TRIBUNBATAM.id - Kemungkinan besar La Nina sedang berkembang di Samudera Pasifik.
La Nina cenderung meningkatkan curah hujan sehingga bahaya banjir harus diwaspadai pada kurun waktu Desember 2021 hingga Februari 2022 sebagai dampak ekstrim dari La Nina tersebut.
Lantas, bagaimanakah dengan prediksi dampak terhadap laut, pesisir dan sektor kelautan dan perikanan?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut di atas maka mari kita lihat dulu proses pembentukan La Nina ini disertai dengan mekanisme interaksi antara laut dan atmosfer yang lain.
Indonesia terletak di antara 2 benua, yakni Asia dan Australia, danjuga 2 samudra, yakni Samudera Hindia dan Samudera pasifik.
Posisinya yang merupakan di suatu persimpangan besar geografis tersebut menghasilkan variabilitas iklim-laut yang kompleks.
Indonesia dilalui oleh angin pasat yang bergerak antar benua, yang kemudian sering disebut sebagai angin monsun atau angin musim.
Secara umum angin monsun ini memiliki periodesitas angin monsun barat/barat laut pada Desember-Februari, angin monsun timur/tenggara pada Juni-Agustus.
Baca juga: BADAI La Nina Diprediksi Berakhir Februari 2021, Pemko Mulai Urai 28 Titik Banjir di Batam
Selain itu ada monsun angin peralihan yang sering pula disebut oleh masyarakat sebagai musim pancaroba.
Angin monsun peralihan pertama berlangsung Maret-Mei, sedangkan angin monsun peralihan kedua berlangsung September-November.
Samudera Hindia memberikan pengaruh secara jarak jauh (telekoneksi) kepada Indonesia melalui fenomena yang dikenal sebagai Indian Ocean Dipole (IOD), sedangkan Samudera Pasifik secara telekoneksi memberikan pengaruh yang sering disebut sebagai El Nino Southern Oscillation (ENSO).
IOD secara umum memiliki 2 macam kejadian yakni IOD positifdan IOD negatif.
Sedangkan ENSO secara umum memiliki 2 macam kejadian yakni El Nino dan La Nina.
Kedua fenomena telekoneksi IOD dan ENSO dapat terjadi secara bersamaan.
Suatu kondisi normal terjadi manakala tidak terjadi fenomena ENSO dan IOD.
Pemantauan peningkatan suhu laut di Samudera Pasifik barat dan wilayah perairan Indonesia harus terus dilakukan secara kontiyu mulai bulan ini sebagai peringatan dini.
Peningkatan suhu permukaan laut akan semakin meningkatkan penguapan air laut ke angkasa, yang artinya akan meningkatkan probabilitas terjadinya hujan.
Dampak lain dari meningkatnya suhu permukaan laut adalah meningkatnya probabilitas terjadinya siklon tropis atau badai di laut.
Pada Desember 1993, pernah terjadi Siklon Tropis ‘Manny’ di Samudera Pasifik Barat, yang bergerak menuju ke barat melewati Laut Sulawesi dan Laut China Selatan.
Baca juga: BMKG Ungkap Dampak Fenomena La Nina bagi Indonesia, Wilayah Kepri Terdampak?
Ketika siklon tersebut berada di Laut Natuna Utara, siklon tersebut membangkitkan gelombang signifikan ekstrim yang kemudian menjalar menuju ke Selat Karimata, dan terekam oleh alat pengukur tinggi dinamika muka laut/gelombang di Jepara 10 hari kemudian.
Secara teoritik, ketika La Nina tingkat Moderate memasuki periode Desember 2021 hingga Januari atau Februari 2022 maka sebenarnya kekuatan angin dari timur/timur laut berangsur berkurang karena adanya angin musim barat yang bergerak dari barat/barat laut.
Namun apabila suhu permukaan laut masih hangat/panas disertai musim hujan, maka akan menghalangi lapisan termoklin untuk kembali ke posisinya yang normal.
Sehingga habitat ikan diduga berada di lapisan yang lebih dalam dari kondisi normalnya.
Berdasarkan riset dan fakta yang pernah terjadi, La Nina pada Juni 2016 hingga Maret 2017 menyebabkan tangkapan Lemuru di Selat Bali menurun.
Berdasarkan kondisi tersebut di atas, bahwa ketika La Nina hingga Januari/Februari 2021, ketika habitat ikan berada di lapisan yang lebih dalam dari kondisi normalnya, maka direkomendasikan bagi nelayan untuk memperpanjang tali pancing/ tali jaring agar dapat mencapai kedalaman dimana ikan berada.
Namun, untuk turun beroperasi menangkap ikan, sebelum berangkat melaut sebaiknya mengecek ramalan cuaca kondisi angin dan tinggi gelombang yang disediakan oleh BMKG.
Tujuannya agar tidak terjebak oleh angin/badai ekstrim dan gelombang tinggi.
Selain itu, perlu dilakukan pengecekan ulang kelengkapan dan fungsionalitas dari alat-alat darurat dan evakuasi seperti ‘life vest’ (jaket pelampung) yang disertai dengan peluit, kotak pertolongan pertama pada kecelakaan, dan peralatan telekomunikasi portable yang telah dibungkus dengan kantung kedap air.
La Nina pada Desember 2021 hingga Januari/Februari 2021, diduga tidak akan berdampak petani garam.
Biasanya ketika kondisi normal tanpa ENSO pada Desember-Februari adalah musim hujan, sehingga petani garam umumnya libur memproduksi garam.
Namun, terlepas akan hal tersebut, pada tahun 2019/2020, Pusat Riset Kelautan Badan Riset dan SDM Kementerian Kelautan dan Perikanan, melakukan riset eksperimen pengembangan teknologi produksi garam ‘in door’ atau dalam ruangan, walaupun hingga saat ini masih dalam proses pengujian teknologi.
La Nina yang membawa curah hujan tinggi di atas normal, harus diwaspadai pula oleh pelaku usaha perikanan umum daratan yang menggunakan keramba yang ditempatkan di sungai-sungai.
Curah hujan yang tinggi berpotensi meningkatkan volume atau debit aliran sungai.
Peningkatan debit tersebut akan mengakibatkan peningkatan kecepatan aliran sungai dan juga berpotensi melimpaskan massa air sungai ke darat.
Aliran sungai dengan kecepatan ekstrim memiliki ‘force’ yang cukup tinggi, sehingga berpotensi merusakkan dan/atau menghanyutkan keramba tersebut.
Apabila keramba cukup kuat, maka kecepatan/aliran massa air sungai berpotensi mengaduk sedimen di dasar sungai dan menyebabkan tingkat kekeruhan yang sangat tinggi, sehigga perlu dipertimbangkan evakuasi bagi ikan-ikan yang tidak tahan akan kekeruhan tinggi tersebut.
Sehingga sangat pula disarankan bagi para pelaku usaha perikanan umum daratan system keramba di sungai untuk selalu mengecek dan memperhatikan ramalan cuaca hujan (ekstrim) agar tidak terlambat mengevakuasi kerambanya.
Penulis
Widodo S. Pranowo
* Peneliti Ahli Utama Bidang Oseanografi Terapan Pusat Riset Kelautan, Badan Riset dan SDM, Kementerian Kelautan dan Perikanan
* Anggota Dewan Penasehat (Advisory Board) Korea - Indonesia Marine Technology Cooperation Research Center (MTCRC)