TRIBUNBATAM.id - Sulami sempat dijuluki manusia kayu dari Sragen, begini kondisinya sekarang.
Meski tubuh Sulami kaku seperti kayu, ia pantang menyerah dan terus bersyukur.
Sulami tidak memilih berdiam saja.
Sulami lebih suka menyibukkan diri dengan kegiatan yang ia tekuni saat ini, yaitu membuat tas.
Tidak hanya tas, dirinya juga membuat dompet dan gantungan kunci.
Saat Tribunjateng.com menyambangi rumahnya yang berada di Dusun Selorejo Wetan, RT 31 Desa Mojokerto, Kecamatan Kedawung Kabupaten Sragen dirinya tengah sibuk membuat tas.
Dikamarnya yang sekira berukuran 2,5 x 2,5 meter itu lah dirinya memerlukan dua hingga tiga hari pengerjaan untuk satu tas.
Untuk mengatasi kejenuhannya, Lami panggilan akrabnya mengaku setiap pagi meminta sang adik untuk membangunkannya dari dipan untuk menonton televisi.
"Kalo pagi, saya minta tolong adik untuk membantu membangunkan saya lalu menonton televisi, biar ga bosen di kamar, butuh hiburan," terang Lami.
Sekali berdiri Lami mengaku mampu selama tiga hingga lima jam. Disela-sela menonton televisi dirinya juga masih sempat membuat tas motenya.
Tidak ada yang mengajari Sulami untuk membuat tas, dirinya belajar secara otodidak bersama kembarannya dulu.
"Dulu sama kembaran saya suka beli gantungan kunci, kita bongkar trus belajar bikin sendiri," terang Sulami yang tengah sibuk memasukan benang ke lubang mote.
Lami mulai mendalami membuat gantungan kunci sejak tujuh tahun lalu atau 2012, sedangkan mulai membuat tas tahun 2017.
Bahan-bahan untuk membuat tas Sulami mengaku pesan terlebih dulu, lalu sang adiknya Susilowati yang akan mengambil.
Satu tas karya tangan Sulami di bandrol dengan harga Rp 125.000, untuk dompet Rp 30.000 dan Rp 7.000 untuk gantungan kunci.
Sulami mengaku kebanyakan pelanggannya datang langsung untuk membeli, tidak jarang teman-teman Sulami juga bantu menjualkan.
Tak bisa bergerak
Kondisi Sulami (38) yang dikenal sebagai manusia kayu asal Dusun Selorejo Wetan, RT 31 Desa Mojokerto, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Sragen yang sempat menghebohkan beberapa waktu lalu tidak berubah.
Ia masih terbujur kaku di dipan kamarnya.
Tubuhnya yang kurus kering nyaris tidak bergerak, hanya pergelangan tangan dan kakinya saja yang dapat digerakkan.
Kepada Tribunjateng.com Sulami menceritakan awal mula tubuhnya mulai kaku.
Menurutnya, Sulami mulai kaku sejak duduk di bangku kelas 3 SD atau saat dirinya berusia 9 tahun.
Meski demikian, karena keterbatasan orangtuanya, Sulami tidak dibawa berobat ke rumah sakit.
Dari hari ke hari, kaku pada tubuhnya perlahan menjalar.
Hingga akhirnya, saat usia 20 tahun, selutuh tubuhnya kaku total.
Bukan hanya Sulami yang mengalami kondisi seperti itu.
Saudara kembarnya, Paniyem juga bernasib sama.
Paniyem sudah meninggal pada 2012 silam.
Sementara orangtuanya juga telah tiada dua tahun lalu.
Kini, Sulami dirawat oleh sang adik, Susilowati (25).
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mereka mengandalkan suami Susilowati, Didik Gunawan yang bekerja serabutan.
Lantaran berbagai keterbatasan itu, sudah satu tahun terakhir Sulami tidak mengonsumsi obat ataupun memeriksakan dirinya ke dokter.
Ia pun hanya bisa pasrah dengan kondisinya sekarang ini.
Sementara Susilowati menambahkan, jika keluarganya mendapat bantuan berupa beras dan telur.
Sedangkan bantuan dari para donatur untuk Sulami sudah habis.
"Tabungan sudah tidak ada," ujar dia.
Di sisi lain, meski hampir seluruh tubuhnya tak bisa digerakkan, Sulami tak bisa hanya berdiam diri.
Ternyata, Lami, sapaan Sulami, piawai bikin tas yang terbuat dari mote.
Bukan hanya tas, ia juga membuat gantungan kunci dan dompet.
Rata-rata, untuk membuat satu tas, Lami butuh waktu sekitar dua hingga tiga hari.
Tak ada yang mengajari Sulami membuat tas.
Ia belajar membuat kerajinan itu secara ototidak bersama kembarannya, Paniyem yang telah tiada pada 2012 lalu.
"Dulu bersama kembaran saya suka beli gantungan kunci. Kami bongkar terus belajar bikin sendiri," terang Sulami yang tengah sibuk memasukan benang ke lubang mote.
Sementara untuk bahan, Sulami pesan terlebih dulu.
Kemudian diambil adiknya, Susilowati.
Satu tas karya tangan Sulami dibanderol Rp 125 ribu, dompet Rp 30 ribu dan Rp 7 ribu untuk gantungan kunci.
Sulami mengaku kebanyakan pelanggannya datang langsung untuk membeli.
Tidak jarang teman-teman Sulami juga bantu menjualkan.
Di sisi lain, untuk melepas penat, tiap pagi ia minta adiknya untuk membantunya berdiri dan menonton televisi.
Sekali berdiri, Lami mampu bertahan antara tiga hingga lima jam.
Di sela menonton televisi itu, Lami juga terus membuat kerajinan tangan.
"Nonton televisi agar tigak bosan, butuh hiburan juga," terang dia. (Mahfira Putri Maulani)
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Manusia Kayu Sulami Sulap Mote jadi Tas Cantik, Simak Aneka Hasil Karyanya