5 Bersaudara di Gresik Telantar, Ibu Pergi dari Rumah, Kini Jual Barang Demi Sambung Hidup
Lima bersaudara di Gresik anak dari pasangan (alm) Aldi kelahiran 1973 asal Surabaya, dan Santi kelahiran 1980, asal Manado, kini hidup telantar
GRESIK, TRIBUNBATAM.id - Lima anak di Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur, jalani kehidupan memprihatinkan.
Lima bersaudara, anak dari pasangan (alm) Aldi kelahiran 1973 asal Surabaya, dan Santi kelahiran 1980, asal Manado, kini hidup telantar.
Mereka tak punya uang. Kerabat lain pun tak ada. Kakak beradik itu terpaksa menjual perabotan rumah yang tersisa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Pilunya lagi, dari lima anak ini ada yang masih balita.
Kehidupan Essel (21), Andre (19), Dexta (13), Kimora (11), dan Ceis (3), banyak berubah setelah ayah mereka meninggal dunia, sementara ibu baru-baru ini pergi entah kemana.
Kehidupan mereka yang ditelantarkan ibu setelah ayah meninggal, viral di media sosial belum lama ini.
Tetangga sekitar pun banyak yang baru tahu kehidupan kelima bersaudara itu setelah mereka menjual perabotan rumah.
Sebelumnya, keluarga mereka yang tinggal di rumah kontrakan di Perumahan Grand Gresik Harmoni, Dusun Srembi, Desa Kembangan, dikenal agak tertutup.
"Ayah meninggal dunia (bulan) Maret kemarin, kecelakaan kapal yang terjadi di (perairan) Paciran, Lamongan," kata Essel, saat ditemui di rumah kontrakannya, Jumat (15/8/2025), dilansir dari Kompas.com, Sabtu (16/8/2025).
"Kalau ibu, sudah akhir atau awal bulan ini meninggalkan kami, tidak lagi pulang," ujarnya.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka sampai menjual barang-barang yang ada di rumah.
Mulai dari pendingin ruangan, televisi, lemari es, hingga galon air minum.
Semua dijual secara bergantian, guna bisa membeli yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka.
"Itu sudah kami lakukan (menjual barang-barang) sejak ayah masih ada, bahkan uang kiriman dari ayah juga kadang digunakan oleh ibu untuk keperluan dirinya sendiri," ucap Essel.
Ia menuturkan, perangai ibu mereka berubah dan semakin parah sejak ayahnya meninggal dunia.
Uang santunan kematian ayahnya turut habis digunakan oleh ibunya untuk hal yang tidak perlu.
Oleh karena itu, mereka masih harus mencukupi kebutuhan sehari-hari dengan menjual barang yang tersisa di rumah.
"Kemarin saat ayah meninggal itu memang dapat uang santunan, tapi juga sudah habis, sebab kadang ibu mau beli rokok minta uang itu," katanya.
"Padahal, kami juga ada adik yang masih kecil, yang perlu untuk beli Pampers (popok) dan susu," kata Essel, dengan nada haru.
Bahkan, ibu mereka tidak lagi pulang ke rumah sejak 15 hari terakhir.
Essel dan adiknya secara bergantian mengurus adik bungsu mereka, Cies.
"Saya sendiri sudah biasa ganti pampers dan buatin susu buat Cies, begitu pula adik-adik yang lain," ujarnya.
Kebiasaan itu, karena sebelumnya ibu mereka juga kadang tak pulang ke rumah. Mereka akhirnya bergantian merawat si bungsu.
Essel menceritakan, baik dia maupun adik-adiknya tidak ada yang merasakan bangku sekolah menengah atas (SMA)/sederajat.
Ini dikarenakan keterbatasan dan 'ketidakpedulian' orang tua mereka.
Dia dan Andre hanya mengenyam pendidikan sebatas sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP)/se-derajat.
"Tidak ada yang sampai SMA. Saya hanya lulus sampai kejar paket setara SMP (SLTP), sementara adik saya Andre ini sampai SMP," kata Essel.
Ijazah Ditahan Sekolah
Andre, adik Essel bercerita, meski sempat mengenyam pendidikan di salah satu SLTP swasta di Gresik, cerita tidak mengenakkan sempat dialami olehnya.
Ia tidak diperbolehkan mengikuti wisuda dan ijazahnya hingga masih ditahan oleh pihak sekolah lantaran beberapa tunggakan yang belum dibayar.
"Banyak yang belum dibayar, masih banyak yang menunggak, jadi saya enggak boleh ikut wisuda," katanya.
"Ijazah saya sampai sekarang juga masih ditahan oleh pihak sekolah, karena masih banyak tunggakan yang harus dibayar," tutur Andre.
Dua adiknya, Dexta dan Kimora, lebih miris lagi.
Mereka tidak sampai merasakan lulus sekolah dasar (SD) dan harus putus sekolah.
Adapun adiknya yang bungsunya masih berstatus belum sekolah karena balita.
Essel mengatakan, keluarganya tercatat sebagai warga Desa Yosowilangun di Kecamatan Manyar, Gresik, meski kedua orang tua mereka adalah pendatang.
Ayah mereka dari Surabaya, sedangkan ibunya warga Manado.
Mereka tercatat dalam catatan sipil sebagai warga Desa Yosowilango, dikarenakan mereka sempat memiliki rumah hunian di desa tersebut, tetapi sudah dijual.
Sejak saat itu, mereka harus terus berpindah-pindah rumah kontrakan.
"Itu (rumah di Desa Yosowilangon), sudah lama, saat saya masih kecil. Sudah dijual, jadi kami pindah-pindah kontrakan."
"Pernah kontrak rumah di Perumahan ABR dua tahun, terus sekarang di sini sudah hampir dua tahun," kata Essel.
Rumah kontrakan yang mereka tempati saat ini pun masih menunggak.
"Ini masih nunggak, beberapa waktu lalu yang punya datang menagih kekurangan uangnya. Tapi mau bagaimana, kami tidak punya uang," ucap Essel.
2 Tahun Tinggal di Perumahan Grand Gresik Harmoni
Ketua RT 8 RW 3, Masbukin mengatakan, kelima bersaudara tersebut memang menjalani kehidupan dalam kondisi cukup memprihatinkan.
Bahkan, mereka sampai menjual barang-barang yang ada di rumah guna memenuhi keperluan hidup sehari-hari, yang membuat warga merasa tidak tega.
"Mereka menempati rumah kontrakan itu sudah hampir dua tahun. Meski begitu, sebelumnya banyak warga yang kurang tahu kondisi mereka, karena mereka agak tertutup," ujar Masbukin, Jumat (15/8/2025).
"Baru sejak kakak-kakaknya yang tua jual barang-barang untuk keperluan hidup, para tetangga, kami semua, jadi merasa iba dan ingin membantunya," ucap dia.
Ditambah lagi, pemilik rumah sempat datang menagih kekurangan pembayaran rumah kontrakan yang mereka tempati.
Oleh karena itu, beberapa upaya coba dilakukan warga guna membantu mereka.
"Kami sudah coba menghubungi ibu mereka tapi tidak direspons, coba dihubungi oleh anaknya sendiri juga responsnya seperti itu."
"Makanya kami terus hubungi Dinsos, orang DPRD, Alhamdulillah langsung direspons dengan baik," kata Masbukin.
Seorang warga setempat, Sofyan mengatakan, warga merasa prihatin atas apa yang dialami oleh kelima anak tersebut.
Apalagi, selain putus sekolah, Essel dan Andre belum bekerja, sehingga belum memiliki pemasukan untuk membiayai kehidupan sehari-hari.
"Cukup miris, tidak hanya AC (pendingin ruangan) maupun televisi, tapi mereka juga sampai jual galon (air minum) untuk biaya kebutuhan hidup."
"Apalagi mereka kemarin juga sempat ditagih kekurangan uang rumah kontrakannya Rp10 juta, bagaimana kami tidak merasa kasihan," tutur Sofyan.
Atas fenomena tersebut, ada warga yang kemudian menghubungi pihak terkait, hingga berinisiatif membuka donasi untuk dapat membantu mereka.
Termasuk, membantu menghubungi pihak terkait yang bisa membantu memberikan pekerjaan bagi Essel maupun Andre.
"Tiga adiknya sudah ditangani oleh Dinsos dan KBPPPA, sedangkan untuk Essel dan Andre coba kami upayakan agar bisa bekerja."
"Alhamdulillah, kemarin dari Kepala Desa Yosowilangon sudah menyanggupi mereka akan diperbantukan di dapur makan program MBG (makan bersama gratis), mudah-mudahan bisa segera bekerja agar dapat penghasilan," ucap Sofyan.
Harapan warga supaya pihak terkait ikut membantu terkabul, setelah jajaran DPRD Gresik bersama dengan Dinas Sosial dan juga Dinas Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KBPPPA) Gresik, bergerak bersama dalam membantu memberikan solusi bagi kelima bersaudara tersebut.
"Sudah, kami sudah koordinasi dengan Dinsos dan KBPPPA, dengan tiga dari mereka sudah ditangani dan kini sudah berada di rumah aman KBPPPA Gresik," tutur Ketua Komisi IV DPRD Gresik, Muchamad Zaifudin.
Sementara itu, Kepala Dinas Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (KBPPPA) Kabupaten Gresik, dr Titik Ernawati, membenarkan bahwa untuk sementara Dexta, Kimora, dan Ceis yang masih berusia tiga tahun, akan berada di rumah aman.
"Untuk tindak lanjut akan dilakukan pendampingan psikolog dari UPT PPA, untuk konseling dan juga layanan psikososial," kata titik. (Kompas.com)
Proyeksi Dana Desa 2026 Dipangkas, 51 Desa di Kapuas Hulu Terima Rp 1 Miliar Lebih di 2025 |
![]() |
---|
Proyeksi Dana Desa 2026 Dipangkas, 28 Desa di Bengkayang Terima Rp 1 Miliar Lebih di 2025 |
![]() |
---|
Proyeksi Dana Desa 2026 Dipangkas, 18 Desa di Kota Batu Terima Rp 1 Miliar Lebih di 2025 |
![]() |
---|
Proyeksi Dana Desa 2026 Dipangkas, 102 Desa di Tulungagung Terima Rp 1 Miliar Lebih di 2025 |
![]() |
---|
Proyeksi Dana Desa 2026 Dipangkas, 116 Desa di Tuban Terima Rp 1 Miliar Lebih di 2025 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.