KISAH PERANTAU BATAM

Zulkifli Berjuang Demi Ibu di Tengah Kerasnya Hidup di Batam, Jual Kacang hingga Koran

Para perantau rata-rata merasakan kerasnya hidup di Batam, tidak terkecuali Zulkifli.

TRIBUNBATAM/RONNYE
Para perantau rata-rata merasakan kerasnya hidup di Batam, tidak terkecuali Zulkifli. 

BATAM, TRIBUNBATAM.id - Para perantau rata-rata merasakan kerasnya hidup di Batam, tidak terkecuali Zulkifli.

Mereka memeras keringat, merasakan terik matahari agar bisa bertahan hidup.  

Meski ada yang bertahan, banyak pula yang menyerah dan pilih pulang ke daerah asal.

Namun tidak bagi Zulkifli.

Lima tahun sudah pria sal Tembilahan Riau ini merantau ke Batam.

Kondisinya serba terbatas.

Kesehariannya, Zulkifli mencari rezeki dipersimpangan lampu merah.

Pria yang akrab disapa Zul tersebut menghabiskan waktu hingga 8 jam untuk berjualan Kacang tanah siap saji hingga koran di simpang empat Bandara, Batam.

Baca juga: KISAH Anggota DPRD Batam Udin P Sihaloho Pemulung Sukses, 3 Periode Jadi Wakil Rakyat

Saat ditemui Tribun Batam.id Minggu, (31/01/2021) sore Zul mengaku saat ini ia tidak mempunyai pilihan lain selain berjualan kacang dan juga koran di lampu merah.

"Saya sudah 5 tahun hidup dijalan, saya akan tetap bertahan hidup di jalan demi mama saya yang kini sudah tua dan sering sakit-sakitan," ujar Zul.

Pria kelahiran Tembilahan 20 Desember 1977 tersebut saat ini tinggal berdua bersama sang ibu di sebuah kamar kos berukuran kecil di daerah Bunga Raya, Botania 1 atau tidak jauh dari Bundaran sekolah SMAN 3 Batam.

Zul mengakui kamar berukuran kecil tersebut ia sewa seharga Rp 550 ribu per bulan.

Dengan harga tersebut ia mengaku sangat berat baginya, sehingga sering kali ia harus mencicilnya beberapa kali dalam satu bulan.

"Untung saja ibu kosnya masih mau saya cicil kalau tidak mungkin kami sudah di usir dari Indekos tersebut," katanya.

"Pak RW dilingkungan kami ini sangat baik dan perhatian ia sudah saya anggap seperti saudara sendiri, hal ini yang membuat saya beta tinggal di sini," tuturnya seraya menatap ke arah Wartawan Tribun Batam.id.

Zul sendiri merupakan anak kedua dari 2 bersaudara yang kini tinggal berdua bersama ibunya di Kota Batam.

Ayah Zul sudah lama meninggal dunia karena sakit.

Sedangkan abang Zul yang pertama tinggal di salah satu kos yang berbeda bersama istri dan anaknya.

Ia mengaku sejak 2014 yang lalu datang ke kota Batam bersama ibunya.

Ia sempat bekerja menjadi tukang cuci piring di sebuah rumah makan di kawasan Botania.

"Sekitar 2 tahun saya sempat kerja disalah satu rumah makan, namun lantaran rumah makannya pindah sehingga saya memutuskan untuk tidak bekerja lagi di rumah makan tersebut," imbuhnya.

Kini ia harus membanting tulang untuk terjun ke lapangan, dan wajib berjualan untuk mendapatkan uang.

"Setiap hari saya membawa pulang uang Rp 20 ribu, uang tersebut saya langsung belikan nasi bungkus sebanyak dua bungkus dengan harga masing-masing Rp 10 ribu per bungkus, untuk dikonsumsi saya dan ibuku" ujar Zul.

Saat ini ia mengaku tidak memiliki uang lebih apalagi simpanan.

"Hari ini saya dapat uang hari ini juga langsung habis om," tutur Zul dengan wajah lesu.

Untuk membayar kos ia mengaku terkadang ada orang baik yang ngasih lebih, uang tersebut yang ia pakai untuk mencicil kosannya.

Anak dari ibu Rahima tersebut meski sudah berumur hingga saat ini ia belum menikah.

Ketika disinggung soal asmara Zul mengaku ia tidak berani meminang wanita lantaran tidak memiliki uang lebih untuk biaya nikah.

"Untuk kebutuhan diri sendiri saja sudah terancam gimana mau menanggung biaya hidup anak orang Om," ujarnya sembari menundukkan kepalanya.

Meski hidup serba pas-pasan dan terbatas ia mengaku tetap berdoa semoga dijauhkan dari penyakit. (TRIBUNBATAM.id/ Ronnye Lodo Laleng)

baca berita terbaru di google news

Sumber: Tribun Batam
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved