Natuna Terkini

Curhat Nelayan di Natuna Kerap Temui Kapal Ikan Asing Saat Melaut, Hasil Tangkapan Kian Menipis

Curhat dan keluhan nelayan tradisional di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, kian menyita perhatian,

Penulis: Birri Fikrudin | Editor: Eko Setiawan
Birri
Suasana aktivitas nelayan di Pelabuhan Pering, Bandarsyah, Kecamatan Bunguran Timur, Kabupaten Natuna. Jum'at (30/5/2025). 

TRIBUNBATAM.id, NATUNA - Curhat dan keluhan nelayan tradisional di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, kian menyita perhatian. 

Mereka mengaku semakin sering bertemu Kapal Ikan Asing (KIA) di laut Natuna Utara, yang diduga mencuri ikan secara ilegal.

Aktivitas ilegal ini bukan hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga menyebabkan kerusakan serius pada ekosistem laut.

Bahkan, hasil tangkapan nelayan lokal kini menurun drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Ilham, nelayan di Pelabuhan Pering, Kecamatan Bunguran Timur, mengaku kondisi ini sudah berlangsung setahun terakhir. 

Ia hampir selalu menjumpai kapal asing, terutama berbendera Vietnam, saat sedang melaut.

“Setiap saya melaut ketemu terus dengan kapal ikan asing. Bahkan bisa puluhan kapal. Mereka pakai pukat troll dan biasanya dua kapal sekaligus yang narik,” cerita Ilham kepada Tribunbatam.id, Jum'at (30/5/2025).

Ia menambahkan, alat tangkap yang digunakan kapal ikan asing tersebut sangat merusak ekosistem laut.

“Mereka tak peduli apa pun yang ada di bawah laut, semuanya ditarik. Karang, ikan kecil, besar, habis semua. Laut kita pun jadi rusak,” keluhnya.

Sebagai nelayan tradisional yang masih mengandalkan alat pancing tarik, Ilham mengaku semakin sulit mendapatkan hasil. 

Jika dulu seminggu melaut bisa membawa pulang hingga 600 kilogram ikan, kini 300 kilogram saja terasa berat didapat.

“Biasanya kami melaut cuma seminggu, sekarang kami bisa sampai 10 bahkan 15 hari di laut, karena hasilnya sedikit. Mau pulang juga rugi kalau hasilnya belum capai target,” katanya.

Ilham menyebut, kenaikan harga operasional juga memperparah beban nelayan. 

Jika sebelumnya modal Rp5 juta cukup untuk satu kali melaut, kini bisa mencapai sekira Rp8 juta.

“Harga ikan juga lagi turun, tapi barang-barang kebutuhan melaut naik. Jadi mau tidak mau kami bertahan dengan kondisi saat ini,” imbuhnya.

Meski beberapa waktu lalu pihak Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) berhasil menangkap beberapa kapal asing asal Vietnam, namun jumlah tersebut dinilai belum sebanding dengan kapal-kapal lain yang terus masuk dan mencuri ikan secara leluasa.

“Yang ditangkap baru beberapa saja. Di laut masih banyak yang berkeliaran. Bahkan puluhan jumlahnya,” kata Ilham.

Senada dengan Ilham, ditempat yang sama Erianto nelayan dari Ranai, mengungkapkan bahwa kapal-kapal asing bahkan berani masuk hingga 40 mil dari Kecamatan Pulau Laut, wilayah yang sudah sangat dalam teritori Indonesia.

“Kapal mereka besar-besar. Kalau dari laut Ranai, biasanya kami sudah ketemu di jarak 80 mil. Bahkan cuma 40 mil dari Pulau Laut udah ketemu. Mereka troll pukat seenaknya. Bubu kami pasang pun juga ditarik, karang-karang rusak, ikan kecil sampai besar ditarik semua,” keluh Erianto.

Ia juga menyuarakan kekhawatirannya terhadap masa depan anak cucu, yang kemungkinan akan kesulitan mencari ikan karena rusaknya ekosistem laut.

“Yang kami pikirkan anak cucu kami nanti, mau cari ikan pun susah karena laut sudah rusak,” imbuhnya.

Para nelayan Natuna berharap agar pemerintah lebih serius dan tegas dalam menindak kapal-kapal asing pencuri ikan, demi menjaga kelestarian laut dan nasib nelayan lokal yang kini berada di ujung tanduk. (Tribunbatam.id/Birrifikrudin).

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved