Editor Danang Setiawan
TRIBUNBATAM.id - Kisah Kemisan, Pria Hilang Selama Tahun Ditemukan.
Kemisan mengaku Jalan Kaki 400 Km dari Kulon Progo ke tujuan Surabaya.
Kemisan menghilang dari rumah awal Desember 2019.
Anak terakhir dari lima bersaudara ini sebenarnya tinggal bersama ibunya, Ngatiyah, yang sudah lansia.
Ketika Kemisan pergi dari rumah, Nasiran, kakaknya yang ketiga, sedang pergi bekerja.
Pria dengan tinggi sekitar 165 cm ini pergi tanpa pamit.
Tidak ada barang apapun yang dibawa dari rumah, termasuk identitas.
Keluarganya tak mencari karena tidak tahu harus ke mana.
Banyak alasan, di antaranya kepergian tanpa pesan itu bukan yang pertama.
Baca juga: Sosok Remaja yang Hilang Usai Pamit Ngopi, Ditemukan Membusuk di Ladang Singkong
Baca juga: Akad Nikah Berubah Duka, Pengantin Wanita Meninggal Dunia dan Calon Suami Menghilang
Kemisan pernah ke Yogyakarta, Banyumas atau bahkan Solo. Semua ditempuh dengan jalan kaki.
Setelah beberapa hari pergi, ia mendadak muncul lagi di rumah.
Alasan lain juga karena terkait perekonomian keluarga. Akibatnya, mereka tidak bisa mencari Kemisan begitu saja.
“Selama ini dia pergi selalu tetap pulang,” kata Nasiran di rumahnya. Kali ini, kepergian Kemisan begitu lama. Ia pergi tepat satu tahun.
Di rentang itu, ibunya meninggal dunia tanpa kehadiran Kemisan. Keluarganya masih optimis Kemisan bakal pulang suatu waktu nanti.
“Dia pergi ke mana-mana jalan kaki,” kata Nasiran.
Kemisan rupanya sampai Surabaya. Kalirejo, Kulon Progo – Surabaya itu jaraknya sekitar 400 kilometer.
Di sana, ia terjaring operasi Satpol PP satu tahun lalu. Kondisinya memprihatinkan. Kemisan sakit kulit parah, penuh bintik putih dan gatal. Ia langsung masuk panti rehabilitasi.
Perubahan terjadi selama satu tahun perawatan. Kemisan sudah mulai bisa diajak bicara.
“Setelah perawatan setahun baru bisa diajak komunikasi. Ia mengaku berasal dari Kokap, Kulon Progo. Dinsos Surabaya menghubungi Dinsos Wates melalui Kasi Rehabilitasi, lalu disampaikan ke saya untuk melaksanakan asesmen.
Kemisan diterima Dukuh (kepala dusun) dan kakaknya,” kata Koordinator Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Kokap, Taufik via pesan.
Ia kembali ke rumahnya di Pedukuhan (dusun) Plampang 2 pada Kalurahan (desa) Kalirejo, Kapanewon (kecamatan) Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pihak Dinas Sosial memulangkan Kemisan dari Surabaya.
Kemisan terlihat kurus berbalut kulit coklat gelap terbakar.
Banyak bintik putih terang pada kulit tangan dan kaki yang membuat Kemisan terus menggaruk-garuk.
“Tidak ingat,” kata Kemisan setiap ditanya bagaimana bisa sampai ke Surabaya. Kemisan ditemui di rumahnya, Jumat (4/12/2020).
Tak banyak yang diingat sehingga tak banyak pula yang bisa diceritakan.
Kemisan hanya mengingat ia berjalan di jalan besar beraspal, melihat petunjuk jalan menuju Surabaya, dan ia hanya pakai sandal jepit.
Selebihnya, hanya sepotong-sepotong kejadian yang bisa diingat, termasuk terjaring razia Satpol PP di jalanan Surabaya, dikumpulkan ke sebuah panti rehabilitasi bersama banyak orang, diberi obat, dan katanya juga disuntik.
Ia juga mengingat sepotong perjalanan dari Surabaya kembali ke Wates, Kulon Progo.
“Dari (dinas sosial) Keputih (pulang) pakai mobil, antar (orang seperti dirinya) ke Ngawi, ke Temanggung, lalu ke Dinas Sosial Wates,” kata Kemisan.
Dukuh Plampang 2, Dwi Wuryaningsih menceritakan bahwa Kemisan berlatar belakang seorang lulusan SMP. Ia bisa membaca dan komunikasinya cukup baik.
Ia bahkan mengenal alamat rumah hingga identitas dirinya. Komunikasi dengan Kemisan bisa dua arah.
Ini menyiratkan kondisi baik pada dirinya. Namun, Kemisan memang memiliki riwayat sakit syaraf pada otak di masa lalu. Pernah berobat dan menjalani terapi obat yang panjang.
“Dua Minggu sebelum kepulangan, saya mendapat kabar tentang keberadaan Kemisan di Surabaya. Saya beritahu keluarga bahwa Kemisan baik-baik saja,” kata Dwi via telepon.
Pekerjaan rumah
Persoalan orang dengan gangguna jiwa menjadi pekerjaan rumah rutin bagi pemerintah kelurahan Kalirejo.
Lurah Kalirejo, Lana mengungkapkan, ada 49 difabel dengan gangguan jiwa di desanya. Lana mengungkapkan, Kemisan salah satunya. Kemisan bukan penderita yang berat, namun ringan.
Pengobatannya sudah berlangsung lama.
“Kami pernah membawa Kemisan ke RS Grahsia dan Magelang untuk dirawat,” kata Lana di kantornya.
Lana menceritakan, pemerintah memberikan perhatian besar pada para ODGJ di desanya.
Pasalnya, mayoritas mereka berusia produktif. Rata-rata tidak mendapat perhatian serius dari keluarga.
Akibatnya, pemerintah desa (Pemdes) dan pedukuhan berupaya ekstra membantu pengobatan bagi para penderita.
Pemdes mendorong agar difabel gangguan jiwa tetap rutin berobat sehingga tetap bisa turut berkarya di desa dan berkembang bersama warga kebanyakan.
Lana menceritakan, para pamong desa (pejabat desa) juga punya banyak cara untuk membantu, mulai dari memberi perhatian ekonomi bagi para penderita, hingga mendorong kinerja sebuah lembaga kesejahteraan sosial (LKS) yang menangani penderita gangguan jiwa.
Tidak mudah. Hasilnya ada yang sembuh tapi malah jadi pengemis, juga ada yang kambuh lagi. Ada yang memang sakit permanen. Namun, yang utama sejatinya perhatian serius dan dukungan penuh dari keluarga si penderita.
“Tapi saya pastikan tidak ada yang dipasung (di Kalirejo). Akibatnya risiko sering pergi-pergi,” kata Lana.
Baca juga berita Tribun Batam lainnya di Google
(Kompas.com/Dni Julius Zebua)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Hilang Setahun, Pria Ini Jalan Kaki 400 Km dari Kulon Progo ke Surabaya, Dirazia hingga Disuntik