Gempar Vaksin Covid-19 Mengandung Magnet, Koin Menempel di Lengan Bekas Suntikan, Ini Faktanya
Baru-baru ini beredar postingan seorang wanita yang memperlihatkan lengannya yang memiliki reaksi magnet usai menerima vaksin Covid-19.
TRIBUNBATAM.id, BATAM- Heboh kabar vaksin Covid-19 mengandung magnet di Media Sosial.
Kabar tersebut muncul saat adanya video koin yang menempel di lengan orang yang disuntik vaksin Covid-19.
Lalu benarkah hal tersebut?
Berikut ini fakta yang sebenarnya tentang vaksin Covid-19 mengandung microchip magnetik.
Kabar tersebut seperti yang viral di media sosial.
Baca juga: WALIKOTA Ungkap Penyebab Lambatnya Vaksin Covid-19 di Batam
Baca juga: Tiba di Natuna, Bupati Wan Siswandi Tancap Gas, Ikut Jadi Penerima Vaksin Covid
Baca juga: Managemen, Tenant, Pemilik Toko dan Karyawan BCS di Vaksin Covid-19
Baru-baru ini beredar postingan seorang wanita yang memperlihatkan lengannya yang memiliki reaksi magnet usai menerima vaksin Covid-19.
Ia meletakan magnet tersebut di lengan bekas suntikan vaksin Covid-19.
Sementara, ketika dirinya melakukan hal yang sama pada lengannya yang lain, magnet tersebut akan jatuh.
Di akhir video, wanita tersebut memperingatkan agar tidak melakukan vaksinasi.

Berdasarkan hasil penelusuran, kompilasi video dengan klaim serupa juga banyak beredar di berbagai platform media sosial.
Pemeriksa fakta independen di lingkup internasional seperti Lead Stories, USA Today, AFP United States, dan Factcheck.org telah membantah klaim tersebut berdasarkan hasil penelusuran yang telah diklarifikasi dari institusi resmi di bidang kesehatan.
Melansir AFP dari Tribunnews: [Hoaks] Vaksin Covid-19 Mengandung Magnet Karena Koin Bisa Nempel pada Lengan Bekas Suntikan, para ahli medis mengatakan bahwa video tersebut tidak lebih dari teori konspirasi yang termasuk ke dalam kategori disinformasi tentang virus Covid-19.
“Tidak, medapatkan vaksin Covid-19 tidak dapat menyebabkan lengan Anda menjadi magnet. Ini tipuan, jelas dan sederhana,” jelas Dr. Stephen Schrantz, Spesialis Penyakit Menular di University of Chicago Medicine.
Hal ini didorong kuat oleh pernyataan Dr. Thomas Hope, peneliti vaksin dan profesor biologi sel dan perkembangan di Fakultas Kedokteran Universitas Northwestern.