Garuda Indonesia Tutup Sejumlah Rute Internasioanl Demi Efisiensi Keuangan

Garuda Indonesia masih mempertahankan satu rute yakni tujuan Sydney dengan alasan konektivitas dan adanya peluang penumpang yang keluar dari Australia

Ist
Ilustrasi. Armada B737-800NG milik pesawat Garuda Indonesia dengan desain livery khusus dalam rangka mendukung program vaksinasi Covid-19 nasional 

TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Dalam upaya efisiensi dan menyehatkan kembali keuangan perusahaan, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk melakukan segala upaya.

Mulai dari menawarkan pensiun dini kepada karyawannya, mengurangi jumlah operasional pesawat, dan lainnya,

Yang terbaru, maskapai ini akan menutup sejumlah rute penerbangan internasional. Rute itu dipastikan tak menguntungkan bagi perusahaan.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengungkapkan, rute yang telah dihapus adalah tujuan Osaka, Jepang.

Sementara itu, dalam waktu dekat rute tujuan Melbourne dan Perth, Australia akan di tutup.

"Memang yang kami lihat ke depan tidak mungkin bisa untung karena kondisi yang ada, dan tidak mungkin kita naikkan kargo, itu kita hentikan, seperti Melbourne dan Perth mulai bulan depan kami hentikan," ujarnya dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (21/6/2021).

Baca juga: 1.099 Karyawan Garuda Indonesia Ajukan Pensiun Dini, Dirut: Belum Ada Uangnya

Irfan bilang, untuk tujuan Australia, Garuda Indonesia masih mempertahankan satu rute yakni tujuan Sydney dengan alasan konektivitas dan adanya peluang penumpang yang keluar dari Australia.

Ia mengakui, Australia memang merupakan salah satu negara yang menerapkan lockdown ketat di masa pandemi Covid-19.

Bahkan sebelum lockdown diberlakukan, jumlah penumpang pesawat dibatasi maksimal 50 penumpang.

Namun demikian, untuk penerbangan ke luar Australia itu bebas, beberapa penerbangan bahkan bisa melebihi 100 penumpang.

Hal ini menjadi potensi yang dipertimbangkan Garuda Indonesia.

"Jadi di beberapa penerbangan bisa lebih dari 100 penumpang, mayoritas orang Indonesia yang kembali, dan sekarang karena kondisi yang makin mengetat di Australia kami buka yang Sydney dan itu pun seminggu sekali," jelasnya.

Irfan memastikan, maskapai pelat merah ini akan terus mengkaji rute-rute penerbangan internasional, guna mengetahui yang rute mana memungkinkan untuk dipertahankan atau ditutup.

Saat ini terdapat tiga rute yang tengah dipantau ketat oleh perusahaan, yakni Jakarta-Sidney, Jakarta-Amsterdam, dan Jakarta-Kuala Lumpur. Selain itu, perusahaan juga sedang memonitor penerbangan Jakarta-Seoul.

"Singapura juga agak challenging (menantang) sehingga kami mulai kurangi, yang mulai menguntungkan justru tujuan Bangkok, Hong Kong, sama China, karena China itu ada carter," papar Irfan.

Ia mengakui, ada beberapa rute penerbangan internasional yang memang dipertahankan perusahaan karena punya potensi memberi keuntungan di masa depan, meskipun saat ini masih merugi.

Sebab saat ini memang sebagian besar negara masih membatasi penerbangan internasional. Irfan menjelaskan, penerbangan internasional Garuda Indonesia pada masa kini adalah berbasis kargo, mengingat pengiriman barang memang sedang melonjak.

Sehingga bersamaan dengan penerbangan kargo, dilakukan pula penerbangan penumpang ke dan dari luar negeri.

 "Jadi kami isi kargo kemudian penumpang seadanya saja kami bawa, karena memang bahwa yang numpang dengan peswat kami itu, baik yang ke luar negeri maupaun balik dari luar negeri, mayoritas itu bagian dari patriasi, itu WNI yang harus pulang atau WNA yang harus pergi," terang dia. 

Kembalikan pesawat

Wakil Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Dony Oskaria mengungkapkan, sebanyak 20 pesawat sudah di kembalikan perseroan kepada lessor atau pihak penyewa pesawat. Ini merupakan langkah untuk menyehatkan keuangan maskapai pelat merah itu.

"Termasuk CRJ hari ini, secara total kurang lebih 20 pesawat yang sudah kami kembalikan (ke lessor)," kata Dony dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (21/6/2021).

Ia mengatakan, negosiasi dengan pihak lessor terus dilakukan untuk mengurangi beban sewa pesawat yang harus dibayarkan perseroan setiap bulannya, mengingat tak banyak pesawat yang perlu digunakan pada masa pandemi saat ini.

Dony bilang, saat ini Garuda Indonesia tengah bernegosiasi dengan salah satu lessor, dengan harapan sebanyak 7 pesawat bisa dikembalikan.

Garuda Indonesia diketahui memiliki 142 pesawat, yakni sebanyak 136 pesawat dengan status sewa dan 6 pesawat milik perseroan.

Terdiri dari jenis pesawat Boeing 777-300, Boeing 737-800, Boeing 737-8 Max, Airbus A330-200, Airbus A330-300, Airbus A330-900, CRJ1000 NextGen, dan ATR 72-600.

Dony mengatakan, pada kondisi pandemi saat ini Garuda Indonesia hanya membutuhkan 41 pesawat untuk beroperasi.

Artinya maskapai milik negara itu berharap bisa mengembalikan 101 pesawat kepada lessor untuk tak membebani keuangan perseroan. Ia menjelaskan, permasalahan awal yang harus segera diselesaikan untuk menyehatkan Garuda Indonesia adalah lessor.

Sebanyak 142 pesawat Garuda Indonesia menjadi biaya tetap atau fixed cost yang harus dibayarkan perseroan setiap bulannya sebesar 80 juta dollar AS.

Menurut Dony, beban biaya leasing menjadi yang terbesar yakni 56 juta dollar AS. Nilai ini bahkan sudah berhasil ditekan dari sebelumnya yang mencapai 75 juta dollar AS per bulan, hasil negosiasi ke lessor di tahun 2020.

"Wajib kami bayar yang jadi fixed cost ini dengan total cost yang termasuk di dalamnya adalah leasing cost, MR (maintenance reserve) cost, juga ada maintenance yang harus kami siapkan kurang lebih 80 juta dollar AS per bulan," jelas Dony.

"Tapi kapasitas penumpang yang ada untuk size market hari ini hanya 41 pesawat cukup. Sehingga Garuda Indonesia menanggung 101 pesawat yang sebetulnya hari ini tidak kami perlukan tetapi secara buku kami catat. Selisihnya saja antara kedua ini kurang lebih 40 juta dollar AS sendiri," lanjut dia. (*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved