Nurdin Basirun Kena Stroke dan Vertigo, Sidang Ditunda
TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Gubernur nonaktif Kepulauan Riau Nurdin Basirun dilaporkan menderita stroke dan dilarikan ke rumah sakit.
Sidang kasus dugaan suap yang menjeratnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (15/1) kemarin terpaksa ditunda karena Nurdin selaku terdakwa tak bisa hadir.
Majelis hakim yang diketuai Yanto menunda sidang kasus dugaan suap terkait izin pemanfaatan ruang laut dan penerimaan gratifikasi dengan terdakwa Nurdin Basirun. Sedianya sidang mengagendakan pemeriksaan saksi.
Namun, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan informasi kepada majelis hakim bahwa terdakwa Nurdin Basirun dirawat di Rumah Sakit Abdi Waluyo Jakarta karena sakit.
"Terdakwa Nurdin Basirun masih dirawat di Abdi Waluyo yang mulia," kata jaksa KPK dalam persidangan.
Jaksa menyampaikan Nurdin mulai merasakan sakitnya itu sejak Jumat, 10 Januari 2020. Esok harinya, Nurdin dibawa ke RS Abdi Waluyo.
Jaksa tidak menyampaikan secara spesifik Nurdin sedang sakit apa dalam sidang itu.
Jaksa hanya menyampaikan ada surat keterangan sakit yang akan diserahkan ke majelis hakim yang dipimpin hakim Yanto tersebut.
"Hari Rabu nanti, saksi dipanggil ya. Untuk itu sidang ditunda dan dilanjutkan 22 Januari," kata hakim Yanto menutup persidangan.
Informasi yang diperoleh Tribun, Nurdin Basirun mengalami stroke dan vertigo.
Namun, Mukhlis selaku perwakilan pihak Nurdin Basirun belum bisa menyampaikan informasi sakit yang dialami Nurdin.
Pun demikian dengan kuasa hukum Nurdin, Samsul Huda.
"Iya, sakit," ujar Mukhlis saat dikonfirmasi.
Vertigo adalah sakit kepala pusing di mana penderita mengalami kondisi seperti berputar. Vertigo dapat disebabkan oleh beragam kondisi, di antaranya stroke.
Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa Nurdin Basirun menerima suap sebesar Rp 45 juta dan 11.000 dollar Singapura secara bertahap terkait izin prinsip pemanfaatan ruang laut di wilayah Kepri.
Menurut jaksa, suap itu diberikan pengusaha Kock Meng bersama-sama temannya bernama Johanes Kodrat dan Abu Bakar.
Uang itu diberikan melalui Edy Sofyan selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau dan Budy Hartono selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau.
Uang itu bersumber dari pengusaha asal Kepulauan Riau, Kock Meng, serta dua orang nelayan, Johanes Kodrat dan Abu Bakar. Suap itu untuk penerbitan izin prinsip pemanfaatan ruang laut, izin lokasi reklamasi, izin pelaksanaan reklamasi..
Selain itu, ia juga didakwa menerima gratifikasi senilai Rp 4,22 miliar dari berbagai pihak dalam kurun waktu 2016-2019 selama masa jabatannya melalui para kepala organisasi perangkat daerah (OPD) di Kepri.
Atas perbuatan itu, terdakwa diancam pidana menurut Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri bersama sejumlah orang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 10 Juli 2019 lalu. Penangkapan berawal dari informasi yang diterima KPK akan ada penyerahan uang di Pelabuhan Sri Bintan Tanjungpinang, Batam. (tribun network/gle/ilh/coz)