Heboh Data NIK Presiden Jokowi Bocor, Anggota DPR Sebut Keadaan Sudah Darurat

Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu berpandangan, berulangnya kasus kebocoran data di berbagai tingkatan setidaknya menunjukkan empat hal. Pertam

Editor: Eko Setiawan
TribunBatam.id/Istimewa
Aplikasi eHAC Covid-19 Pemerintah Indonesia diduga telah bocor dan tak sengaja mengekspos lebih dari 1 juta data pribadi orang dalam aplikasi tersebut. Foto Ilustrasi aplikasi eHAC di Indonesia. 

TRIBUNBATAM.id, JAKARTA- Data milik Presiden Indonesia Joko Widodo bocor. Tentunya ini menjadi pertanyaan sendiri bagi masyarakat.

Sebab sekelas presiden saja datanya bisa bocor apalagi masyarakat biasa.

Anggota Komisi I DPR Sukamta menilai, persoalan pelindungan data pribadi dalam situasi darurat, terlebih data pribadi Presiden Joko Widodo ikut bocor di tengah publik.

"Saat ini sudah menyangkut data data seorang Presiden, maka ini sudah darurat dan tidak boleh dibiarkan terjadi lagi," kata Sukamta saat dihubungi Kompas.com, Jumat (3/9/2021).

Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu berpandangan, berulangnya kasus kebocoran data di berbagai tingkatan setidaknya menunjukkan empat hal.

Pertama, hal itu bisa disebabkan tidak adanya kepedulian dari pengelola data.

Ia mencontohkan kasus kebocoran data e-HAC yang hanya disimpan di situs web tanpa pengamanan.

"Ini menunjukkan pengelola data ignorance soal perlunya perlunya melindungi data warga negara yang dia kelola," ujar Sukamta.

Kedua, menurut Sukamta, boleh jadi disebakan kemampuan pengamanan yang tidak cukup, baik dari sistemnya maupun manusianya.

Ia menyebutkan, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate telah berulang kali menjamin bahwa sistem dan manusianya sudah memenuhi standar dan disertifikasi, tetapi hal itu tidak terbukti karena nyatanya kebocoran data terus terjadi.

Ketiga, bisa jadi ada kesengajaan untuk membocorkan data dengan berbagai motif. Sedangkan yang keempat, kebocoran terjadi karena tidak kuatnya lembaga pemantau, pengawas, dan pengarah.

"Bisa jadi sertifikasi yang dikeluarkan tidak memadai atau tidak sebanding dengan keterampilan pengelolanya. Selama ini pengawasan dan sertifikasi dilakukan oleh Kominfo. Dan ini sudah terbukti tidak berfungsi dan tidak berjalan dengan memadai," kata Sukamta.

 Ia pun menegaskan, pemerintah mesti menunjukkan niat baik untuk menyetujui keberadaan lembaga pengawas otoritas pengelola data pribadi yang kuat dalam Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP).

"Yang bisa mendorong perubahan ini adalah good will dari pemerintah dengan dimulai dari payung hukum yang kuat, yakni UU dalam hal ini UU PDP dengan lembaga pengawas otoritas pengelola data pribadi, atau lembaga pengawas OPDP yang kuat," ujar Sukamta.

"Mau sampai kapan dan seberapa parah persoalan ini akan dibiarkan?" kata dia.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved