Editor: Putri Larasati Anggiawan
TRIBUNBATAM.id, LONDON - Sejumlah negara di dunia menggelar penelitian untuk mencari kandidat vaksin virus Corona atau Covid-19 terbaik.
Salah satu yang paling terkenal adalah kandidat vaksin dari Inggris.
Terbaru, program vaksin yang dipimpin AstraZeneca, Pfizer, dan Moderna semuanya berhasil menghasilkan respons kekebelan tubuh pada relawan sehat dalam uji klinis (pengujian pada manusia) awal.
Para peneliti menggambarkan, kandidat vaksin mereka aman dan dapat ditoleransi.
Hal ini mendukung pengujian ke tahap berikutnya.
Kandidat vaksin yang dikembangkan perusahaan farmasi raksasa AstraZeneca dan Universitas Oxford adalah yang terbaru merilis hasil pengujian pada manusia.
• Jadwal Pekan Terakhir ( Pekan 38) Liga Inggris, Chelsea, MU, Leicester Berebut Tiket Liga Champions
Laporan hasil klinis pertama mereka diterbitkan di jurnal The Lancet, Senin (20/7/2020).
Mereka mencatat, kandidat vaksinnya diberikan kepada 543 sukarelawan.
Ada puluhan orang yang berhasil menetralkan antibodi, protein penangkal virus yang memainkan peran penting dalam respons kekebalan tubuh.
Sebulan setelah menerima dosis vaksin, 32 dari 35 orang mengembangkan protein tersebut.
Kemudian 10 sukarelawan diberikan rejimen dua kali dosis, termasuk suntikan booster.
Kesepuluh orang itu mencatat respons antibodi penawar.
"Kami melihat respons kekebalan lebih banyak (muncul) pada orang yang menerima dua dosis vaksin.
Ini menunjukkan bahwa ini mungkin strategi yang baik untuk vaksinasi," ujar Andrew Pollard, penulis pendamping riset seperti dilansir Science Alert, Rabu (22/7/2020).
AstraZeneca kemungkinan akan memprioritaskan pengujian rejimen dua dosis dalam uji coba tahap akhir.
Para peneliti AstraZeneca melaporkan tidak ada efek samping serius dari percobaan ini.
Sekitar 70 persen sukarelawan yang divaksinasi mengalami kelelahan dan 68 persen merasakan sakit kepala.
Sebagai catatan, angka ini lebih tinggi dibanding kelompok kontrol yang diberi vaksin meningitis.
Efek samping lainnya termasuk nyeri otot, kedinginan, dan demam.
Penelitian ini terbatas pada orang muda dan sehat, dengan usia rata-rata 35 tahun.
"Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan sebelum kami dapat memastikan apakah vaksin ini akan membantu melawan pandemi Covid-19.
Tapi hasil ini menjanjikan," ujar Profesor Universitas Oxford, Sara Gilbert dalam sebuah pernyataan.
Hasil awal positif belum menentukan apakah vaksin efektif
Tidak jelas tingkat respons kekebalan apa yang akan melindungi manusia dari virus Corona SARS-CoV-2.
Uji coba skala besar yang melibatkan puluhan ribu orang saat ini sedang dilakukan untuk menguji vaksin AstraZeneca di Inggris, Afrika Selatan, dan Brasil.
CEO AstraZeneca Pascal Soriot mengatakan, farmasi di Inggris akan memulai uji coba pada 30.000 orang yang tinggal di AS pada akhir Juli atau awal Agustus.
Studi di Inggris kemungkinan akan menjadi uji coba pertama berskala besar dan diperkirakan hasilnya akan didapat paling cepat September nanti.
Tes akhir ini akan menentukan apakah vaksin benar-benar dapat mencegah infeksi atau penyakit. Ahli akan membandingkan sukarelawan yang divaksinasi dengan vaksin corona dan kelompok sukarelawan yang menerima plasebo.
Moderna berencana memulai tahap pengujian akhir pada 27 Juli, dan eksekutif Pfizer mengatakan juga bahwa mereka berencana memulai studi penting bulan ini.
Kandidat vaksin tambahan yang dipimpin oleh Johnson & Johnson dan Novavax juga akan memulai uji efikasi yang besar pada musim gugur ini.
Semua program perkembangan vaksinasi berburu dengan waktu, ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Biasanya diperlukan beberapa tahun untuk membuat vaksin, mengujinya dalam uji klinis, dan membuat vaksin dalam skala besar untuk dipasarkan.
Mengingat urgensi pandemi Covid-19, produsen farmasi bekerjasama dengan pemerintah dunia mempersingkat proses tersebut menjadi hitungan bulan.
Ilmuwan Oxford mengembangkan vaksin untuk menghindari masalah imunitas yang sudah ada sebelumnya.
Diberitakan sebelumnya, Indra Rudiansyah, satu-satunya orang Indonesia yang terlibat dalam tim uji klinik untuk vaksin Covid-19 Universitas Oxford mengatakan, vaksin yang dibuat ilmuwan Oxford didasarkan pada adenovirus simpanse yang dimodifikasi untuk menghasilkan protein di dalam sel manusia yang juga diproduksi oleh Covid-19.
Vaksin ini dinamai ChAdOx1 nCoV-2019.
Diharapkan vaksin ini dapat melatih sistem kekebalan tubuh untuk kemudian mengenali protein dan membantu menghentikan virus Corona baru memasuki sel manusia.
Vaksin adenovirus diketahui mengembangkan respons imun yang kuat dengan dosis tunggal dan bukan virus replikasi.
Hal itu membuatnya tidak dapat menyebabkan infeksi, serta lebih aman untuk anak-anak, orang tua, dan pasien dengan penyakit penyerta seperti diabetes.
"Adenovirus yang kita (tim Oxford) gunakan ini bersikulasi di simpanse. Jadi bukan virus yang menginfeksi manusia, artinya virus ini aman. Kemudian, manusia juga tidak memiliki antibodi bawaan terhadap virus ini, artinya virus ini memiliki imunogenisitas yang sangat tinggi," kata Indra.
"Selain itu, virus ini kita modifikasi secara genetik sehingga virus ini tidak dapat memperbanyak diri pada makhluk hidup baik hewan dan manusia," paparnya.
Indra menjelaskan vaksin adenovirus yang dikembangkan Oxford juga mampu membawa gen atau DNA dari organisme lain, dalam hal ini adalah gen spike protein virus Corona SARS-CoV-2 yang merupakan target vaksin.
Selain itu, ChAdOx1 nCoV-2019 juga disebut aman sebagai pembawa vaksin.
AstraZeneca bergabung dalam upaya ini pada akhir April, dan telah melakukan supercharged terhadap strategi manufaktur dan pengujiannya.
Penyelidikan Terus Dilakukan, Kandidat Vaksin Covid-19 dari Inggris dan China Dinilai Paling Efektif
Kabar gembira terkait penemuan vaksin virus Corona atau Covid-19 akhirnya mencuat.
Kandidat vaksin dari Oxford University di Inggris dan China dianggap menjadi yang paling efektif.
Mulai dinilai aman hingga dapat memicu respons kekebalan tubuh manusia.
Kedua studi tersebut dilaporkan dalam The Lancet.
Kendati masih terlalu dini untuk mengatakan apakah pendekatan tersebut memenuhi persyaratan untuk vaksin yang efektif melawan Covid-19, kedua hasil uji sejauh ini paling menjanjikan.
Hingga saat ini, penyelidikan lebih lanjut terus dilakukan.
Dilansir IFL Science, Senin (20/7/2020), kedua vaksin menggunakan adenovirus yang lemah, virus flu biasa, yang dimodifikasi secara genetik untuk membawa kode genetik protein lonjakan pada kulit terluar SARS-CoV-2, virus yang bertanggung jawab untuk Covid-19.
Hasil uji vaksin corona dari Oxford, Inggris
Untuk studi Oxford, virus flu diambil dari simpanse dan diberikan kepada 543 dari 1.077 orang dewasa sehat.
Sementara 534 sisanya merupakan kelompok kontrol dan diberi vaksin meningitis.
Hasil sejauh ini telah menemukan bahwa vaksin Covid-19 yang dikembangkan menginduksi antibodi yang kuat dan respon imun sel T hingga hari ke-56 dari percobaan yang sedang berlangsung.
"Sistem kekebalan tubuh memiliki dua cara untuk menemukan dan menyerang patogen - antibodi dan respons sel," kata ketua tim Profesor Andrew Pollard dari Universitas Oxford, dalam sebuah pernyataan yang dikirim melalui email.
"Vaksin ini dimaksudkan untuk menginduksi keduanya, sehingga dapat menyerang virus ketika beredar di dalam tubuh, serta menyerang sel-sel yang terinfeksi. Kami berharap ini berarti sistem kekebalan tubuh akan mengingat virus, sehingga vaksin kami akan melindungi manusia untuk suatu jangka waktu yang panjang," umbuhnya.
"Namun, kami perlu penelitian lebih lanjut sebelum kami memastikan vaksin tersebut efektif melindungi tubuh terhadap infeksi SARS-CoV-2, dan untuk berapa lama perlindungan berlangsung."
Vaksin yang dikembangkan Oxford terbukti dapat memicu respons sel T dalam waktu 14 hari, yang berarti sistem kekebalan dapat menemukan dan membuang sel yang terinfeksi virus.
Dalam 28 hari, ada juga respon antibodi, yang berarti sistem kekebalan mengirim antibodi untuk menyerang virus jika ditemukan ada dalam darah atau dalam sistem limfatik.
Efek samping ringan seperti kelelahan dan sakit kepala dilaporkan oleh sekitar 70 persen peserta, tetapi kurang intens pada peserta yang diizinkan minum parasetamol.
Mengonsumsi parasetamol sebelum dan sesudah vaksinasi tidak berdampak negatif pada hasilnya.
Hasil uji vaksin corona dari China
Sementara studi dari China telah melihat 508 peserta yang ambil bagian dalam uji coba fase II.
Dari total peserta yang ada, 253 menerima dosis tinggi vaksin, 129 menerima dosis rendah, dan 126 menerima plasebo.
Sembilan puluh lima persen dari kelompok dosis tinggi dan 91 persen dari kelompok dosis rendah menunjukkan respon sel T atau antibodi pada hari ke 28 pasca vaksinasi.
Para pasien tidak diamati lebih dari 28 hari, sehingga kekebalan jangka panjang tidak diselidiki.
Mencari vaksin yang ideal
Vaksin yang ideal seharusnya memiliki efek samping minimal dan efektif setelah satu atau dua dosis.
Sementara pada populasi sasaran (terutama yang paling terkena dampak seperti orang tua lanjut usia dan orang-orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya), vaksin harus memberikan perlindungan setidaknya selama setengah tahun, dan mengurangi penyebaran virus.
Kedua vaksin ini belum mengkonfirmasi bahwa mereka memiliki kemampuan di atas.
Namun keduanya melaporkan, kandidat vaksin yang dikembangkan menghasilkan antibodi terhadap Covid-19. Ini adalah kandidat yang paling menjanjikan sejauh ini.
"Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan sebelum kami dapat mengkonfirmasi apakah vaksin kami akan membantu mengelola pandemi Covid-19, tetapi hasil awal ini menjanjikan," tambah rekan penulis Profesor Sarah Gilbert, juga dari University of Oxford.
"Selain terus menguji vaksin kami dalam uji coba fase 3, kita perlu belajar lebih banyak tentang virus - misalnya, kita masih belum tahu seberapa kuat tanggapan kekebalan yang kita butuhkan. memprovokasi untuk secara efektif melindungi terhadap infeksi SARS-CoV-2,” katanya.
"Jika vaksin kami efektif, itu adalah pilihan yang menjanjikan karena jenis vaksin ini dapat diproduksi dalam skala besar. Vaksin yang berhasil melawan SARS-CoV-2 dapat digunakan untuk mencegah infeksi, penyakit, dan kematian pada seluruh populasi, dengan populasi berisiko tinggi seperti pekerja rumah sakit dan orang dewasa yang lebih tua diprioritaskan untuk menerima vaksinasi.”
Menurut angka terakhir pada Rabu (22/7/2020), lebih dari 15 juta orang telah terinfeksi penyakit ini di seluruh dunia.
(*)
• Menlu AS Sebut WHO Dibeli China, Jadi Alasan Banyaknya Korban Meninggal Covid-19 di Inggris
• Hasil, Klasemen, Top Skor Liga Inggris Setelah Chelsea Kalah, MU Seri, Liverpool Terima Trofi Juara
• Hasil Liga Inggris Man United vs West Ham, Greenwood Cetak 1 Gol, Laga di Old Trafford Berakhir Seri
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Maju Tahap Selanjutnya, Kandidat Vaksin Corona Inggris Akan Diuji ke 30.000 Orang".