TRIBUNBATAM.id, ANAMBAS - Penetapan usaha olahraga biliar sebagai objek wajib pajak belum diketahui warga yang biasa bermain bola sodok ini.
Beberapa dari mereka terkejut saat mengetahui olahraga ini masuk dalam oerubahan ke dua atas Perda nomor 2 Tahun 2011 tentang pajak daerah.
"Masa iya. Kapan itu diresmikannya," ujar Hardi, seorang warga yang biasa memainkan olahraga biliar ini Minggu (17/12/2017).
Baca: Nonton Bareng Daihatsu, Yoza Tak Nyangka Dapat Hadiah TV LED
Baca: Polisi Ini Tewas Disambar Kereta Api Saat Sibuk Atur Kendaraan Agar Tak Terobos Perlintasan Rel KA
Baca: DUH! Bocah 15 Tahun Ini Dipaksa Nikahi Janda Kakaknya. Tapi Hanya 2 Jam, Ia Gantung Diri
Ia terkejut ketika butir pasal yang sebelumnya mengatur golf (termasuk driving range) sebagai objek wajib pajak dihilangkan dengan alasan golf merupakan cabang olahraga sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 520 Tahun 2011.
"Kok alasannya begitu. Awalnya malah saya pikir, butir pasal golf itu dihilangkan karena golf tak ada di sini. Kalau alasannya golf dihilangkan karena masuk dalam cabang olahraga, biliar pun demikian. Kok bisa pula diluluskan jadi Perda," katanya.
Ia, secara pribadi keberatan bila olahraga biliar dikenakan pajak.
Tarif Rp 30 ribu per jam yang ditetapkan di tempat usaha biliar, diakuinya sudah cukup membebankan pengunjung yang bermain.
Ini belum lagi ditambah stigma masyarakat terhadap olahraga biliar yang cenderung dipandang negatif.
"Belum dibebankan pajak saja sudah sepi. Apalagi kalau sudah kena pajak. Belum lagi persepsi sebagian masyarakat masih negatif terhadap olahraga ini. Asal ada razia, pasti tempat biliar itu dirazia. Apalagi, kalau ada kegiatan besar. Diimbau ditutup. Padahal, ini kan masuk dalam olahraga," katanya.(tyn)