Pertalite Geser Premium Jadi BBM Penugasan, Menkeu: Pemerintah Tunggak 109 Triliun ke Pertamina-PLN

Keputusan Pertalite menjadi JBKP membuat harga jual eceran JBKP untuk jenis bensin RON 90 di titik serah ditetapkan sebesar Rp 7.650 per liter

TribunBatam.id/istimewa untuk Tribun Batam
Salah satu SPBU milik Pertamina. Pertalite Geser Premium Jadi BBM Penugasan, Menkeu: Pemerintah Tunggak 109 Triliun ke Pertamina-PLN 

TRIBUNBATAM.id - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral baru saja mengeluarkan kebijakan terbarunya.

Tertuang dalam surat keputusan bernomor 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tentang Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan dan diteken tanggal 10 Maret 2022, disebutkan tentang Pertalite menjadu JBKP mengganti Premium.

Dengan keputusan Pertalite menjadi JBKP, maka harga jual eceran JBKP untuk jenis bensin RON 90 di titik serah ditetapkan sebesar Rp 7.650 per liter, atau tidak mengalami perubahan.

Angka itu sudah termasuk pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB).

"Bensin RON 90 ditetapkan sebagai JBKP berdasarkan atas Kepmen ESDM No 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tanggal 10 Maret 2022 tentang JBKP," ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Selasa (29/3/2022).

Oleh sebab itu, sejalan dengan keputusan tersebut, pemerintah menetapkan kuota Pertalite pada tahun ini sebanyak 23,05 juta kiloliter (KL).

Baca juga: Sudah 3 Hari Warga Kesulitan Cari BBM Pertalite di Anambas

Baca juga: Pertamina Tegaskan Konflik Rusia-Ukraina Tak Pengaruhi Harga Pertalite

Sementara realisasi penyaluran Pertalite hingga Februari 2022 tercatat sebesar 4,258 juta KL.

Realisasi itu lebih tinggi 18,5 persen dari kuota yang ditetapkan untuk sepanjang Januari-Februari 2022.

"Jika diestimasikan melalui normal skenario, maka di akhir 2022 akan terjadi over kuota sebesar 15 persen dari kuota normal menjadi 26,5 juta KL," jelasnya dikutip dari kompas.com.

Tunggak Rp 109 Triliun ke Pertamina dan PLN

Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pemerintah masih memiliki sisa kewajiban kompensasi dari harga energi ke Pertamina dan PLN pada tahun 2021.

Besaran kompensasi tersebut mencapai Rp 109 triliun.

Jumlahnya terdiri dari kompensasi tahun 2020 yang belum dilunasi kepada Pertamina Rp 15,9 triliun, dan kompensasi Rp 93,1 triliun di tahun 2021 kepada dua perusahaan pelat merah tersebut.

"Sekarang tahun 2021 berdasarkan audit BPKP, kompensasi akan melonjak, yaitu biaya kompen BBM akan melonjak Rp 68,5 triliun, dan listrik Rp 24,6 triliun, jadi ada Rp 93,1 triliun. Secara total pemerintah memiliki kewajiban Rp 109 triliun," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (28/3/2022).

Baca juga: Pertamina Naikkan Harga 3 BBM Non Subsidi, DPRD Kepri Khawatir Ganggu Stok Pertalite

Baca juga: Harga Pertalite di Natuna Tembus Rp 10 Ribu Per Liter, DPRD Dorong Ada Pertamini

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjelaskan, pemerintah baru membayar kompensasi senilai Rp 47,9 triliun di tahun 2020.

Adapun perhitungan nilai kompensasi Rp 109 triliun belum memasukkan besaran kompensasi di tahun 2022.

Sri Mulyani memperkirakan, besaran kompensasi di tahun 2022 akan semakin membengkak lantaran tingginya harga-harga energi di tingkat global.

Dikutip dari Bloomberg, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) masih berada pada level 105,34 dollar AS per barrel.

Sementara minyak mentah Brent di level 111,84 dollar AS per barrel.

"Tahun 2021 Rp 109 triliun. Dan fungsi absorber ini masih berlangsung untuk tahun 2022 sampai 3 bulan (berjalan) ini juga belum ada perubahan (di harga konsumen), sehingga menyebabkan kenaikan tagihan kompensasi yang nanti akan kita perhitungkan," ucap dia.

Baca juga: HARGA Pertalite Kembali Naik, Ini Harga Terbaru per Liter di Karimun

Baca juga: Harga Pertalite di Batam Paling Mahal di Indonesia, Pertamina Rilis Harga Baru BBM

Belum teruskan kenaikan harga ke konsumen

Bengkaknya kompensasi juga terjadi lantaran pemerintah belum meningkatkan harta energi, seperti BBM, elpiji 3 kilogram, dan listrik ke level konsumen.

Dilansir dari kompas.com, padahal kata Sri Mulyani, harga-harga energi sudah membengkak sejak 2021.

Akibatnya, besaran subsidi energi yang disalur pemerintah membengkak sampai Rp 21,7 triliun atau 11,3 persen terhadap APBN pada bulan Februari 2022.

Wanita yang karib disapa Ani ini memerinci, subsidi energi senilai Rp 21,7 triliun terdiri dari subsidi reguler energi tahun ini yang sebesar Rp 11,48 triliun dan kurang bayar di tahun sebelumnya Rp 10,17 triliun.

"Inilah yang disebut APBN sebagai shock absorber. APBN mengalami seluruh shock yang berasal dari minyak dan listrik. Masyarakat tidak mengalami dampak, namun APBN yang harus ambil konsekuensinya," ucap dia.

Besarnya subsidi energi lantas membuat belanja non-kementerian/lembaga (K/L) bergeser menjadi bansos komoditas (non-targeted) dari bansos (targeted), yakni PKH, Kartu Sembako, hingga bantuan UMKM pada tahun 2021.

Tercatat, volume BBM yang disubsidi melonjak menjadi 1,39 juta kiloliter dari 1,18 juta kiloliter di periode yang sama tahun 2021.

Baca juga: Premium dan Pertalite Bakal Dihapus secara Bertahap, Ini Kata Pertamina

Baca juga: Pertamina Sasar Pertalite Subsidi untuk Nelayan Batam

Sementara itu, volume elpiji 3 kilo yang disubsidi naik jadi 632, 7 juta kilogram dari 603,2 juta kilogram.

Lalu, pelanggan listrik subsidi naik menjadi 38,2 juta dari 37,2 juta di periode yang sama tahun lalu.

"Jadi kita lihat APBN sekarang mengalami tekanannya bukan hanya dari sisi kesehatan, namun beralih dari barang-barang yang dikonsumsi masyarakat yang alami kenaikan," tandas dia.

.

.

.

(*/ TRIBUNBATAM.id)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved