TRIBUNBATAM.id - Pemerintah akan keluarkan jurus sakti yakni Omnimbus Law guna menarik investasi.
Terlebih perekonomian Indonesia tahun 2020 diprediksi akan tumbuh lebih baik bila dibandingkan dua tahun sebelumnya.
Ekonom BNI Ryan Kiryanto optimistis hal itu terjadi dengan upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mendorong agar DPR segera mengesahkan Omnibus Law.
"Kenapa kita optimis tahun depan lebih baik dari 2018, 2019? Karena ada jurus sakti yang namanya omnibus law," ucapnya ditemui di Labuan Bajo, NTT, Senin (9/12/2019).
Omnibus law di dalamnya berisi 74 undang-undang yang pada akhirnya dilebur menjadi satu dalam aturan itu.
"Sebanyak 74 undang-undang yang conflicting itu nanti akan diambil alih oleh omnibus law," ujarnya.
Apalagi, proses omnibus law oleh pemerintah sedang disusun dan diprediksi sebelum akhir tahun 2019, sudah disahkan oleh DPR nantinya.
Apalagi, Omnibus Law ini merupakan kemudahan bagi pemerintah agar dapat menarik investor tanpa harus berpatok terhadap aturan undang-undang.
Salah satunya mengatur terkait perpajakan yang selama ini selalu dipersoalkan oleh pelaku usaha serta investor.
"Saya dengar bulan Desember ini lagi dirapikan, lalu diketok sama DPR. Kedua, ada omnibus law terkait dengan perpajakan. Kartu saktinya ada di omnibus law. Pajak untuk korporasi dapat diskon 300 persen," katanya.
Selanjutnya, ada visi misi presiden yang harus dilaksanakan oleh para kabinet kerja periode II, Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin. Karena adanya perintah tersebut, maka para kabinet kerja harus mengesampingkan visi misi mereka.
"Tujuh perintah presiden, ini garansi saya. Saya yakin ekonomi kita bisa tumbuh di atas 5 persen di tahun 2020," ujar Ryan.
Onimbus Law perpajakan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan enam fokus dalam omnibus law perpajakan yang drafnya bakal dirampungkan pada Desember mendatang.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan, inti dari omnibus law perpajakan adalah merevisi beberapa undang-undang menjadi satu sekaligus, yaitu undang-undang mengenai Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), dan undang-undang mengenai kepabeanan.
"Kita menggunakan omnibus law dalam rangka membuat rezim perpajakan kita sesuai dengan prioritas pemerintah dalam transformasi ekonomi dan mengantisipasi perubahan terutama digital ekonomi," jelas Sri Mulyani ketika memberikan paparan dalam acara KOMPAS100 CEO Forum di Jakarta, Kamis (28/11/2019).
"Juga mengantisipasi perubahan, terutama digital ekonomi dan bagaimana bisa kompetitif dengan rezim perpajakan global maupun regional," ujar dia.
Adapun enam hal yang menjadi fokus pemerintah dalam omnibus law sebagai berikut:
1. Pajak penghasilan badan diturunkan bertahap
Bendahara Negara memaparkan, fokus pertama adalah mengenai pajak penghasilan, yaitu pajak penghasilan badan atau korporasi.
Secara bertahap, pemerintah bakal mengurangi PPh badan yang saat ini sebesar 25 persen menjadi 20 persen.
Awalnya, PPh Badan diturunkan dari 25 persen menjadi 22 persen pada 2021, sebelum akhirnya menjadi 20 persen pada 2023.
"Dilakukan bertahap karena dampak fiskalnya harus dijaga. Karena dengan penurunan itu, juga menurunkan basis perpajakan kita secara signifikan," jelas Sri Mulyani.
Pemerintah juga bakal memberi insentif perpajakan jika perusahaan mencatatkan sahamnya di bursa. Besaran potongan pajak yang diberikan sebesar 3 persen untuk lima tahun.
"Supaya ada additional perusahaan listing sehingga bursa semakin dalam dan berkembang," ujar dia.
2. Menghapus pajak dividen
Sebelumnya, pemerintah masih membebankan pajak kepada perusahaan dengan nilai saham kurang dari 25 persen dari jumlah modal yang disetorkan.
Namun, kini dividen tidak lagi menjadi objek pajak pemerintah, terutama untuk perusahaan-perusahaan Indonesia yang melakukan ekspansi ke luar negeri.
"Contohnya Gojek buka di Flipina dan Vietnam, ada share lebih dari 25 persen otomatis tidak dipajakin, tapi selama ini kurang dari itu tetap dipajakin," jelas Sri Mulyani.
3. Rezim pajak menjadi teritorial
Lebih lanjut Sri Mulyani memaparkan, wajib pajak baik dari luar negeri maupun dalam negeri menjadi wajib pajak luar negeri wajib membayarkan pajak penghasilan mereka ke Indonesia tergantung berapa lama waktu tinggal di Indonesia.
Misalnya saja, ketika seorang Indonesia yang bekerja di luar negeri selama lebih dari 183 hari, maka dia tak perlu lagi membayarkan PPh ke Indonesia.
Sementara untuk ekspatriat atau pekerja asing di Indonesia, dia hanya perlu membayar pajak di dalam negeri.
4. Mengurangi bunga denda perpajakan
Sri Mulyani mengatakan, apabila wajib pajak membetulkan surat pemberitahuan tahunan (SPT) dan mengalami kurang bayar maka akan dikenai sanksi 2 persen per bulan.
Dalam 24 bulan, sanksi itu memberatkan karena dapat mencapai 48 persen.
Hal tersebut membuat wajib pajak kian enggan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Namun dalam omnibus law, sanksi per bulan akan diturunkan pro rata, yaitu berdasarkan suku bunga acuan di pasar.
"Sekarang fair saja dendanya sebesar suku bunga yang selama ini, bunga market kan sekarang rendah," ujar dia.
Untuk mereka yang dengan sengaja menghindari kewajiban perpajakannya, sanksi yang sudah dikurangi tersebut bakal ditambah bunga sebesar 5 persen hingga 10 persen.
"Jadi ini cukup fair," ujar Sri Mulyani.
5. Mengatur pajak digital
Poin lain yang menjadi fokus dalam omnibus law perpajakan adalah mengenai pajak e-commerce, terutama perusahaan digital.
Sebelumnya harus memiliki Badan Usaha Tetap (BUT) agar bisa dikenakan pajak.
Nantinya, tidak perlu BUT atau kantor cabang, tetapi selama beroperasi atau memiliki keberadaan ekonomi di RI wajib memungut dan membayar pajak.
"Sehingga melalui ini wether punya atau ada presence fisik atau tidak, kalau ada economic presence saya bisa meminta Anda memungut dan membayar pajak," ujar dia.
6. Seluruh insentif pajak menjadi satu bagian
Keenam adalah menjadikan seluruh insentif pajak, seperti tax holiday dan tax allowance, menjadi satu bagian.
Sebab, selama ini tax holiday dan tax allowance tidak diturunkan dari undang-undang perpajakan, tetapi dari undang-undang investasi.
"Kira-kira itu yang akan difinalkan, timeline-nya berharap draf bisa selesai dan harmonisasi agar bisa segera disampaikan ke DPR sebelum reses 18 Desember. Januari sudah bisa bahas dan sudah komunikasi ke DPR," tegasnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Di Depan Para CEO, Sri Mulyani Paparkan Poin-poin Omnibus Law Perpajakan", https://money.kompas.com/read/2019/11/28/171200526/di-depan-para-ceo-sri-mulyani-paparkan-poin-poin-omnibus-law-perpajakan?page=all#page2.
dan
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Omnibus Law, Jurus Sakti Jokowi Dongkrak Ekonomi Indonesia", https://money.kompas.com/read/2019/12/10/080500926/omnibus-law-jurus-sakti-jokowi-dongkrak-ekonomi-indonesia?page=all#page2.