Meski Rela Tak Digaji, Menteri Erick Thohir Tetap Akan Memecat Komisaris PT Garuda Indonesia
Menteri Erick berencana, nantinya, total anggota komisaris di maskapai berkode saham GIAA tersebut hanya tersisa dua atau tiga komisaris saja.
TRIBUNBATAM.id, JAKARTA – Walau rela mereka tidak digaji, namun Menteri BUMN Tetap akan melakukan pemecatan terhadap Komisaris PT Garuda Indonesia.
Demi efisiensi, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana untuk memangkas jumlah anggota Dewan Komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk,.
Menteri Erick berencana, nantinya, total anggota komisaris di maskapai berkode saham GIAA tersebut hanya tersisa dua atau tiga komisaris saja.
Rencana ini dilakukan Erick setelah dirinya menanggapi adanya usulan pemberhentian gaji dari salah satu anggota Komisaris Garuda Indonesia, yakni Peter F Gontha.
Tak hanya itu, pemangkasan Komisaris ini juga sejalan dengan adanya langkah Manajemen Garuda Indonesia yang menawarkan program pensiun dini kepada karyawannya.
“Saya ingin mengusulkan Komisaris Garuda dua saja. Jangan yang tadi pensiun dini tapi komisaris nggak dikurangi. Entah dua atau tiga,” jelas Erick dalam jumpa pers di Kantor Kementerian BUMN Jakarta, Rabu (2/6/2021).
Inti dari adanya langkah ini, lanjut Erick, merupakan salah satu upaya Kementerian BUMN dalam menjaga kelangsungan kondisi keuangan Maskapai pelat merah tersebut.
“Komisaris ini kita kecilin jumlahnya itu bagian dari efisiensi. Ini masukan bagus dan akan langsungkan sesegera mungki,” pungkas Erick.
Sebagai informasi, total anggota Dewan Komisaris Garuda Indonesia saat ini terdapat 5 orang.
Kelima nama tersebut adalah Triawan Munaf, Chairal Tanjung, Elisa Lombantoruan, Yenny Wahid, dan Peter Frans Gontha.
Komisaris Rela Gajinya Tak Dibayar
Komisaris maskapai Garuda Indonesia Peter F Gontha, rela gajinya sebagai komisaris tidak dibayar mulai Mei 2021.
Alasannya, hal ini dilakukan sebagai bentuk dukungan dirinya terhadap perseroan, yang diketahui keadaan keuangannya kian lama semakin bertambah kritis.
Perihal pemberhentian pembayaran gaji ini diutarakan Peter melalui Surat Anggota Dewan Komisaris dengan nomor: GARUDA/ANGGOTA-DEKOM-/2021 tanggal 2 Juni 2021.
“Maka kami memohon, demi sedikit meringankan beban perusahaan, untuk segera mulai bulan Mei 2021 yang memang pembayarannya ditangguhkan, memberhentikan pembayaran honoratorium bulanan kami sampai rapat pemegang saham mendatang,” jelas Peter Gontha tertulis dalam surat tersebut.
Peter sebagai anggota Dewan Komisaris tentunya sangat mengetahui penyebab-penyebab kejadian ini. Dengan bebagai pertimbangan, dirinya meminta untuk gajinya diberhentikan.
Tujuh poin pertimbangan tersebut adalah, Pertama, tidak adanya penghematan biaya operasional, antara lain GHA.
Kedua, tidak adanya informasi mengenai cara dan narasi negosiasi dengan lessor.
Ketiga, tidak adanya evaluasi atau perubahan penerbangan atau route yang merugi.
Keempat, cash flow manajemen yang tidak dapat dimengerti.
Kelima, keputusan yang diambil Kementerian BUMN secara sepihak tanpa koordinasi dan tanpa melibatkan dewan Komisaris.
Keenam, saran Komisaris yang oleh karenanya tidak diperlukan.
Ketujuh atau terakhir, aktivitas komisaris yang oleh karenanya hanya 5-6 jam/minggu.
“Dimana, diharapkan adanya keputusan yang jelas dan mungkin sebagai contoh bagi yang lain agar sadar akan kritisnya keadaan perusahaan,” pungkasnya.
Baca juga: Keuangan Maskapai Garuda Indonesia Kritis, Komisaris Garuda Peter F Gontha Rela tak Digaji
Utang Garuda Indonesia Sudah Tembus Rp 20 Triliun
Komisaris independen Garuda Indonesia Yenny Zannuba Wahid mengatakan, pada awal dirinya ditunjuk sebagai komisaris independen di Garuda Indonesia, maskapai nasional tersebut telah mengalami kondisi keuangan yang tidak sehat.
Dia menyebut, utang Garuda Indonesia pada saat itu telah mencapai angka Rp 20 triliun.
Seperti diketahui, Yenny Wahid telah menjabat sebagai Komisaris Independen di Garuda Indonesia selama 1 tahun lebih.
Keputusan tersebut Erick Thohir sampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Januari 2020.
“Doakan ya. Waktu saya masuk, hutang Garuda sudah lebih dari 20 triliun, lalu kena pandemi, setiap terbang pasti rugi besar,” jelas Yenny di akun Twitter pribadinya @yennywahid, Minggu (30/5/2021).
“Demi penumpang, kami terapkan social distancing meskipun biaya kami jadi 2 kali lipat dengan revenue turun 90 persen. Sudah jatuh tertimpa tangga,” sambungnya.
Dikabarkan, perusahaan berkode saham GIAA ini memiliki utang sekitar Rp70 triliun atau setara 4,9 miliar dollar AS.
Angka tersebut akan terus membengkak apabila Perseroan menunda pembayaran kewajibannya tersebut.
Diketahui, kondisi keuangan Garuda Indonesia sejak beberapa tahun silam memang sudah kurang sehat. Terlebih dengan adanya pandemic covid-19, kondisi Garuda Indonesia semakin terpukul.
Yenny kembali menyampaikan, permasalahan yang dialami Garuda Indonesia sangatlah besar.
Mulai dari permasalahan pada efisiensi biaya, hingga adanya kasus korupsi.
Maka dari itu, dirinya bersama segenap manajemen Garuda Indonesia sedang berjuang sangat keras agar Perseroan dalam kondisi lebih baik lagi.
Sehingga maskapai kebanggaan masyarakat Indonesia ini tidak dipailitkan.
“Banyak yang tanya soal Garuda. Saat ini kami sedang berjuang keras agar Garuda tidak dipailitkan,” tukasnya.
Pensiun Dini
Serikat karyawan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menilai, ada opsi lebih baik dari pada program pensiun dini yang ditawarkan oleh pihak manajemen.
Ketua DPP Serikat Karyawan Garuda Indonesia Tommy Tampatty menilai, ada opsi yang lebih baik dibandingkan dengan program pensiun dini.
"Maka dari itu, kami dari serikat karyawan Garuda Indonesia menyiapkan draft opsi tandingan untuk menyelamatkan bisnis perusahaan," kata Tommy di Jakarta, Jumat (28/5/2021).
Pihaknya menilai, ada opsi lain selain melakukan pengurangan karyawan untuk menyelamatkan keberlangsungan bisnis perusahaan.
"Salah satunya opsi terkait regulasi, market dan juga harga yang akan kami susun dan dijadikan draft yang akan diberikan kepada pemangku kepentingan mulai dari Kementerian Perhubungan hingga Kementerian Keuangan," kata Tommy.
Meski begitu Tommy menekankan, pihaknya tidak dalam posisi menolak ataupun menerima program pensiun dini yang ditawarkan pihak manajemen Garuda Indonesia.
"Program pensiun dini ini ditawarkan secara sukarela, maka dari itu kami tidak menolak ataupun menerima tetapi dalam posisi netral," kata Tommy.
Akan tetapi Tommy menegaskan, pihaknya akan terus memantau pelaksanaan program pensiun dini yang ditawarkan pihak manajemen terhadap karyawan Garuda Indonesia.
Sebelumnya Garuda Indonesia dikabarkan menawarkan program pensiun dini kepada karyawannya.
Menanggapi hal tersebut Direktur Utama PT Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyebutkan, penawaran program pensiun dini bagi karyawan ini masih dalam tahap awal.
Program pensiun dipercepat ini ditawarkan secara sukarela terhadap karyawan yang telah memenuhi kriteria.
"Dalam menawarkan program ini, kami juga melakukan sortir terhadap karyawan yang memenuhi kriteria tersebut dan persyaratan keikutsertaan program," ucap Irfan dalam keterangannya, Jumat (21/5/2021).
Irfan mengatakan, penawaran program ini merupakan upaya dalam pemulihan kinerja usaha yang tengah dijalankan perusahaan.
Hal ini tentunya untuk membuat perusahaan yang lebih sehat serta adaptif menjawab tantangan kinerja usaha di era normal baru.
Menurutnya, situasi pandemi yang masih terus berlangsung hingga saat ini mengharuskan Garuda Indonesia melakukan langkah penyesuaian aspek supply dan demand di tengah penurunan kinerja operasi karena trafik penerbangan yang menurun.
"Kebijakan ini menjadi penawaran terbaik yang dapat kami upayakan terhadap karyawan di tengah situasi pandemi saat ini, yang tentunya senantiasa mengedepankan kepentingan bersama seluruh pihak, dalam hal ini karyawan maupun Perusahaan," ucap Irfan.
Garuda Indonesia juga, lanjut Irfan, dalam menawarkan program ini tentunya memastikan bahwa seluruh hak pegawai akan dipenuhi sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku serta kebijakan perjanjian kerja yang disepakati antara karyawan dan Perusahaan.
"Melalui program pensiun yang dipercepat tersebut kami berupaya untuk memberikan kesempatan kepada karyawan yang ingin merencanakan masa pensiun sebaik mungkin, khususnya bagi mereka yang memiliki prioritas lain di luar pekerjaan, maupun peluang karir lainnya di luar perusahaan," kata Irfan.
Langkah berat ini, menurut Irfan, harus ditempuh perusahaan.
Akan tetapi opsi ini harus ambil untuk bertahan di tengah ketidakpastian situasi pemulihan kinerja industri penerbangan yang belum menunjukkan titik terangnya di masa pandemi Covid-19. (*)