Redam Aksi Unjuk Rasa Militer Myanmar Berlakukan Jam Malam, Warga Myanmar: Kami Tak Takut

Para pengunjuk rasa membawa plakat anti-kudeta termasuk "Kami ingin pemimpin kami", mengacu pada Aung San Suu Kyi, dan "Tidak ada kediktatoran"

Penulis: Mairi Nandarson | Editor: Mairi Nandarson
AFP
Polisi menembakkan air cannon untuk membubarkan aksi unjuk rasa menentang Kudeta Militer Selasa (9/2/2021) sehari setelah Junta Militer memberlakukan jam malam larangan berkumpul lebih dari 5 orang. 

NAYPYIDAW, TRIBUNBATAM.id - Militer Myanmar memberlakukan jam malam setelah beberapa hari terjadi aksi unjuk rasa menentang kudeta militer yang mereka lakukan.

Junta Militer mengeluarkan peringatan bahwa mereka akan mengambil tindakan terhadap aksi demonstrasi yang mengancam stabilitas.

Ketua Junta Militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing menyampaikan pidato di televisi Senin (8/2/2021) malam untuk membenarkan perebutan kekuasaan, setelah menyaksikan ratusan ribu orang berdemonstrasi menentang kudeta.

Militer kemudian mengumumkan larangan pertemuan lebih dari lima orang di Yangon, pusat komersial negara, serta Naypyidaw dan daerah lain di seluruh wilayah di Myanmar.

Lokasi-lokasi yang disebut adalah di mana terjadi demonstrasi besar-besaran, termasuk kota terbesar kedua Mandalay.

Sejumlah pengunjuk rasa ditangkap polisi
Sejumlah pengunjuk rasa ditangkap polisi

Militer Myanmar juga memberlakukan jam malam di lokasi-lokasi aksi protes berlangsung.

Sementara itu, Polisi membubarkan aksi unjuk rasa yang masih berlangsung Selasa (9/2/2021).

Polisi menembakkan peluru karet ke pengunjuk rasa anti-kudeta di ibu kota Myanmar Selasa (9/2/2021).

Namun, beberapa di antara melepaskan peluru timah.

Peluru timah yang digunakan polisi Myanmar untuk membubarkan massa
Peluru timah yang digunakan polisi Myanmar untuk membubarkan massa

Aksi unjuk rasa belum berhenti menentang larangan militer pada unjuk rasa.

Protes meletus selama 4 hari berturut-turut menentang kudeta pekan lalu yang menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi, 

Di Naypyidaw, ibukota terpencil yang dibangun rezim militer sebelumnya, saksi mata mengatakan polisi menembakkan peluru karet ke pengunjuk rasa setelah sebelumnya meledakkan mereka dengan meriam air.

"Mereka melepaskan tembakan peringatan ke langit dua kali, kemudian mereka menembak (ke arah pengunjuk rasa) dengan peluru karet," kata seorang penduduk kepada AFP, dan dia melihat beberapa orang terluka.

Seorang reporter AFP di lapangan mengkonfirmasi bahwa tembakan telah dilepaskan. 

Sejumlah peserta aksi yang berlangsung di berbagai bagian Yangon, termasuk dekat markas Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), partai pemimpin yang digulingkan Aung San Suu Kyi, ditahan militer. 

Tembakan water cannon kepada pengunjuk rasa anti junta militer di Myanmar, Selasa (9/2/2021)
Tembakan water cannon kepada pengunjuk rasa anti junta militer di Myanmar, Selasa (9/2/2021)

Seorang saksi mata mengatakan kepada Reuters bahwa para demonstran melarikan diri saat senjata ditembakkan ke udara, tetapi tidak ke arah kerumunan.

Saksi tersebut mengatakan polisi pada awalnya menggunakan meriam air dan mencoba mendorong kerumunan besar kembali, tetapi para demonstran menanggapinya dengan proyektil.

Rekaman di media sosial menunjukkan orang-orang berlari, dengan suara beberapa tembakan di kejauhan.

Video di Bago, timur laut pusat komersial Yangon, juga menunjukkan polisi menembakkan meriam air dan menghadapi kerumunan besar.

Polisi menangkap sedikitnya 27 demonstran di kota terbesar kedua Mandalay, termasuk seorang jurnalis, kata organisasi media setempat.

Protes baru juga muncul di berbagai bagian Yangon, termasuk di dekat markas Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), partai pemimpin yang digulingkan Aung San Suu Kyi.

Para pengunjuk rasa membawa plakat anti-kudeta termasuk "Kami ingin pemimpin kami", mengacu pada Aung San Suu Kyi, dan "Tidak ada kediktatoran".

Di kotapraja San Chaung - di mana pertemuan besar secara khusus dilarang - sejumlah guru berbaris di jalan utama, melambaikan hormat tiga jari yang telah menjadi ciri khas para pengunjuk rasa.

"Kami tidak khawatir dengan peringatan mereka."

"Itu sebabnya kami keluar hari ini."

"Kami tidak dapat menerima alasan mereka melakukan penipuan suara."

"Kami tidak ingin ada kediktatoran militer," kata guru Thein Win Soe kepada AFP.

Aksi warga Myanmar menolak Kudeta Militer
Aksi warga Myanmar menolak Kudeta Militer

JANJI MILITER

Dalam pidatonya di televisi, yang pertama sejak kudeta, Min Aung Hlaing menegaskan perebutan kekuasaan dibenarkan karena "kecurangan pemilih".

NLD memenangkan pemilihan nasional November lalu dengan telak, tetapi militer tidak pernah menerima keabsahan suara tersebut.

Tak lama setelah kudeta, militer mengumumkan keadaan darurat selama satu tahun dan berjanji untuk mengadakan pemilihan baru.

Min Aung Hlaing pada hari Senin bersikeras militer akan mematuhi janjinya.

Dia juga menyatakan bahwa segalanya akan "berbeda" dari pemerintahan 49 tahun sebelumnya, yang berakhir pada 2011.

“Setelah tugas masa darurat selesai, pemilihan umum multi partai yang bebas dan adil akan diselenggarakan sesuai konstitusi,” ujarnya.

"Partai pemenang akan dialihkan tugas negara sesuai dengan standar demokrasi."

Tapi janji itu disertai ancaman.

Dalam menghadapi gelombang pembangkangan yang semakin berani, militer merilis pernyataan di TV pemerintah pada hari Senin yang memperingatkan bahwa penentangan terhadap junta adalah melanggar hukum.

“Tindakan harus diambil sesuai dengan hukum dengan langkah efektif terhadap pelanggaran yang mengganggu, mencegah dan menghancurkan stabilitas negara, keamanan publik dan supremasi hukum,” kata pernyataan yang dibacakan oleh penyiar di MRTV.

OUTRASE GLOBAL

Amerika Serikat telah memimpin seruan global kepada para jenderal untuk melepaskan kekuasaan, dan mengeluarkan pernyataan baru pada hari Senin menyusul peringatan junta terhadap para pengunjuk rasa.

"Kami mendukung rakyat Burma dan mendukung hak mereka untuk berkumpul secara damai, termasuk memprotes secara damai untuk mendukung pemerintah yang dipilih secara demokratis," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price Senin, menggunakan nama lama Myanmar.

Price juga mengatakan permintaan AS untuk berbicara dengan Aung San Suu Kyi ditolak.

Paus Fransiskus pada hari Senin menyerukan pembebasan segera para pemimpin politik yang dipenjara.

"Jalan menuju demokrasi yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir secara kasar terganggu oleh kudeta minggu lalu," katanya pada pertemuan para diplomat.

"Ini telah menyebabkan pemenjaraan para pemimpin politik yang berbeda, yang saya harap akan segera dibebaskan sebagai tanda dorongan untuk dialog yang tulus."

Dewan Hak Asasi Manusia PBB mengatakan akan mengadakan sesi khusus yang relatif jarang pada hari Jumat untuk membahas krisis tersebut. (*)

.

.

.

sumber: channelnewsasia, baca juga berita lainnya di Google News

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved