TRIBUNBATAM.ID, HONG KONG - Aksi demo Hong Kong belum berhenti meskipun kepala pemerintah eksekutif sudah minta maaf, diikuti anggotra parlemen yang mendukung RUU ekstradisi di negara pulau tersebut.
Meskipun jumlahnya semakin sedikit, hanya sekitar 100 pengunjuk rasa dan umumnya adalah mahasiswa, namun aksi mereka cukup berani.
Pada pendemo memblokir pintu masuk lantai dasar Revenue Tower tempat Kantor Pajak dan sejumlah lainnya beraktivitas di Wan Chai, mulai Senin (24/6/2019) siang sampai menjelang malam.
Dilansir TribunBatam.id dari South China Morning Post, mereka memaksa pemerintah Hong Kong menyetujui empat tuntutan mereka terkait RUU ekstradisi yang kontroversial tersebut.
• Demo Hong Kong Belum Berhenti, Blokade Markas Polisi. Komisaris Disandera Tapi Polisi Diam Saja
• Pemimpin Hong Kong Terlalu Sombong, 2 Juta Orang Terbakar Turun ke Jalan, Mendesaknya Mundur
• Protes Anti-Deportasi Berlanjut. Hong Kong Lumpuh dan Mencekam, Pendemo Bentrok dengan Polisi
Reli demo Hong Kong sudah terjadi empat kali, dimulai sejak Minggu, 9 Juni lalu dengan sekitar 1 juta pendemo turun ke jalan dan memenuhi jalan utama kantor pemerintahan di Wan Chai.
Aksi kembali terjadi pada Rabu, 12 Juni, saat pemerintah dan parlemen berencana membahas RUU tersebut.
Puncaknya, Minggu, 16 Juni, sebanyak 2 juta orang memenuhi jalan utama Hong Kong gara-gara sehari sebelumnya, Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam menolak untuk minta maaf atas bentrokan yang terjadi pada Hari Rabu.
Sehari setelah pendemo melumpuhkan Hing Kong, Carrie Lam akhirnya minta maaf dan menunda pembahasan RUU tersebut.
Pada Sabtu lalu, pendemo kembali turun dan memblokir markas polisi Wan Chai sebagai protes terhadap kekerasan yang dilakukan polisi.
Nah, kini, giliran sejummlah kantor pelayanan publik di pusat pemerintahan Admiralty dilumpuhkan.
Sekitar 100 pengunjuk rasa memblokir pintu masuk lantai dasar Revenue Tower. Para pegawai yang bekerja di kantor tersebut sempat dilarang keluar oleh pendemo.
Tuntut Penarikan Penuh RUU
Menurut SCMP, para pendemo belum puas dengan penundaan RUU Ekstradisi oleh pemerintah eksekutif Hongkong. Mereka ingin RUU itu ditarik total.
Aksi demo dan blokade kantgor pemerintahan, Senin, pendemo mengepung kantor pajak dan kemudian menuju Departemen Imigrasi dan selanjutnya ke kantor pusat dan badan legislatif pemerintah.
Dalam gerakan spontan, para pengunjuk rasa mengikuti undangan di media sosial untuk berkumpul di gedung Dewan Legislatif di Admiralty pada pukul 11 pagi.
Setelah beberapa pertimbangan, mulai pukul 13:45, para pemrotes memutuskan untuk membiarkan orang-orang meninggalkan gedung, namun mencegah mereka masuk, termasuk melalui tempat parkir bawah tanah.
"Kami akan membiarkan pegawai negeri keluar gedung untuk makan siang dan mendesak mereka untuk pulang kerja lebih awal. Tapi kami menghalangi siapa pun masuk. Orang-orang dapat membayar pajak mereka di lain hari atau melakukannya secara online, ” kata Sean Ko, mahasiswa 22 tahun yang ikut menjadi motor aksi tersebut.
Selain mendesak pemerintah untuk mencabut undang-undang itu, mereka menuntut agar polisi mencabut penggunaan kata "kerusuhan" sehubungan dengan protes pada 12 Juni.
Mereka juga mendesak polisi mencabut dakwaan terhadap mereka yang ditangkap dalam bentrokan hari itu, termasuk kepada pemimpin aksi, Joshua Wong.
Tuntutan keempat pengunjuk rasa juga menyerukan penyelidikan independen atas apa yang mereka katakan sebagai penggunaan kekuatan berlebihan oleh polisi pada 12 Juni.
RUU kontroversial ditangguhkan pada 15 Juni, pada awalnya bertujuan untuk memungkinkan pelaku kriminal di Hong Kong diekstradisi ke yurisdiksi kota yang tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Hong Kong, termasuk China daratan.
Namun rakyat Hong Kong yang selama seratus tahun di bawah jajahan Inggris hingga 1997, menolak RUU tersebut karena bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanuasiaanm demokrasi dan hak-hak asasi masyarakat Hong Kong.
Mereka khawatir RUU itu akan membuat penuntutan yang tidak adil terhadap para tersangka. Apalagi, jika mereka diekstradisi ke China daratan, nasibnya bahkan lebih buruk.
China hingga saat ini memang masih masuk dalam stigma sebagai salah satu negara yang sering melanggar hak asasi manusia dan sistem peradilan yang buruk.
Seorang warga bermarga Chow (64) yang memasuki gedung lebih awal untuk mengajukan permohonan pendaftaran bisnis, mengatakan dia tidak keberatan dengan gangguan kecil itu.
Masyarakat Terbelah
Aksi demo ini memang mengganggu pelayanan pemerintah dan warga yang hendak berurusan di Admiralty sedikit mengalami masalah.
Di antara masyarakat juga mulai terbelah dengan aksi tersebut karena aksi blokade itu mengganggu pelayanan.
Meski demikian, mereka mendukung gerakan ini karena mereka mewakili rakyat Hong Kong yang ingin hak-hak kebebasannya dipertahankan.
"Ini adalah tindakan pembangkangan sipil, tentu saja. Akan ada beberapa ketidaknyamanan," katanya kepada SCMP. "Tapi saya tidak keberatan anak-anak muda ini melakukan apa yang mereka anggap benar, untuk memperjuangkan masa depan Hong Kong."
Seorang warga lain yang bermarga Wong, yang gagal masuk untuk membayar pajak hanya kecewa karena tidak mendapat pemberitahuan bahwa akan ada aksi.
"Saya tidak tahu apa yang diinginkan para pengunjuk rasa dengan cara ini. Mengapa mereka tidak mencari kantor pusat, tetapi justru tempat rakyat sering datang," katanya.
Suasana di sekitar kantor tempat berlangsungnya aksi juga sedikit mencekam karena ratusan pegawai hanya bisa menggunakan dua lift untuk meninggalkan gedung.
Pintu masuk bawah tanah juga diblokir sekitar pukul 13:30, dan pengunjuk rasa berteriak "waktu untuk pulang!"
Pemilik toko mode Sarah Ho mengeluh karena mereka tidak dapat mengajukan perpanjangan izin perusahaannya karena dihalangi saat memasuki Revenue Tower, tempat regestrasi perusahaan berkantor.
“Sebenarnya tidak terlalu relevan (demo di sini) karena jarak kantor Registrasi Perusahaan dengan Admiralty terlalu jauh. Saya juga harus menjemput anak-anak saya dari sekolah, tapi semuanya macet,” katanya.
"Saya benar-benar mendukung mereka dan setuju menentang RUU ini, tetapi mereka seharusnya tidak menghalangi warga negara lain."
Pengusaha James Kinloch, yang harus berusaha menerobos barikade untuk meninggalkan gedung, mengatakan ia pada dasarnya juga setuju dengan aksi tersebut.
"Semuanya baik-baik saja ... Ini adalah protes damai dan itu sesuatu yang penting untuk mencapai hal yang baik, harus lebih banyak otonomi bagi orang-orang Hong Kong," katanya.
Setelah tiga jam membelokade Kantor Pajak, para pengunjuk rasa beralih ke Menara Imigrasi di sebelahnya untuk melanjutkan demonstrasi.
Para pengunjukrasa membubarkan antrean para pemohon visa dan migran daratan.
Para pengunjuk rasa juga meminta maaf kepada staf dan warga karena ketidaknyamanan yang ditimbulkan.
Setelah itu, barulah mereka menuju ke kantor pusat pemerintah di Tamar, Admiralty sekitar jam 4 sore.
Raymond Tam Chi-yuen, mantan sekretaris urusan konstitusional dan daratan mengatakanm RUU kontroversial secara efektif "mati", namun tidak diumumkan secara resmi.
“Di bawah konstitusi, warga Hongkong memiliki hak untuk protes, tetapi saya berharap mereka tidak akan melanggar hak orang lain untuk mendapatkan pekerjaan, pulang ke rumah setelah bekerja, atau membayar pajak mereka ke pemerintah. Ketika mereka menggunakan hak mereka untuk protes, rasa saling menghormati harusnya juga dikedepankan," kritiknya.