Negara Miskin yang Paling Dikhawatirkan WHO Ini Malah Bebas Covid-19, Rumah Sakit Kosong dan Berdebu
sebuah negara yang dulunya paling dikhawatirkan bisa menjadi episentrum Covid-19 malah bebas.
Penjualan restoran turun pada musim semi 2020, ketika Nigeri menutup wilayah udaranya, tetapi segalanya dengan cepat pulih setelah itu.
Sani Issoufou, menteri perminyakan Niger, berkata sambil tersenyum, "Di sini, kita masih hidup seperti 2019."
Niger adalah negara berpenduduk 25 juta orang, luas dua kali lipat Texas, AS, saat ini telah mencatat sekitar 5.500 infeksi Covid-19 dan 194 kematian sejak wabah pada Maret 2020.
"Kami pikir jumlah kasus Covid-19 akan meroket, tetapi itu tidak pernah terjadi," kata Adamou Foumakoye Gado, ahli anestesi di unit perawatan intensif Covid-19 terbesar di Niger.
"Masa hidup virus SARS-CoV-2 di sini sangat pendek," kata Gado sambil berjalan melewati koridor sepi dari klinik 70 tempat tidur. Rumah sakit ini tidak lagi menerima pasien aktif sejak April.
Gado juga dipindahkan ke tim yang menangani epidemi malaria yang lebih mengkhawatirkan.
Pada akhir Mei, Niger membuat langkah langka berani di tengah pandemi untuk meminjamkan 100.000 jatang dosis vaksin AstraZeneca ke Pantai Gading, dan negara Afrika Barat lainnya.
Ruangan rumah sakit di Niger yang kosong, karena tak ada pasien Covid-19 di negara ini.
Meskipun memiliki populasi yang sama, Pantai Gading berukuran empat kali lebih kecil dan memiliki 10 kali lebih banyak kasus daripada Niger.
Sementara itu, di pusat pengujian utama di ibu kota, Niamey, hari-hari berlalu tanpa ada yang positif, 4 banguan isolasi besar yang didirikan di awal pandemi selalu dibiarkan kosong.
"Iklim (panas dan kering) sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup virus di dalam tubuh manusia," kata Dr. Gado.
"Itu adalah keberuntungan kami," tambahnya.
Studi menunjukkan bahwa sinar matahari dan suhu tinggi secara signifikan mengurangi risiko penularan virus melalui jalur permukaan dan udara.
Sebuah tes simulasi di situs web Departemen Kesehatan AS menunjukkan bahwa tingkat infeksi virus SARS-CoV-2 di ibu kota, Niamey, berkurang setengahnya dibandingkan dengan New York City.
Tes memperhitungkan faktor-faktor seperti rata-rata paparan UV, suhu, dan kelembaban.
