CERITA UNIK
Cerita Unik Jenderal Endriartono Sutarto, Pergantian KSAD Hanya Berusia Satu Jam di Era Gus Dur
Jenderal Purn Endriartono Sutarto punya pengalaman unik ketika menjadi Kepala Staf Angkatan Darat ( KSAD) di masa pemerintahan Gus Dur
TRIBUNBATAM.id - Jenderal Purn Endriartono Sutarto punya cerita unik ketika menjadi Kepala Staf Angkatan Darat ( KSAD) di masa pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid ( Gus Dur).
Menjelang Sidang Istimewa MPR untuk memakzulkan ( impeachment) Gus Dur, 23 Juli 2001, suasana politik di tanah air memanas.
Untuk melawan rencana impeachment, Gus Dur mengeluarkan Dekrit (Maklumat) Presiden berisi pembubaran MPR-DPR, mempercepat penyelenggaran pemilu dalam waktu satu tahun, dan pembekuan Partai Golkar.
Dekrit itu tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak sehingga tidak bisa diekseskusi.
Sebelum mengeluarkan dekrit pada 23 Juli 2001, Gus Dur banyak mendapat masukan dari berbagai pihak, termasuk TNI AD agar tidak melakukan langkah politik tersebut.
Endriartono Sutarto, sebagai KSAD, sempat mengeluarkan pernyataan kepada publik, TNI tidak berada di belakang Presiden terkait rencananya mengeluarkan dekrit.

Mungkin terkait pernyataan itu Gus Dur kemudian memanggil Endiartono ke Istana.
“Pak Tarto, saya didatangi para purnawirawan dan para kiai. Kata mereka, kalau negara ini mau aman, saya harus mengganti Pak Tarto,” ujar Gus Dur saat itu.
Spontan Endriartono menjawab, “Gus, saya berterima kasih Anda sudah mempercayai saya sebagai KSAD. Tapi itu adalah kehandak Allah. Kalau Anda memberhentikan saya dari jabatan KSAD, saya juga punya keyakinan yang tinggi bahwa itu juga merupakan kehendak Allah. Jadi, Gus Dur silakan dilaksanakan.”
Reaksi Gus Dur terhadap jawaban Endriartono, “Pak Tarto, ini semua bukan kehendak saya.”
Baca juga: Prajurit Kopassus Sintong Panjaitan Menaklukkan Warga Lembah X Pegunungan Jaya Wijaya Papua
Begitu Edriartono sampai di rumah dinas, ia menyampaikan apa yang dialami di Istana kepada sang istri.
“Kita harus segera berkemas untuk kembali ke rumah sendiri, meninggalkan rumah dinas,” kata Endriartono kepada istrinya.
Mendadak telepon berdering, panggilan dari Istana. Endriartono menjawab baru saja menghadap Presiden. Namun tetap saja ia diminta kembali ke Istana.
Kali ini Gus Dur berkata baru saja bertemu para purnawirawan dan para kiai.
“Mereka minta agar Pak Tarto dipertahankan sebagai KSAD,” kata Gus Dur.
Jarak pertemuan pertama dan kedua hanya satu jam namun isinya bertolak belakang.
Peristiwa unik selanjutnya yaitu ketika Endriartono mendapat telepon dari Sekretaris Militer (Sesmil) Marsekal Madya TNI Budi Santoso yang menyampaikan pesan Gus Dur.
Katanya, kalau perwira tinggi bintang empat itu bersedia mendukung dekrit, akan diangkat menjadi Panglima TNI.
“Jawaban saya kepada Sesmil, kalau saya jadi Panglima justru nanti saya semakin punya kekuatan mencegah keluarnya dekrit. Tapi pemakzulan tidak bisa dihindarkan setelah dekrit keluar. TNI tidak bisa membela Gus Dur sebab proses pemakzulan konstitusional,” kata Endriartono.
Melanggar etika keprajuritan
Mantan Komandan Paspampres di era pemerintahan Soeharto itu juga mempunyai cerita unik lainnya, yaitu ketika dipromosikan menjadi Wakil KSAD.
Saat itu ia minta kepada KSAD Jenderal TNI Tyasno Sudarto agar Letjen TNI Agus Wirahadikusuma tidak dipromosikan.
Alasannya karena hubungan dekatnya dengan Gus Dur, Agus secara enteng melanggar etika keprajuritan yaitu melawan atasan secara terbuka.
“Kita bisa saja berdebat habis-habisan dalam proses memilih kebijakan, tepi sekali keputusan sudah ditetapkan oleh pimpinan, semua staf harus mendukung,” kata Endriartono.
Menurutnya, apa yang dilakukan Agus Wirahadikusuma adalah mendebat pimpinan dan memublikasikan pendapatnya.
“Itu betul-betul sudah di luar etika militer. Saya tidak bisa tetap berada dalam TNI dengan mereka yang sudah tidak memegang etika militer,” tambah Endriartono.
Suatu saat Endriartono dipanggil Menkopolkam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Berita yang disampaikan, Presiden Gus Dur akan mengangkat Endriartono dari Wakil KSAD menjadi KSAD, dengan catatan menerima Agus Wirahadikusuma sebagai wakilnya.
Tentu saja Endriartono menolak. Akhirnya Endriartono tetap menjadi KSAD sedang wakilnya adalah Letjen TNI Kiki Syahnakri.
Endriartono juga memberikan dukungan kepada Kapolri Jenderal Pol Bimantoro yang dipecat Gus Dur gara-gara tidak mendukung dekrit.
Gus Dur menunjuk Jenderal Pol Andi Khairudin sebagai pengganti Bimantoro, namun terganjal karena sesuai undang-undang penunjukkan Kapolri harus mendapat persetujuan DPR.
“Dalam pandangan saya, kalau usaha Gus Dur terhadap Polri itu berhasil , hal yang sama akan dilakukan juga kepada TNI. Karena harus mencegah kemungkinan itulah saya mendukung Kapolri Bimantoro,” kata Endriartono. (Febby Mahendra)
*Dikutip dari buku berjudul ‘Dari Gestapu ke Reformasi, Serangkaian Kesaksian’ karya Salim Said, Penerbit PT Mizan Pustaka, 2013.