TRIBUNBATAM.id, BEIJING - Kabar gembira terkait virus Corona atau Covid-19 kembali dilaporkan China.
Pasalnya, China siap memasarkan vaksin virus Corona di akhir tahun 2020 ini.
Hal ini disampaikan langsung oleh Komisi Pengawasan Aset dan Administrasi Negara Dewan Negara China (SASAC).
Dalam uji coba, lebih dari 2.000 orang telah menerima vaksin virus Corona baru yang dikembangkan oleh Institut Produk Biologi Wuhan dan Institut Produk Biologi Beijing.
"Vaksin bisa siap untuk dipasarkan pada akhir tahun ini atau awal tahun depan," kata SASAC dalam posting di platform WeChat, Jumat (29/5), seperti dikutip Reuters.
Vaksin dari Institut Produk Biologi Wuhan dan Institut Produk Biologi Beijing telah memasuki uji klinis fase dua.
• Hindari Respons Imun Manusia, Ilmuwan China Ungkap Kemiripan virus Corona dengan HIV
Mereka berafiliasi dengan Sinopharm, perusahaan farmasi milik negara yang manajemennya diawasi oleh SASAC.
Fasilitas produksi milik Institut Produk Biologi Beijing akan memiliki kapasitas mencapai 100 juta hingga 120 juta dosis per tahun, menurut unggahan SASAC di WeChat.
China memiliki lima vaksin virus Corona yang saat ini dalam uji coba ke manusia, ketika dunia berlomba untuk menemukan formula guna menghentikan pandemi Covid-19.
Sebelumnya, Zeng Yixin, Wakil Direktur Komisi Kesehatan Nasional China, mengatakan, sejauh ini belum ada "reaksi merugikan utama" yang dilaporkan di antara 2.575 sukarelawan yang berpartisipasi dalam uji coba fase dua itu.
"Menurut rencana, jika semuanya berjalan dengan baik, proyek-proyek tersebut akan menyelesaikan fase kedua uji klinis pada Juli tahun ini," kata Zeng dalam konferensi pers, Jumat (15/5), seperti dikutip Channelnewsasia.com.
Para ilmuwan di seluruh dunia bekerja dengan kecepatan sangat tinggi untuk mengembangkan vaksin virus Corona baru yang telah menewaskan lebih dari 365.000 orang dan menginfeksi lebih dari 5,95 juta orang secara global.
Usai Berlakukan Pembatasan Perdagangan, Wuhan China Larang Warganya Konsumsi Satwa Liar
Wuhan akhirnya mengeluarkan larangan tegas terkait mengkonsumsi hewan liar untuk warganya.
Larangan ini dikeluarkan usai muncul dugaan asal usul virus Corona atau Covid-19 dari hewan liar.
Sebelumnya pada 24 Februari 2020, pemerintah mengeluarkan keputusan tentang pembatasan perdagangan hewan liar di Wuhan.
Melansir SCMP, pemerintah Kota Wuhan telah merilis larangan tersebut dalam situs resminya, Kamis (21/5/2020).
"Platform perdagangan online, pasar komersial, pasar pertanian dan restoran, serta perusahaan transportasi, dan logistik tidak boleh memasok tempat atau layanan untuk konsumsi satwa liar," tulis pemerintah kota, seperti dikutip SCMP.
Selain itu perburuan hewan liar juga turut dilarang, kecuali untuk tujuan penelitian ilmiah, pengaturan populasi, dan pemantauan penyakit epidemi.
Pembatasan serupa juga diterapkan pada pengembangbiakkan hewan yang tidak dijinakkan.
Pengecualian untuk tujuan perlindungan spesies, penelitian ilmiah, dan pameran hewan seperti kebun binatang dan taman margasatwa yang telah disetujui pemerintah.
Perdagangan hewan liar di China, dituding sebagai penyebab awal terjadinya pandemi virus Corona. Semua orang masih menyelidiki tentang asal usul pandemi yang mendunia ini.
Dilaporkan SCMP, sebagian besar peneliti percaya bahwa virus Corona berpindah dari hewan ke manusia sebelum menyebar dan bermutasi.
Adapun Pasar Grosir Makanan Laut Huanan di Wuhan, hingga kini belum dikonfirmasi sebagai sumber krisis kesehatan tersebut.
Pasar ini diketahui tempat menjual hewan liar dan unggas hidup sebelum tutup pada Januari 2020.
Pemerintah beri kompensasi bagi pekerja yang terdampak pelarangan perdagangan hewan liar
Melansir SCMP, pemerintah China baik lembaga pemerintah tingkat nasional maupun provinsi, akan memberikan kompensasi kepada mereka yang terkena dampak atas pelarangan perdagangan hewan liar.
Pada 8 April 2020, the National Forestry and Grassland Administration menerbitkan pemberitahuan yang mewajibkan pejabat lokal untuk memberikan kompensasi kepada peternak di beberapa provinsi.
Tiga provinsi di China yaitu Hunan, Guangdong, dan Jiangxi telah merespon niat baik pemerintah tersebut.
Pada Senin, pemerintah Hunan mengatakan akan melakukan pembayaran satu kali kepada peternak dari 14 jenis hewan liar termasuk tikus bambu, babi guinea, rusa muntjac, musang dan ular.
Adapun syarat yang harus dilakukan yaitu peternak melepaskan hewan mereka kembali ke alam liar atau menjauhkannya dari mereka.
Pembayaran akan bervariasi mulai dari 24 yuan atau setara Rp 50.00 untuk seekor marmut hingga 2.456 yuan atau setara Rp 5 juta untuk seekor muntjac.
Sara Platto pewakilan Yayasan Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Pembangunan Hijau China menyambut baik skema kompensasi ini.
"Sangat senang melihat China memberikan insentif kepada orang-orang yang berburu, membiakkan, atau menjual satwa liar. Penting untuk merawat mereka dan tidak membiarkan mereka terdampar," katanya seperti dikutip SCMP.
Anggota Komite Nasional Tiongkok untuk manusia dan biosfer, Zhou Haixiang menambahkan, langkah-langkah pemerintah itu belum cukup jauh.
Menurutnya, larangan harus sampai pada larangan penggunaan komersial hewan liar.
"Larangan itu pada konsumsi satwa liar tetapi dari sudut pandang ekologis, kita harus melarang semua penggunaan komersial hewan liar," jelasnya.
Lanjutnya, hewan-hewan yang dibiakkan untuk makanan hanya 30 persen dari total.
Sementara, operasional komersialnya, seperti peternakan bulu dan taman margasatwa menyumbang 70 persen.
Untuk Pertama Kalinya, China Laporkan Tak Ada Penambahan Kasus Baru virus Corona
Kabar baik datang dari China, negara yang pertama kali di dunia melaporkan kasus virus Corona atau Covid-19.
Otoritas kesehatan China mengumumkan tidak adanya penambahan kasus baru di negaranya pada Jumat (22/5/2020) kemarin.
Hal ini pertama kalinya terjadi bagi China sejak akhir tahun 2019 lalu.
Pada hari sebelumnya, China masih melaporkan adanya kasus infeksi baru Covid-19.
Namun, dua kasus baru yang dicurigai, satu kasus impor dari Shanghai dan kasus yang ditransmisikan secara lokal di Provinsi Jilin di China timur laut.
NHC menyampaikan, kasus tanpa gejala baru dari virus Corona turun menjadi 28 dari 35 kasus di hari sebelumnya.
Melansir japantimes (23/5/2020), virus pertama kali muncul di pusat kota Wuhan, China pada Desember 2019, tapi kasus-kasus telah berkurang secara drastis dari puncaknya pada pertengahan Februari saat negara ini tampaknya telah mengendalikan sebagian besar virus.
Korban meninggal yang terkonfirmasi resmi di negara berpenduduk 1,4 miliar orang itu mencapai 4.634 kasus.
Angka tersebut jauh di bawah jumlah korban jiwa di negara-negara yang jauh lebih kecil, seperti Italia dengan 32.616 korban meninggal atau Belanda (5.788 kasus).
Menurut data worldometers, China berada di peringkat 13 negara jumlah korban meninggal karena Covid-19.
Sejak perama dilaporkan muncul di Wuhan, virus telah menyebar di ratusan negara lain, dengan lebih dari 340.000 orang meninggal dunia.
Dari total secara global, 5.306.158 kasus terkonfirmasi positif sebanyak 2.160.039 orang dinyatakan pulih.
Berarti, jumlah korban sembuh jauh lebih besar dibandingkan yang meninggal dunia.
Update negara lain
Sementara, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa Amerika Serikat telah menjadi pusat pandemi Covid-19, dengan Brasil sebagai negara yang paling terdampak.
Sejauh ini Brasil mengkonfirmasi 332.382 kasus positif, menyusul Rusia. Brasil menjadi hotspot kedua di dunia untuk kasus Covid-19.
Kementerian Kesehatan melaporkan 1.001 kematian pada Kamis (21/5/2020).
Di Sao Paulo, kota yang paling parah dilanda, video udara menunjukkan deretan plot terbuka di Pemakaman Formosa, di mana mengikuti permintaan yang ada.
Di sisi lain, Inggris akan memperkenalkan karantina selama 14 hari bagi hampir semua pelancong internasional mulai 8 Juni 2020. Siapapun yang melanggar aturan akan dikenai denda sebesar 1.218 dollar.
Badan PBB telah memperingatkan, sekitar 80 juta bayi dapat berisiko penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin seperti difteri, campak, dan polio karena gangguan imunisasi rutin yang disebabkan pandemi.
Lebih dari 5,2 juta orang di seluruh dunia saat ini dikonfirmasi terpapar virus di seluruh dunia.
Virus telah menyebabkan lebih dari 337.000 orang meninggal dunia dan sekitar 1,2 juta lainnya sembuh.
China Lakukan Uji Klinis, Xi Jinping Ungkap Vaksin Covid-19 Akan Jadi Barang Publik Global
Wabah virus Corona atau Covid-19 membuat sejumlah negara berlomba-lomba menciptakan vaksinnya.
Sebut saja negara yang pertama kali melaporkan kasus Covid-19, China.
China menyebutkan akan menjadikan vaksin Covid-19 nantinya sebagai barang publik global jika sudah ditemukan.
Pernyataan itu diutarakan oleh Presiden China Xi Jinping di Majelis Kesehatan Dunia ( WHA), Senin (18/5/2020).
Dilansir dari AFP, China sedang melakukan uji klinis untuk 5 calon vaksin Covid-19 di saat negara-negara lain juga berlomba untuk menemukan cara menghentikan patogen yang telah menewaskan lebih dari 315.000 jiwa di seluruh dunia ini.
Dalam pidatonya Xi berujar, "Setelah penelitian dan pengembangan vaksin virus Corona di China selesai dan mulai digunakan, itu akan menjadi barang publik global."
Xi melanjutkan, langkah ini akan menjadi kontribusi China dalam mencapai aksesibilitas dan keterjangkauan vaksin corona di negara-negara berkembang juga.
Wakil Direktur Komisi Kesehatan Nasional China Zeng Yixin pekan lalu berkata, ada banyak calon vaksin virus Corona yang sedang menunggu persetujuan untuk uji coba manusia.
Para ahli mengatakan, setidaknya perlu 12-18 bulan untuk mengembangkan vaksin yang efektif, bisa juga dengan periode yang lebih lama.
Xi lalu menambahkan dalam pertemuan virtual tersebut bahwa China akan memberikan bantuan Covid-19 global sebanyak 2 miliar dollar AS (Rp 29,65 triliun) selama dua tahun.
Peracikan vaksin dibayangi pengalaman buruk
Dari 8 uji klinis vaksin Covid-19, 5 di antaranya dilakukan di China.
Namun peracikan vaksin virus Corona oleh China ini dibayangi pengalaman buruk.
Dua tahun lalu, sebuah skandal besar terjadi ketika lebih dari 200.000 anak-anak mendapatkan vaksin diphtheria, tetanus, dan batuk yang tidak efektif.
Perusahaan yang sama Changchun Changsheng juga mendapat hukuman karena memalsukan produksi dan catatan pemeriksaan berkenaan dengan vaksin rabies.
Salah satu perusahaan yang sekarang terlibat dalam uji klinis Covid-19, Wuhan Institute of Biological Products, juga pernah dihukum karena kesalahan prosedur dalam membuat vaksin DPT di tahun 2016.
Namun masalah yang dihadapi ilmuwan China sekarang adalah bahwa mereka yang tertular Covid-19 semakin berkurang, sehingga berpengaruh pada uji klinis tahap ketiga.
Dengan semakin sedikitnya infeksi baru, pengembangan vaksin jadi semakin susah.
(*)
• Soal Kedatangan 500 TKA asal China, PT VDNI: Kalau Mereka Tak Datang, Pekerja Lokal Tak Bisa Kerja
• India Lampaui China, Korban Meninggal Covid-19 Capai 4706 Jiwa, Layanan Kesehatan juga tak Memadai
• China Usir Kapal Perang AS USS Mustin Bersenjata Rudal dari Laut China Selatan
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul China Siap Pasarkan Vaksin virus Corona Akhir 2020.