KENAIKAN PBB

Kenaikan PBB Imbas Efisiensi Anggaran Prabowo? Hasan Nasbi : Tuduhan Prematur

Benarkah kenaikan PPB di sejumlah daerah disebabkan adanya efisiensi anggaran pemerintah? Hasan Nasbi membantah

ist
KENAIKAN PBB - Kepala Kantor Kepresidenan RI Hasan Nasbi menegaskan kenaikan PBB bukan imbas dari efisiensi anggaran. Hasan menyampaikan hal itu saat konferensi pers Kamis (14/8/2025) 

TRIBUNBATAM.id - Benarkah kenaikan PPB di sejumlah daerah disebabkan adanya efisiensi anggaran pemerintah?

Akhir-akhir ini kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan membuat warga resah.

Di Pati, Jawa Tengah, masyrakat melancarkan protes kenaikan PBB hingga 250 persen.

Aksi unjukrasa berujung ricuh, Rabu (14/8/2025). Bukan hanya pembatalan kenaikan PBB, warga juga mendesak Bupati Pati Sudewo mundur dari jabatam.

DPRD Pati sepakat mengadakan hak angket untuk pemakzulan bupati.

Kendat demikian, Sudewo menolak mundur.

Kenaikan PBB juga terjadi di Jombang, Jawa Timur, Cirebon Jawa Barat, Bone Sulawesi Selatan hingga Semarang Jawa Tengah.

Lantas benarkah ini efek dari efisiensi anggaran?

Pemerintahan Prabowo Subianto memang menerapkan efisiensi anggaran melalui Inpres Nomor 1 Tahun 2025.

Sebagai tindak lanjutnya, Kementerian Keuangan mengeluarkan KMK Nomor 29 Tahun 2025.

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memastikan akan terus melanjutkan kebijakan efisiensi anggaran kementerian/lembaga (K/L) hingga 2026.

Efisiensi anggaran tahun depan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 5 Agustus 2025.

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan RI Hasan Nasbi tegas membantah kenaikan PBB merupakan imbas dari efisiensi anggaran

Saat konferensi pers yang diunggah di youtube Kantor Kepresidenan, Kamis (14/8/2025), Hasan awalnya menanggapi kejadian demo di Pati.

Pemerintah berharap bisa diselesaikan dengan baik yakni dengan cara dialog.

"Semua pihak bisa berdialog, bertemu dengan kepala dingin dengan pikiran hati yang tenang untuk menyisa menyelesaikan persoalan ini dengan dengan baik. Karena kalau misalnya ketertiban umum terganggu, tentu kepentingan masyarakat secara umum juga nanti akan terganggu," ujarnya.

Hasan menyatakan kenaikan PBB bukan merupakan efek dari efisiensi anggaran.

"Nah, kalau mengenai tuduhan bahwa hal-hal yang dilakukan oleh beberapa pemerintah daerah ini terkait dengan kebijakan efisiensi, kami menganggap ini sebuah tanggapan yang prematur ya. Teman-teman efisiensi di awal tahun 2025. Itu tidak hanya untuk satu kabupaten kota. Tidak hanya untuk dua kabupaten kota, tapi untuk lima ratus an kabupaten kota.  Untuk lima ratus an kabupaten kota untuk seluruh kementerian dan lembaga yang ada di pemerintah pusat. Jadi kalau ada kejadian spesifik, satu kejadian seperti yang terjadi di Pati ini adalah murni dinamika lokal," ujarnya.

Ia menjelaskan, jika kenaikan PBB adalah efek kejadian, efek dari kebijakan pemerintah pusat, maka kita harus bicara dalam konteks 500-an kabupaten, kota. 

"Dan ini ini perlu untuk ditekankan dan untuk kebijakan-kebijakan yang ada di pemerintah daerah itu kan memang kewenangan mereka ya untuk PBB-P2 itu. Pajak Bumi Bangunan, sektor pedesaan dan sektor perkotaan, rumah, gedung tanah di luar tambang, perkebunan dan lain-lain. Ini memang kewenangan dari pemerintah daerah, biasanya mereka juga membuat ini berdasarkan Perda. Kalau berdasarkan Perda itu kan bupati," tambahnya.

Tarif PBB merupakan kebijakan yang disepakati kepala daerah dengan DPRD. 

 Jadi ini tidak bisa kemudian langsung dengan tuduhan prematur seperti itu ya.

"Maka itu yang saya bilang bahwa kebijakan ini kebijakan daerah dan kalau ada kejadian seperti dipati itu murni dinamika lokal.  Dan kalau itu dituduhkan sebagai efek dari kebijakan pemerintah pusat, maka kita harus bicara dalam konteks lima ratusan kabupaten kota. Dan ini kan satu peristiwa, maka satu peristiwa ini lebih baik dimaknai sebagai dinamika di tingkat lokal ya, tidak dihubunghubungkan dengan kebijakan pemerintah pusat soal efisiasi. Karena sebenarnya efisiensi ini hanya mungkin empat atau lima persen saja ya dari anggaran yang biasa dikelola oleh pemerintah daerah. Kira-kira seperti itu" jelasnya.

Ketentuan PBB

Ketentuan pemungutan PBB-P2 diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Sesuai Pasal 38 UU Nomor 1 Tahun 2022, objek PBB-P2 adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

Adapun yang dikecualikan dari objek PBB-P2 adalah kepemilikan, penguasaan, dan/ atau pemanfaatan atas:

a. Bumi dan/atau Bangunan kantor Pemerintah, kantor Pemerintahan Daerah, dan kantor penyelenggara negara lainnya yang dicatat sebagai barang milik negara atau barang milik Daerah;
b. Bumi dan/atau Bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang keagamaan, panti sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
c. Bumi dan/atau Bangunan yang semata-mata digunakan untuk tempat makam (kuburan), peninggalan purbakala, atau yang sejenis;
d. Bumi yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;
e. Bumi dan/atau Bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
f. Bumi dan/atau Bangunan yang digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri;
g. Bumi dan/atau Bangunan untuk jalur kereta api, moda raya terpadu (Mass Rapid Transit), lintas raya terpadu (Light Rail Transit), atau yang sejenis;
h. Bumi dan/atau Bangunan tempat tinggal lainnya berdasarkan NJOP tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Daerah; dan
i. Bumi dan/atau Bangunan yang dipungut pajak bumi dan bangunan oleh Pemerintah.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved