bagaimana cara menculiknya, misalnya: dek-dek sini ke tempat om dulu yuk nah gitu, terus diajak ngobrol, dek mau kemana, mau ngaji, aduh dipuji-puji, anak kecilkan polos aja ya, namanya anak-anak senang aja gitu dapat pujian, nih dek dapat permen, jadi dia modus utamanya adalah Building Trust.
Pertama kali adalah Building Trust terhadap calon korban, setelah trust itu terbentuk, maka otomatis anakkan jadi longgar untuk kewaspadaannya, dan pada saat longgar itulah dia mulai masuk melancarkan aksinya akhirnya terjadilah peristiwa yang tidak menyenangkan tersebut. Jadi begitu kurang kebihnya
Kalau pengalaman dapat kasus yang jadi korban sodomi itu anak usia 7 tahun. Itu dia pergi ngaji dan kebetulan anak itu ganteng sekali.
TB: Bagaimana kemudian antisipasinya, agar tidak terjadi hal seperti itu?
DL: Saran saya pada anak-anak yang usia yang masih kecil, kita mungkin tidak bisa berbicara secara to the poin tentang bahayanya kejahatan ini, tetapi yang kita ingatkan adalah setiap dia mau pergi ke manapun dia harus Berdo'a itu satu, dia berdoa mohon keselamatan, jadi dia selalu terbiasa untuk mewaspadai dan mengingat bahwa ada perlindungan terhadap dirinya.
Yang kedua adalah pastikan bahwa dia tidak mudah menerima iming-iming dari orang lain, misalnya iming-iming dipanggil dek-dek ke sini dek, mau permen ga dek, itu lebih baik tidak diterima.
Jadi, pernah saya menyarankan adalah sebisa mungkin anak kalau ada orang yang menawarkan iming-iming entah itu, mainan, makanan, dan sebagainya, terimalah pada saat ada orang tua, jadi ada orang tua di samping anak, kalau tidak ada orang tua jangan diterima, nah itu salah satu yang pernah saya sampaikan, jadi, kalau orang tuanya ada kan jadi tau bahwa om ini atau tante ini memang rekan atau temannya orang tua, jadi aman kurang lebih begitu.
Kemudian juga pastikan bahwa, pada saat anak bermain, dia sesuai dengan izinnya kepada orang tua, jadi misalnya gini, dia izin main bola nah itu nanti jangan melenceng, main bola tapi taunya main ke tempat lain yang diluar main bola tersebut, atau izinnya mau pergi ngaji, tau-taunya habis dari ngaji pergi ke mana-mana, nah itu jangan!
Jadi, harus diajarkan disiplin semacam itu untuk memohon izin kepada orang tua sebelum bepergian ke mana-mana, agar apa?
Nah orang tua harus menyampaikan tujuannya, agar tidak terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan pada si anak, nanti orang tua jadi bingung, orang tua jadi sedih, nah gitu, apakah si anak mau lihat orang tuanya sedih, tentu enggak dan si anak pasti akan sedih kalau misalnya nanti terjadi sesuatu sama dia, dia akan sulit ketemu sama orang tuanya, jadi bisa disampaikan seperti itu.
Anak-anak umur TK gitu ya, biasanya sedeng-sedengnya main di luar sama teman-temannya, makanya setiap anak mau pergi, pastikan orang tua harus tau anak ini pergi pakai baju apa, dengan apa, apakah dengan sepeda, jalan kaki dan sebagainya, terus dia mau ngapain.
Misalnya lagi, dia mau main ke blok sebelah kalau tinggalnya di perumahan, saya mau main ke blok sebelah, blok mana, disekitar blok A,B,C,D misalnya gitu, yaudah di situ aja jangan nanti melenceng ke blok F, G, H, I, J, K misalnya gitu, jadi cukup sesuai dengan izinnya si anak, jadi kurang lebih seperti itu cara antisipasinya.
sisanya adalah kita serahkan gitu dan dia harus dibiasakan dari kecil untuk berdoa kepada yang di Atas kepada Allah, kepada Tuhan bahwa segala sesuatu itu harus pertolongannya Tuhan, intinya begitu.
TB: Apakah orang yang punya kelainan ini bisa disembuhkan?
DL: Nah ini agak panjang untuk prosesnya, jadi tidak mudah memang untuk menyembuhkan orang-orang seperti ini.
Makanya yang terbaru itu dari keputusan pemerintah bahwa hukuman kepada predator anak adalah dikebiri ya kalau saya tidak salah, itu saya sangat setuju
Menurut saya ini tidak bisa dikatakan sebuah, kok kejam banget ya sampai seperti itu hukumannya, menurut saya itu pantas, cukup pantas melihat kekejaman juga yang dia lakukan terhadap para korbannya, jadi ini bicara tentang keadilan,
makanya menurut saya apabila kita katakan bisa enggak kelainan ini disembuhkan, ini tergantung si pelaku, yang sudah-sudah banyak juga manipulasi, manipulasi dalam hal apa? karena dia takut dihukum, takut dipenjara dan sebagainya.
Jadi dia mencoba untuk menunjukkan sisi humanisnya, sisi baiknya, tapi kemudian sebetulnya tidak.
Paling yang bisa kita lakukan adalah pendekatan -pendekatan untuk melakukan pencerahan dan kesadaran secara penuh, dan saya setuju dengan hukuman bahwa untuk menghilangkan kelainan itu adalah dengan cara dikebiri, pokoknya hukuman terbaru kemarin itu dari pemerintah, saya setuju itu.
Menurut saya itu salah satu cara untuk meredam gejolak, hasrat, hawa nafsu, yang dimiliki predator anak saat nanti misalnya dia mendapat hukuman ni tarolah 5 tahun, kemudian dapat masa keringanan jadi 4 tahun atau 3 tahun, gampang banget pendek banget gitu rasanya, akhirnya setelah 3 tahun 4 tahun keluar.
Apakah ada jaminan dia kemudian tidak melakukan hal itu lagi? tidak ada yang bisa menjamin siapapun, nah jadi Bagaimana? tergantung proses selama dipenjara, selama proses dia mengalami kondisi penjara itu.
Yang sudah-sudah ni saya dengar juga, kalau penjara itu kondisinya kurang bagus, yang udah-udah malah macam-macam tambahannya, LGBT, malah sodomi sesamalah, jadi mengerikan juga gitu mendengar nya
Intinya adalah kita bisa mencoba dan mengusahakan, tapi tidak bisa memberikan jaminan ini akan berubah.
Walaupun saya yakin, saya selalu kembali pada pendekatan agama, menurut saya pendekatan agama itu is the best, dibandingkan pendekatan apapun, karena kita akan kembalinya ke poin situ.
Ketika seseorang menyadari bahwa apa yang dia lakukan itu sangat keji, sangatlah berdosa besar, maka itu akan menjadi perenungan buat kehidupannya dia.
Apakah kemudian dia akan mengulanginya lagi, wallahu a'lam, hidayahnya Tuhan, ridonya Allah.
Tapi yang pasti adalah pada saat dia melakukan perenungan kita akan memasukkan doktrin-doktrin baru untuk merubah paradigma berfikir dia yang punya kelainan itu, tetapi memang prosesnya tidak sebentar ini butuh proses yang cukup panjang,
Kalau kita bicara kasus-kasus sikologi, kasus yang berkaitan dengan hal-hal semacam ini tidak bisa dilakukan penyembuhan secara instan,
Nah jadi kurang lebihnya adalah pada saat dia diberikan atau sudah memulai memiliki perenungan terhadap kejahatan yang dia lakukan.
Jadi masuknya ke pendekatan agama itu, maka doktrin untuk mengubah cara berpikirnya dia akan lebih mudah untuk diterapkan walaupun butuh proses dan butuh waktu.
Tapi setidak-tidaknya ada doktrin tertentu yang masuk membuat dia memiliki benteng baru, bahwa apa yang dilakukan benar-benar berdosa, dan sangat keji.
Kondisi ini bisa sampai ke anak cucu saya bermasalah. Kurang lebih begitu. (Tribunbatam.id/Muhammad Ilham)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google
