TRIBUNBATAM.id, BATAM- Kerap dipukuli jika adiknya menangis, seorang anak diperlakukan tak adil oleh ibunya.
Hal yang dilakukan ibunya tersebut pun membuat netizen marah.
Memiliki anak tentu menjadi impian setiap pasangan yang telah menikah.
Bahkan bagi sebagian keluarga memiliki anak yang banyak dikatakan membawa berkah.
Selain menambah sukacita, kehadiran anak dipercaya dapat menjadi penyemangat bagi setiap orangtua.
Namun demikian, mempunyai banyak anak juga memiliki resiko tersendiri.
Apalagi jika jarak antara anak yang satu dengan yang lain berdekatan.
Orangtua akan lebih kerepotan dalam mengurus keduanya. Tak jarang pada akhirnya orangtua justru melibatkan anak tertua untuk ikut serta mengurus adik-adiknya.
Padahal, banyak juga anak tertua yang mungkin pula masih berusia anak-anak.
Hak mereka untuk bermain dan menjadi anak-anak akhirnya terampas oleh beban tersebut.
Di mana mereka lebih memperhatikan bungsu daripada sulung.
Atau bahkan lebih memperhatikan anak laki-laki daripada anak perempuan.
Meski orangtua menganggap hal ini tidak salah, nyatanya hal itu akan berdampak serius terhadap perkembangan fisik dan mental anak.
Dalam hal ini, baru-baru ini cerita serupa dibagikan secara luas di media sosial.
Baru-baru ini, sebuah cerita tentang konflik keluarga yang memiliki anak banyak menggugah hati banyak orang.
Seorang ibu bermarga Chu memiliki dua putri dan satu putra.
Karena keluarganya dan Chu sendiri sangat menginginkan seorang anak laki-laki, setelah melahirkan putri pertamanya, Li Shiying, dia terus melahirkan anak lagi.
Karena anak kedua masih perempuan, Chu terus melahirkan bayi ketiga.
Beruntungnya kali ini dia melahirkan seorang bayi laki-laki.
Sejak keluarga itu memiliki bayi lagi, Chu mulai pusing mengurus anak-anaknya.
Anak keduanya masih balita dan anak ketiganya masih berumur beberapa bulan.
Jadi dia menyewa pengasuh untuk membantunya merawat anak-anaknya.
Saat pengasuh itu tiba di rumah Chu, dia menemukan sesuatu yang aneh.
Meskipun Chu tertekan oleh tangisan anak keduanya, seharusnya itu tidak cukup untuk menimbulkan masalah.
Yang membuat pengasuh itu khawatir adalah putri sulung Chu, Li Shiying, yang berusia 11 tahun, tampaknya sangat penurut dan patuh kepada orang dewasa.
Meski baru kelas tiga SD, ia sudah bisa mengurus makanan dan bersih-bersih untuk seluruh keluarga seorang diri.
Karena putranya masih sangat kecil, Chu memusatkan seluruh perhatiannya untuk merawat putranya yang lebih kecil.
Karena itu, Li Shiying kecil mengurus hampir semua pekerjaan rumah tangga seperti mencuci piring, mencuci pakaian, membersihkan lantai, memasak dan lain-lain.
Selain itu, ia juga harus mengurus adik perempuannya dan adik bayinya.
Begitu adik perempuannya menangis, Chu akan memarahi Li Shiying karena tidak merawat adiknya dengan baik.
Menurut pengasuh yang menceritakan kisah itu, suatu kali, putranya merobek buku Li Shiying.
Ibunya, bukannya mencoba menghentikan itu untuk putrinya, malah membuang buku itu begitu saja.
Ketika Li Shiying mengeluarkan lem dan hendak menempelkan buku itu lagi, anak keduanya berjalan mendekat dan mengambil lem kakaknya itu.
Sang kakak tidak mau memberikannya, sehingga si adik menangis.
Ketika ibu mereka mendengarnya, ia memarahi Li Shiying dengan keras.
Ia juga memukuli Li Shiying jika dianggap tak bisa urus adiknya.
Dia mengatakan bahwa Li Shiying tidak peduli dengan kebutuhan dan perasaan adik-adiknya.
Melihat lebih dekat, pengasuh itu mengetahui bahwa sejak kecil Li Shiying tidak dirawat oleh ibunya, melainkan dirawat oleh kakek-neneknya di pedesaan.
Ketika ibunya melahirkan seorang bayi, Shiying mulai tinggal bersama ibunya untuk berbagi pekerjaan rumah.
Namun, ibunya bukannya memberikan banyak cinta kepada Shiying, dia malah selalu tidak puas dengan putri sulungnya itu.
Bahkan ibunya sudah lama tidak memeluk dan mencium putrinya itu.
Sedangkan putri keduanya dan putra satu-satunya selalu diasuh oleh ibunya.
Dengan hanya satu tangisan dari kedua anak itu, Chu bisa menjadi sangat panik dan cemas.
Setelah melihat semua ini, guru penitipan anak memberitahu Chu bahwa anak perempuannya itu dalam masalah besar.
Sederhana dan jelas, jika keluarga Chu tidak mengubah sikap mereka terhadap putri sulung mereka, banyak konsukuensi buruk yang akan menimpanya.
Padahal yang paling dibutuhkan anak dalam proses tumbuh kembangnya adalah pendampingan dan perhatian orangtua.
Dalam kisah ini, banyak orang yang mengungkapkan rasa kasihannya pada Li Shiying.
Selain itu, mereka juga menaruh rasa marah dan jengkel atas ketidakadilan sang ibu pada anak-anaknya.
(yui/tribun-medan.com)