Gundukan Utang Garuda, Terjepit di Masa Pandemi Maskapai Pelat Merah Tawarkan Pensiun Dini
Maskapai penerbangan pelat merah Garuda Indonesia kian sulit bertahan di masa pandemi corona hingga menawkan program pensiun dini ke seluruh karyawan
TRIBUNBATAM.id - Maskapai penerbangan pelat merah Garuda Indonesia kian sulit bertahan di masa pandemi.
GIAA menawarkan program pensiun dini kepada seluruh karyawannya.
Kondisi perusahaan kian meradang, di mana utang PT Garuda Indonesia Tbk jangka pendek tembus Rp 70 triliun.
Nilai itu akan bertambah Rp 1 triliun setiap bulannya.
Kenaikan utang ini karena pendapatan perusahaan tak bisa menutup pengeluaran.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, dalam pembicaraan internal dengan para karyawannya yang rekamanya beredar, mengatakan karyawan yang akan mengambil dan bersedia ikut dalam pensiun dini akan memperoleh hak sesuai pasal 64 Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Mereka akan mendapatkan 2 kali kali pesangon, 1 kali uang penghargaan masa kerja, uang pengganti hak dan tiket konsesi bagi mereka yang masih kerja aktif di atas 16 tahun.
Program pensiun dini dimulai 19 Mei 2021 dan akan ditutup pada 19 Juni 2021.
Baca juga: Garuda Indonesia Layani Penerbangan Khusus Kargo dari Bandara Kertajati ke Batam
Selain komponen yang tercantum di Pasal 62 PKB, Irfan mengungkapkan manajemen akan menambahkan dua kali penghasilan bulanan.
Lalu ada kompensasi atas sisa cuti yang belum diambil, kompensasi atas casual sickness pada tahun 2020, tunjangan tengah tahun 2020 dan tahun 2021 bagi yang eligible (berhak).
"Juga bantuan istirahat tahunan 2020 dan 2021 bagi yang eligible dan belum dibayarkan.
Tentu saja, pembayaran penghasilan yang selama ini kita tunda dan menjadi hak teman-teman sekalian," kata Irfan dalam penjelasannya ke karyawan.

Dalam keterangannya di Bursa Efek Indonesia, Garuda Indonesia mengatakan telah mengatur secara tegas mengenai larangan penyebarluasan informasi internal mengacu kepada aturan yang berlaku di perseroan.
Irfan juga menyatakan, selama ini Garuda sangat terbuka dengan karyawan, termasuk kondisi perusahaan.
Pensiun dini ditawarkan bagi seluruh karyawan karena kondisi perusahaan.
Utang Garuda jangka pendek sudah mencapai Rp 70 triliun dan bertambah Rp1 triliun setiap bulannya.
Kenaikan utang ini karena pendapatan perusahaan tidak bisa menutup pengeluaran.
Irfan memproyeksikan pendapatan Mei 2021 hanya sekitar 56 juta dollar AS.
Baca juga: Terlilit Utang Rp 70 Triliun hingga Tawarkan Pensiun Dini, Ini Cara Garuda Indonesia untuk Bertahan
Nilai ini setara Rp 800,8 miliar dengan kurs Rp 14.300 per dollar AS.
Sementara pengeluaran sewa pesawat juga setara dengan pendapatan perusahaan yakni mencapai 56 juta dollar AS.
Ini belum ditambah pengeluaran untuk perawatan atau maintenance sebesar 20 juta dollar AS, lalu avtur sebesar 20 juta dollar AS dan pegawai sebanyak 20 juta dollar AS.
"Secara cash sudah negatif.
Secara modal sudah minus Rp 41 triliun," jelas Irfan dalam rekaman itu.

Garuda Indonesia bukanlah satu-satunya maskapai penerbangan yang terkena turbulensi akibat pandemi.
Kondisi serupa dialami seluruh perusahaan maskapai secara global.
Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) dalam rilisnya menyebut industri penerbangan global bakal mengalami kerugian hingga 47,7 miliar dollar AS dan laba bersih yang anjlok hingga 10,4 persen sepanjang tahun ini.
Kondisi ini sedikit lebih baik dibandingkan 2020 lalu saat industri penerbangan merugi 126,4 miliar US dollar, dengan margin laba bersih anjlok 33,9 persen.
Meski beberapa negara penerbangan domestik sudah mulai ada perbaikan, tapi banyak negara yang menutup penerbangan internasional karena pandemi masih mengancam.
Baca juga: VIDEO - Jadi Dirut Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra Dapat Pesan Khusus Menteri BUMN
Baca juga: PROFIL Pahala Mansury, Wamen BUMN Baru, Bos Besar BTN dan Eks Petinggi Garuda Indonesia
Baca juga: Baru Terungkap Alasan Sebenarnya Garuda Indonesia Pajang Logo RANS Raffi Ahmad di Pesawat Terbaru
.
.
.
Baca berita menarik TRIBUNBATAM.id lainnya di Google
(*/ TRIBUNBATAM.id)
SUMBER: KONTAN