TRAGEDI KANJURUHAN
Ketua TGIPF Mahfud MD: PSSI Wajib Bertanggungjawab Atas Tragedi Kanjuruhan
Ketua TGIPF, Mahfud MD kemudian melakukan jumpa pers terkait kerja mereka dan menyebut Pengurus PSSI harus ikut bertanggung jawab atas tragedi ini
TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) atas Tragedi Kanjuruhan sudah menyelesaikan tugasnya.
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) juga sudah melaporkan hasil kerjanya kepada Presiden, Jumat (14/10/2022).
Setelah menyampaikan kepada Presiden Jokowi, Ketua TGIPF, Mahfud MD kemudian melakukan jumpa pers terkait kerja mereka dan menyebut Pengurus PSSI harus ikut bertanggung jawab atas tragedi ini.
Seperti yang diketahui, TGIPF dibentuk Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan kasus Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada Sabtu (1/10/2022) di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang.
Tragedi tersebut terjadi seusai laga antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya.
Baca juga: BRI Liga 1 Rencananya Kembali Digelar 25-26 November, Exco PSSI: Menunggu Evaluasi FIFA
Tragedi itu sendiri menewaskan 132 fans Arema FC.
Mahfud MD mengumumkan beberapa hal seusai mengumpulkan laporan hasil kerja TGIPF.
Menurut hasil investgasi, tak ada rasa tanggung jawab yang dimiliki oleh para stakeholder sepakbola di Indonesia.
Mahfud MD juga bercerita bahwa masing-masing pihak menghindar dari tanggung jawab terkait siapa yang salah atas peristiwa tersebut.
Karena itu, Mahfud MD sudah membuat lembar rekomendasi kepada semua stakeholder terutama di pihak pemerintah setebal 124 halaman.
"Ternyata juga dari hasil pemeriksaan ternyata semua stakeholder saling menghindar dari tanggung jawab," ujar Mahfud MD pada Jumat (14/10/2022) di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.
Baca juga: Live Streaming Liverpool vs Manchester City, The Reds Masih Alami Badai Cedera
"Semua berlindung di bawah aturan-aturan dan kontrak-kontrak yang secara formal sah."
"Oleh sebab itu, saya sampaikan kepada Presiden untuk semua yang ditemukan."
"Semua rekomendasi untuk stakeholder terutama Pemerintah, Kemenpora, Kemenkes dalam 124 laporan halaman," lanjutnya.
Dia menyayangkan semua pihak yang tidak mau mengakui kesalahan masing-masing.
Baca juga: Timnas U20 Indonesia TC ke Eropa, Shin Tae-yong: Latihan Mental, Biar Tak Takut Lawan Tim Eropa
Hal itulah yang membuat TGIPF menyebut pengurus PSSI beserta sub-organisasinya adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas Tragedi Kanjuruhan.
"Kemudian dalam catatan kami juga disebut jika kita selalu kita mendesarkan pada norma formal maka semuanya jadi tidak ada yang salah," ujar Mahfud MD.
"Satu bilang saya aturan sudah begini, satu sudah kontrak, saya sudah sesuai statuta FIFA, sehingga didalam catatan kami disampaikan bahwa pengurus PSSI harus bertanggung jawab dan sub-sub organisasinya," ujarnya.
Mahfud MD juga menyebut bentuk tanggung jawab yang gagal diemban PSSI dalam kasus ini.
Ada dua bentuk tanggung jawab yaitu formal berdasarkan aturan resmi dan secara moral.
Baca juga: 34 Pemain Timnas U20 Indonesia TC ke Turki dan Spanyol, Shin Tae-yong: Harus Kerja Keras
Mahfud MD menyatakan PSSI gagal memastikan terembannya prinsip dasar dalam penegakan hukum pada kasus Tragedi Kanjuruhan, yaitu keselamatan rakyat (penonton).
"Bertanggung jawab itu pertama berdasarkan pada aturan-aturan resmi."
"Yang kedua berdasarkan moral," ujar Mahfud MD.
"Tanggung jawab berdasarkan aturan itu tanggung jawab hukum."
"Tapi hukum sebagai norma seringkali tidak jelas, seringkali bisa dimanipulasi."
"Maka naik ke asas. Tanggung jawab asas hukum itu apa? Salus populi suprema lex."
"Keselamatan rakyat itu adalah hukum yang lebih tinggi daripada hukum yang ada."
Baca juga: Hasil FP2 MotoGP Australia 2022, Johann Zarco Tercepat, Quartararo No 4, Marquez 6, Bagnaia 8
"Ini sudah terjadi keselamatan rakyat terinjak-injak."
"Lalu ada tanggung jawab moral di atas itu," ujarnya.
Mahfud MD merekomendasikan kepada Polri untuk melanjutkan proses penyelidikan tindak pidana terhadap orang-orang lain yang diduga kuat terlibat dalam Tragedi Kanjuruhan.
"Di sinilah kami memberikan catatan akhir yang digarisbawahi Bapak Presiden."
"Polri supaya meneruskan penyelidikan tindak pidana terhadap orang-orang lain yang juga diduga kuat terlibat dan harus ikut bertanggung jawab secara pidana dalam kasus ini," ujar Mahfud MD.
"TGIPF punya banyak temuan untuk didalami Polri."
"Adapun tanggung jawab moral dipersilakan masing-masing melakukan langkah-langkah yang diperlukan sebagai bentuk pertanggungjawaban manusia Indonesia yang berkeadaban," kata Mahfud MD saat sesi konferensi pers.
Tembakan Gas Air Mata Jadi Penyebab
Menurut hasil penyelidikan TGIPF selama 10 hari kerja, gas air mata jadi penyebab utama kematian massal yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, pada 1 Oktober 2022.
Kesimpulan tersebut didapatkan dari rekonstruksi ulang dari tayangan CCTV yang dimiliki aparat.
Menurut Mahfud MD, proses kematian dari gas air mata yang terlihat sangat mengerikan.
Ada yang terinjak-injak hingga mati kehabisan nafas.
"Kami dari TGIPF kasus Tragedi Kanjuruhan pertandingan sepakbola Arema lawan Persebaya," ujar Mahfud MD saat konferensi pers hasil kerja TIGPF pada Jumat (14/10/2022).
"Fakta yang kami temukan adalah, korban yang jatuh itu proses jatuhnya lebih mengerikan dari yang beredar di media sosial ataupun televisi."
"Karena kita merekonstruksi dari 32 CCTV yang dimiliki oleh aparat, itu lebih mengerikan dari mati semprot mati semprot."
"Ada yang saling gandengan untuk keluar bersama, satu keluar bisa masuk lagi untuk nolong lagi lalu mati."
"Ada yang terinjak-injak mati, ada yang susah bernafas lalu mati, itu terlihat di CCTV," lanjutnya.
Kemudian, Mahfud MD menyebutkan dampak lanjutan yang jauh lebih mengerikan dari tembakan gas air mata aparat keamanan.
Secara tersirat, Mahfud MD menyatakan bahwa tembakan gas air mata membuat para penonton panik.
Hal tersebut yang membuat banyak yang berdesak-desakan di tangga yang menyebabkan banyak yang meninggal dunia, cacat dan sedang kritis.
"Kemudian yang mati dan cacat serta kritis, dipastikan itu terjadi desak-desakan karena adanya gas air mata yang disemprotkan. Itu penyebabnya," ujar Mahfud MD.
"Adapun peringkat keterbahayaan racun pada gas itu sekarang sedang diperiksa oleh BRIN."
"Tetapi apapun hasil pemeriksaan BRIN, tidak bisa mengoreksii kesimpulan bahwa kematian massal itu terutama disebabkan oleh gas air mata," lanjut Mahfud MD.
Mahfud MD juga melaporkan bahwa para stakeholder di bidang sepakbola banyak yang menghindar dari tanggung jawabnya.
"Ternyata juga dari hasil pemeriksaan ternyata semua stakeholder saling menghindar dari tanggung jawab," ujar Mahfud MD.
"Semua berlindung dibawah aturan-aturan dan kontrak-kontrak yang secara formal sah. Oleh sebab itu, saya sampaikan kepada Presiden untuk semua yang ditemukan dan semua rekomendasi untuk stakeholder terutama Pemerintah Kemenpora Kemenkes dalam 124 laporan halaman."
"Kemudian dalam catatan kami juga disebut jika kita selalu kita mendasarkan pada norma formal maka semuanya jadi tidak ada yang salah," katanya.
(*)
.
.
.