11 Poin Telegram Kapolri Terbaru, Media Massa Dilarang Tampilkan Tindakan Kekerasan Aparat Polisi
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat telegram soal ketentuan peliputan media massa terkait tindak pidana atau kejahatan keke
TRIBUNBATAM.id - Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat telegram soal ketentuan peliputan media massa terkait tindak pidana atau kejahatan kekerasan.
Satu diantara poin dalam telegram tersebut adalah Kapolri meminta agar media tidak menyiarkan tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan.
Telegram dengan nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 ini ditandatangani oleh Kadiv Humas Pol, Inspektur Jenderal Argo Yuwono atas nama Kapolri.
Hanya anggota Polri yang berkompeten yang boleh melakukan dokumentasi.
Berikut ini 11 poin dalam surat telegram yang dimaksud:
1. Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan. Kemudian diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis;
2. Tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana;
3. Tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian;
4. Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan;
5. Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual;
6. Menyamarkan gambar wajah dan indentitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya;
7. Menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya yaitu anak di bawah umur;
8. Tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku;
9. Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detil dan berulang-ulang;
10. Dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten;
11. Tidak menampilkan gambaran secara eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak.
Reaksi Dewan Pers
Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Arif Zulkifli meminta Polri menjelaskan telegram Kapolri terkait kegiatan peliputan bermuatan kekerasan yang dilakukan polisi atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik.
Menurut Arif, isi dari telegram tersebut masih belum jelas apakah ditujukan untuk media internal Polri atau media massa secara umum.
"Polri harus menjelaskan telegram tersebut apakah pelarangan tersebut berlaku untuk media umum atau media internal atau kehumasan di lingkungan kepolisian," ujar Arif kepada Kompas.com, Selasa (6/4/2021).
Arif tidak menginginkan ada kebingungan atau salah tafsir dalam mengimplementasikan TR Kapolri tersebut.
"Jangan sampai terjadi kebingungan dan perbedaan tafsir. Terutama jika kapolda di daerah menerapkannya sebagai pelarangan media umum," ucapnya.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebelumnya menerbitkan surat telegram yang mengatur soal pelaksanaan peliputan bermuatan kekerasan yang dilakukan polisi/dan atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik.
Telegram dengan nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 itu diteken Listyo Sigit pada 5 April 2021, ditujukan kepada pengemban fungsi humas Polri di seluruh kewilayahan.
Peraturan itu dibuat berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Perkap Nomor 6 Tahun 2017 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi pada Tingkat Mabes Polri, dan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/KPI/03/2012.
TONTON YOUTUBE__TRIBUN BATAM.ID :
Artikel ini telah tayang di kompas.com