Blak-blakan Jhoni Allen Saat Bertemu SBY: Jadi Presiden 10 Tahun kok Gak Mikirin Kantor Demokrat?
Menurut Jhoni, hal tersebut disampaikan langsung oleh SBY saat keduanya bertemu di Cikeas 16 Februari 2021 lalu.
TRIBUNBATAM.id, SIBOLANGIT- Jhoni Allen blak-blakan katakan hal ini saat bertemu Susilo Bambang Yudhoyono.
Seperti diketahui kisruh Partai Demokrat masih jadi perbincangan hangat publik saat ini.
Hingga kini, kisruh dua kubu di Partai Demokrat kian meruncing.
Kedua pihak terus terlibat saling tuding dan bantah.
Kali ini, kubu Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Sumatera Utara, kembali buka-bukaan soal internal Partai Demokrat versi kepemimpinan AHY.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat versi KLB, Jhoni Allen Marbun mengungkapkan, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengetahui dan membenarkan adanya mahar Pilkada yang dikenakan kepada kader.
"Saya sampaikan ini pada saat pertemuan saya dengan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono di Cikeas tanggal 16 Februari 2021 lalu. Saya sampaikan, termasuk mahar-mahar Pilkada," kata Jhoni di Jakarta, Kamis (11/3/2021) seperti dikutip Kompas.tv.

Saat itu, kata dia, SBY juga menyebut bahwa mahar tersebut digunakan untuk membeli kantor Partai Demokrat di Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat.
"Beliau mengatakan, (mahar Pilkada) membeli kantor di Proklamasi," lanjut dia.
Mendengar perkataan SBY, Jhoni pun mengaku kaget dan lantas menanyakan kepada SBY mengapa selama 10 tahun menjabat sebagai Presiden dari dukungan Demokrat, tidak berkontribusi untuk menyediakan kantor.
"Loh, Bapak dulu presiden 10 tahun kok nggak mikirin kantor. Kenapa harus keringat dari DPC dan iuran dari fraksi tingkat II, tingkat I," tanya Jhoni.
Selain itu, mantan kader Demokrat versi Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ini mengkritisi perihal perubahan mukadimah atau pembukaan versi awal Partai Demokrat tahun 2001.
Dia menegaskan, mukadimah partai sejatinya tidak bisa diubah.
Oleh karenanya, ia akan melaporkan soal perubahan mukadimah Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) ke pihak berwajib.
"AHY harus bertanggungjawab melakukan perencanaan terstruktur, masif, dan tertulis, merampas hak-hak demokrasi, merampas hak-hak kedaulatan dari kader Demokrat dari Sabang sampai Merauke," jelasnya.
"Dan ini akan kita laporkan sebagai pemalsuan khususnya pembukaan atau mukadimah AD/ART tidak sesuai dengan mukadimah awalnya pendirian Partai Demokrat," sambung dia.
Diberitakan sebelumnya, mantan Kepala Kantor Demokrat Muhammad Rahmat membeberkan beberapa kejanggalan dalam tubuh Partai Demokrat di bawah kepemimpinan AHY, salah satunya setoran dalam Pilkada.
Menurutnya, hal ini sudah dirasakan oleh para kader Demokrat di daerah.
Atas dasar itulah para kader menginginkan digelarnya KLB.
"Setoran dalam Pilkada, kader-kader Demokrat yang berdarah-darah di daerah itu tidak bisa menjadi calon kepala daerah, karena maharnya kalah nilainya dengan calon kepala daerah lain," tuturnya dalam konferensi pers Demokrat kubu kontra AHY, Selasa (9/3/2021).
Salah satu alasan itulah yang membuat sejumlah kader sepakat menggelar KLB.
Para kader, kata Rahmat, kemudian meminta ada motor penggerak yang dipelopori oleh tokoh-tokoh senior Demokrat.
"Tentu mereka tidak berani satu-satu, dan harus ada motor penggerak yang dipelopori oleh Bang Darmizal, Bang Jhoni Allen, dan rekan-rekan senior yang lain, sehingga lahirlah KLB di Deli Serdang," jelas dia.
Baca juga: Para Penggagas KLB Partai Demokrat Kumpul dan Konpers, Kok Ketum Moeldoko Tidak Ikut?
Bantahan Kubu AHY
Sementara itu, Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani menanggapi pernyataan Jhoni Allen Marbun mengenai perubahan Mukadimah Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Demokrat dalam Kongres V 2020.
Ia menilai, perubahan mukadimah yang dilakukan dalam sebuah kongres adalah sah.
Hal ini lantaran kongres merupakan lembaga yang memiliki kewenangan tertinggi dalam partai.
"Kongres sebagai lembaga dengan kewenangan tertinggi berwenang mengubah AD/ART termasuk mengubah mukadimah jika menjadi kesepakatan kongres," kata Kamhar dalam keterangannya, Kamis (11/3/2021).
Kamhar menjelaskan, mukadimah dalam AD/ART memungkinkan untuk direvisi apabila dinilai perlu guna merespons dinamika dalam ruang dan waktu.
Ia menilai, revisi terhadap mukadimah itu mampu membuat isi mukadimah lebih adaptif, relevan dan tidak anakronis.
"Pernyataan Jhoni Allen Marbun tentang ini mencerminkan sikap feodal dalam berorganisasi dan obskurantis," ucapnya.
Dia menambahkan, kubu kontra AHY yang disebutnya Gerakan Pengambilalih Kepemimpinan Partai Demokrat (GPK-PD) terindikasi terjebak romantisme masa lalu.
Menurut Kamhar, kelompok ini mengabaikan regenerasi dan sulit menerima kenyataan kehilangan kekuasaan sebagai konsekuensi logis pergantian kepengurusan serta posisi Demokrat yang kini berada di luar pemerintahan.
"Karenanya, melalui KLB ini mereka berharap syahwat ingin berkuasanya dapat terlayani, baik sebagai jajaran pimpinan utama Partai Demokrat maupun sebagai bagian dari koalisi pemerintah yang mendapat akses dan porsi menikmati kue kekuasaan," nilai dia.
Lanjut Kamhar, hal tersebut terkonfirmasi dari pernyataan kelompok KLB yang menyebut telah mempersiapkan kader masuk dalam pemerintahan.
Dia juga menilai, kelompok KLB terindikasi gagal move on karena masih menggunakan AD/ART Partai Demokrat tahun 2005 sebagai pedoman dan acuan memberi legal standing KLB.
"Ini sulit diterima dan bertentangan dengan akal sehat. Di organisasi manapun, AD/ART yang berlaku sebagai hukum adalah AD/ART yang terbaru yang disepakati dan ditetapkan dalam forum pengambilan keputusan untuk itu yang sah dan legal," tuturnya.
Atas dasar tersebut, lanjut Kamhar, Partai Demokrat tetap menilai hasil Kongres V 2020 merupakan yang sah.
Ia juga mengatakan, kelompok KLB terkesan memaksakan diri menggunakan AD/ART tahun 2005.
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jhoni Allen Sebut SBY Tahu Soal Mahar Pilkada dan Digunakan Untuk Beli Kantor Demokrat" dan "Bantah Jhoni Allen, Demokrat Nilai Perubahan Mukadimah Sah Dilakukan”