Rusia Bergejolak, Vladimir Putin Ogah Bebaskan Kremlin Alexei Navalny
Situsiasi politik Rusia bergejolak saat ribuan orang mendesak Presiden Rusia Vladimir Putin membebaskan Kremlin Alexei Navalny.
TRIBUNBATAM.id - Situsiasi politik Rusia bergejolak saat ribuan orang mendesak Presiden Rusia Vladimir Putin membebaskan Kremlin Alexei Navalny.
Meski di tengah cuaca ekstrem, massa turun ke jalan melancarkan aksi.
Namun Vladimir Putin dengan tegas mengatakan membebaskan Kremlin Alexei Navalny adalah tindakan berbahaya dan ilegal, seperti dilansir Reuters.
Lebih dari 3.700 orang ditahan.
Polisi menggunakan kekerasan untuk membubarkan massa yang demo Sabtu akhir pekan lalu.
Kremlin Alexei Navalny menjalani hukuman 30 hari karena dugaan pelanggaran pembebasan bersyarat.
Dalam bantahan publik yang jarang terjadi atas tuduhan Navalny, Vladimir Putin menolak tuduhan yang dibuat Navalny lewat sebuah video.
Baca juga: Sosok Pemeran Wanita Pelaku Mesum di Halte Bus Jakarta, Belum Menikah Berusia 21 Tahun
Putin menepis tuduhan bahwa dia memiliki istana Laut Hitam yang mewah yang dibuat oleh teman-temannya dan terkadang menggunakan uang publik.
Putin, yang menghindari menyebut nama Navalny, juga mengatakan kepada mahasiswa pada hari Senin bahwa orang tidak boleh menggunakan aksi protes ilegal untuk memajukan kepentingan politik mereka sendiri.
“Setiap orang berhak untuk mengungkapkan pandangannya dalam kerangka yang ditentukan oleh hukum. Apa pun di luar hukum bukan hanya kontra-produktif, tapi berbahaya,” kata Putin.
Putin mengutip pergolakan yang disebabkan Revolusi Rusia 1917 dan runtuhnya Uni Soviet tahun 1991 sebagai contoh bagaimana tindakan ilegal dapat menyebabkan kesengsaraan orang dan karena itu harus dihindari.
Saat Putin berbicara, Leonid Volkov, sekutu Navalny yang sekarang berada di luar Rusia, mengumumkan rencana unjuk rasa pada pekan ini untuk menuntut kebebasan Navalny.
Putin mengatakan, dia tidak melihat video yang membuat tuduhan tentang istana Laut Hitam, meskipun dia telah menelusuri kompilasi video tersebut.
Putin mengatakan properti itu bukan miliknya.
“Tidak ada apa pun yang ditunjukkan di sana karena properti saya adalah milik saya atau kerabat saya dan tidak pernah menjadi milik (kami). Tidak pernah,” kata Putin.
Reaksi Uni Eropa
Soal aksi demo menuntut pembebasan Navalny, baik Uni Eropa maupun Amerika Serikat (AS) tidak akan mengambil tindakan cepat untuk meningkatkan tekanan pada Rusia.
Uni Eropa menyatakan akan menahan diri dari sanksi baru terhadap individu Rusia jika Kremlin membebaskan Navalny setelah 30 hari.
Uni Eropa akan mengirim diplomat utamanya ke Moskow minggu depan.
Presiden AS Joe Biden, yang mengupayakan perpanjangan lima tahun dari perjanjian kendali senjata START Baru dengan Rusia sebelum berakhir pada 5 Februari, mengatakan, dia tidak akan ragu untuk mengkritik Rusia, tetapi mengumumkan tidak ada tindakan baru untuk Rusia.
Biden mengatakan, dia telah meminta pembaruan tentang peretasan dunia maya besar-besaran yang dituduhkan pada Rusia yang menggunakan perusahaan teknologi AS SolarWinds Corp sebagai batu loncatan untuk menembus jaringan pemerintah federal AS.
"Saya tidak akan ragu untuk mengangkat masalah itu dengan Rusia," katanya kepada wartawan.
Moskow membantah terlibat dalam peretasan SolarWinds.
Ketegangan antara Moskow dan Washington telah berkobar karena protes Navalny.
Kementerian luar negeri Rusia mengatakan telah mengeluarkan protes diplomatik kepada Duta Besar AS untuk Rusia John Sullivan atas apa yang dipandangnya sebagai campur tangan dalam urusan dalam negerinya.
Dua negara Eropa lainnya, Perancis dan Jerman mengaku prihatin dengan perkembangan situasi di negara yang dikomandoi Presiden Vladimir Putin tersebut.
Dilansir dari Kompas.com, Selasa (26/1/2021), Jean-Yves Le Drian, selaku Menteri Luar Negeri Perancis mengatakan penangkapan massal yang dilakukan pemerintah Rusia terhadap para demonstran dianggap mengkhawatirkan.
“Ini pengabaian supremasi hukum, penangkapan kolektif dan preventif ini tidak dapat ditoleransi,” ujar Le Drian, Minggu (24/1/2021).
Le Drian menjelaskan adanya tindakan represif dalam menangani aksi unjuk rasa menuntut pembebasan Alexei Navalny merupakan sebuah langkah mundur.
“Saya menemukan kemerosotan ke arah otoritarianisme, dan ini sangat mengkhawatirkan,” imbuh Le Drian.
Dia pun mengajak kepada Pemerintah Rusia untuk berdialog terhadap permasalahan yang terjadi.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas sebelumnya sudah mengecam penangkapan Alexei Navalny yang kembali dari perawatan di Jerman.
Dia menyebut bahwa Navalny memilih untuk kembali ke Rusia karena di sanalah dia merasakan berada di rumahnya dan ingin melaksanakan kiprah politiknya.
“Bahwa dia ditahan pada saat kedatangannya oleh otoritas Rusia, itu sama sekali tidak bisa dipahami,” kata Heiko Maas kepada televisi Jerman.
Sebagaimana diketahui, Tim Navalny mengatakan, di Moskwa saja sekitar 40.000 orang berpartisipasi dalam aksi portes.
Sementara kepolisian mengatakan yang ikut protes jauh lebih sedikit.
Aksi protes di Rusia pada Sabtu (23/1/2021) akhir pekan lalu digelar di lebih 100 kota dari Siberia sampai St Petersburg.(*)
baca berita terbaru lainnya di google news
sumber: Kontan