KILAS SEJARAH

Pesan Cinta Terakhir Soeharto Sebelum Tutup Usia Diungkap Sang Anak, Begini Kisahnya

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Soeharto semasa muda dan soeharto saat tua

TRIBUNBATAM.id - Cerita Soeharto seakan tak pernah habis dibaca dan dikupas.

Soeharto bagi bangsa Indonesia adalah sosok besar hingga akhir hayat.

Dilansir dari Tribun Jatim, pesan terakhir Soeharto sebelum wafat pernah diungkap oleh putri sulungnya, Siti Hardiyanti Hastuti atau Tutut Soeharto.

Di ceritanya, Tutut Soeharto kala itu sampai menangis mendengar pesan dari ayahnya, Seoharto.

Cerita ini disampaikan Tutut Soeharto melalui tututsoeharto.id.

Simak kisahnya.

 

Presiden Soeharto. Gambar diambil pada 15 Januari 1998. (KOMPAS/JB SURATNO)

Seperti diketahui, Soeharto meninggal dunia pada 27 Januari 2008 pukul 13.10.

Dilansir dari tututsoeharto.id via TribunJabar (grup TribunJatim.com) Tutut Soeharto mengatakan sang ayah masih sempat merayakan ulang tahunnya.

Pada 25 Januari 2008, Soeharto ingin makan pizza.

Dua anak perempuannya, Titiek dan Mamiek Soeharto mencari pizza.

Setelah pizza berhasil dibeli, Soeharto tiba-tiba menyanyikan lagu yang biasa dinyanyikan saat ulang tahun.

Ya, Soeharto menyanyikan lagu itu untuk Tutut yang berulang tahun pada 23 Januari.

Soeharto lahap memakan satu potong pizza.

Momen bahagia itu pun berhasil diabadikan di handphone yang dibawa Titiek.

"Bila malam itu Titiek tidak membawa HP-nya, mungkin kami tidak punya kenangan terakhir dengan bapak yang dapat kami abadikan," tulis Tutut.

Setelah merayakan ulang tahun, Soeharto bangun untuk salat Tahajud.

Kebiasaan salat Tahajud sudah dilakukan Soeharto bertahun-tahun yang lalu.

Saat akan salat Tahajud, Soeharto meminta kasurnya diputar agar menghadap kiblat.

Padahal dokter menyampaikan tidak apa-apa tak menghadap kiblat bila sedang sakit.

Namun, Soeharto kukuh meminta kasurnya diputar agar salat Tahajud menghadap kiblat.

"Saya mau menghadap kiblat."

Kolase Tutut dan Soeharto (tututsoeharto.id)

 

Untuk memenuhi keinginan ayahnya, Sigit Harjojudanto memutarkan kasur Soeharto agar menghadap kiblat.

Satu hari sebelum meninggal, Soeharto berpesan kepada Tutut.

Ia meminta Tutut mendekat ke arahnya.

"Bapak mau bicara. Dengarkan baik-baik," ucapnya lirih.

Saat itu Tutut masih bingung akan permintaan Soeharto.

"Bapak sudah tidak kuat lagi. Bapak ingin menyusul ibumu," kata Soeharto.

Mendengar ucapan Soeharto, Tutut merinding.

Ia optimistis sang ayah dapat sembuh kembali.

Tak sampai di situ, Soeharto berpesan agar Tutut menjaga kerukunan Keluarga Cendana.

"Kamu dengarkan, wuk. Kamu anak bapak yang paling besar, sepeninggal bapak nanti, tetap jaga kerukunan kamu dengan adik-adikmu, cucu-cucu bapak dan saudara-saudara semua.

Kerukunan itu akan membawa ketenangan dalam hubungan persaudaraan, dan akan memperkuat kehidupan keluarga. Selain itu Allah menyukai kerukunan.

Ingat pesan bapak... tetap sabar dan jangan dendam. Allah tidak sare (tidur)," kata Soeharto.

Tak kuasa menahan air matanya, Tutut menangis.

Soeharto memegang tangan Tutut sambil berucap, "jangan sedih, semua manusia pasti akan kembali kepada-nya. Tinggal waktunya berbeda. Bapak tidak akan hidup selamanya. Kamu harus ikhlas, Insya Allah kita akan bertemu suatu saat nanti, di alam lain.

Dekatlah dan bersenderlah selalu kalian semua hanya kepada Allah. Karena hanya Dia yang pasti bisa membawa kita ke surga. Doakan bapak dan ibumu."

Air mata Tutut semakin tak terbendung.

Ia hanya bisa terdiam takut.

Soeharto juga berpesan untuk tetap membantu masyarakat.

Tutut memeluk Soeharto erat-erat lalu mencium tangannya.

 

 

Karena Soeharto mengatakan lelah dan ingin istirahat, Tutut membetulkan posisi selimut ayahnya.

Dalam hati Tutut berdoa, "Ya Allah, beri saya kekuatan dan kemudahan untuk melaksanakan keinginan bapak, amin."

Sore harinya, kesehatan Soeharto semakin menurun.

Pada malam harinya, kondisi Soeharto belum juga membaik justru semakin menurun.

Ketika ditanya bagian mana yang sakit, Soeharto hanya menggelengkan kepala.

 

Ketika subuh menjelang, Tutut dan Mamiek dibangunkan dari tidurnya.

Suster mengatakan Soeharto dalam keadaan kritis.

Saat sampai di ruang rawat, Soeharto sudah ditemani Sigit.

Wajahnya tampak damai tidak terlihat tanda kesakitan. Matanya tertutup rapat.

Tutut memutuskan memanggil semua keluarga. Sesampainya di ruang rawat, satu per satu anggota keuarga mencium tangan Soeharto.

Anak-anak Soeharto membisikkan kalimat istigfar dan tasbih di telinga ayahnya.

Sampai ketika Soeharto menghembuskan napas terkahirnya, wajahnya tidak tampat rasa sakit. (Fauzie Pradita Abbas)

Artikel ini pernah tayang di TribunJabar.

Presiden Soeharto pada saat mengumumkan pengunduran dirinya di Istana Merdeka, Jakarta, pada tanggal 21 Mei 1998. (AP PHOTO/CHARLES DHARAPAK via Kompas.com)

Isi Sebenarnya Buku Khusus Milik Soeharto Saat Jadi Presiden, Mantan Kapolri Ungkap Soal Daftar Urut

Seperti kita tahu, sosok Soeharto menyisakan kenangan tersendiri bagi sejumlah orang, seusai memimpin Indonesia selama 32 tahun, termasuk bagi para mantan ajudannya.

Satu di antaranya adalah Sutanto, yang juga pernah menjadi Kapolri pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Dalam buku, "Pak Harto, The Untold Stories", Sutanto memang mengakui pernah menjadi ajudan Soeharto.

Sutanto menjadi ajudan Soeharto pada tahun 1995 hingga 1998.

Selama menjadi ajudan, Sutanto menyebut Soeharto sebagai seorang pemimpin yang memiliki prinsip dan konsisten.

Menurutnya, selama menjabat sebagai presiden, keputusan Soeharto tidak ada yang bertentangan satu sama lainnya.

Sutanto mengungkapkan, hal itu tidak lepas dari adanya buku khusus yang dimiliki Soeharto.

Buku itu berisi berbagai hal yang penting secara sistematis.

Termasuk setiap masukan atau keputusan juga dicatat dalam buku khusus tersebut.

"Bahkan Pak Harto memberi daftar urut dan memisahkan bagian per bagian berdasarkan siapa menterinya atau apa topik permasalahannya," kata Sutanto.

Sehingga, atas bantuan catatan dalam bukunya itulah Soeharto mampu melihat sejumlah persoalan.

"Dibantu dari buku itulah, Pak Harto sebagai presiden dan kepala negara bisa melihat kemajuan atau progres berbagai masalah yang tengah dihadapi oleh pemerintah," lanjut Sutanto.

Sutanto pun menyebut Soeharto sebagai seorang administrator yang baik dan teliti. (Januar Adi Sagita)


Artikel ini telah tayang di Tribunjatim.com dengan judul Pesan Terakhir Soeharto Sebelum Wafat Dibongkar Anak, Tutut Sampai Menangis, Ingatkan Jangan Dendam

Berita Terkini