FEATURE

Gasing Lingga Permainan Tradisional yang Masih Eksis, Ajarkan Fokus dan Kompak

Penulis: Febriyuanda
Editor: Dewi Haryati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Zamzahir (44) saat membuat gasing di Daik, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepri

LINGGA, TRIBUNBATAM.id - Zamzahir (44), warga Lingga, tampak serius menyerut bongkahan kayu tempinis, bahan pembuat gasing, di gudang belakang rumahnya.

Tangannya terlihat piawai membentuk bongkahan kayu tersebut menjadi bentuk bulat dengan mesin yang digunakannya.

Sambil memutar kayu, Zamzahir membuat garis di sekeliling kayu itu dengan rapi.

Beginilah kesibukan Zamzahir saat membuat gasing, permainan tradisional yang menjadi warisan budaya Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Di kediamannya Kampung Mading, Daik, Kecamatan Lingga, banyak sekali bentukan gasing yang pernah dibuatnya.

Di sisi lain, sejumlah anak-anak terlihat berkumpul di rumah Zamzahir. Mereka menunggu gasingnya siap dibuatkan.

Kesibukan Zamzahir ini tidak sering dilakukannya, melainkan saat berada di 'musim gasing'.

Permainan gasing ini dimainkan ketika telah memasuki musimnya. Sehingga dari anak-anak hingga orang dewasa banyak yang memainkannya.

Baca juga: Semarak HUT ke-76 Bhayangkara, Polres Natuna Gelar Lomba Gasing, Jaga Kearifan Lokal

Baca juga: INI Beda Permainan Gasing di Lingga Dibanding Gasing Daerah Lain

"Ini kegiatan tahunan. Jadi setiap tahun saya tetap buat," katanya kepada TribunBatam.id, baru-baru ini.

Diketahui, hampir setiap daerah memiliki permainan gasing.

Namun Gasing Lingga mempunyai ciri khas tersendiri, sehingga diakui menjadi salah satu Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) sejak tahun 2019 oleh Kemendikbud.

Benda ini terbuat dari kayu yang dipilih dan dibentuk sedemikian rupa, hingga bisa berputar ketika dimainkannya.

Permainan gasing di Lingga merupakan permainan yang memiliki karateristik dan ciri khas tersendiri.

Khususnya di Daik Lingga. Berbeda dengan gasing daerah lain di Provinsi Kepri, baik dari segi bentuk maupun cara memainkannya.

Permainan gasing ini memiliki banyak manfaat, tidak saja melatih fisik dan konsentrasi dalam memainkan gasing,

Tetapi terkandung nilai-nilai yang ditanamkan sejak dini melalui sebuah permainan.

"Ada nilai kebersamaan, nilai kejujuran, nilai sportifitas, dan banyak lagi nilai positif yang dapat ditanamkan dalam permainan Gasing Lingga," kata pemerhati sejarah Lingga, Lazuardy.

Untuk membuat gasing dibutuhkan beberapa alternatif, baik dengan tradisional dan mesin.

Secara tradisional dari peralatan sederhana atau dengan alat yang sederhana.

Adapun alat atau bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan gasing, yakni parang, bubut atau larik, pahat, kikir, gergaji, kayu tempinis atau kayu lainnya yang memiliki ketahanan lama.

Sementara, beberapa pengrajin gasing di Daik Lingga, sudah memiliki mesin untuk membuat gasing lebih rapi.

Terdapat tiga jenis dalam permainan Gasing Lingga, yakni gasing pemangkah atau pemukul, gasing pemasang atau penahan, dan gasing uri atau beraja.

Setiap jenis gasing memiliki fungsi tersendiri, yang tidak dapat dimainkan asal-asalan, sesuai dengan ketentuan permainan Gasing Lingga.

Permainan ini pada umumnya dimainkan oleh anak lelaki ataupun orang dewasa, baik itu secara perorangan maupun kelompok.

Lazuardy menjelaskan, permainan gasing pada zaman Sultan terakhir merupakan permainan anak bangsawan.

Selain itu, beberapa gasing juga dimainkan oleh masyarakat kampung dari dulu.

"Cuma yang menjadi perbedaan, dulunya permainan di istana dipakai oleh anak-anak istana dengan pakaian baju kurung yang sering dipakai dulu.

Kalau masyarakat awam hanya memakai pakaian pada umumnya, ada yang memakai kain dan sebagainya," katanya.

Lazuardy mengungkapkan, bahwa peminat permainan gasing ini sangat banyak.

Anak-anak di Desa Mepar, Kecamatan Lingga, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepri yang bermain gasing beberapa waktu lalu (TRIBUNBATAM.id/Febriyuanda)

Bahkan sejauh ini, permainan gasing ini sudah dikenal di seluruh wilayah Kabupaten Lingga.

Selain itu, dengan akses yang dimiliki, masyarakat setempat pun bisa mendapatkan bahan kayu untuk pembuatan gasing dengan mudahnya.

"Baik itu kayu tempinis, kayu mentigi, masyarakat bisa menggunakan akses yang cepat seperti alat pemotong sinso. Tidak seperti dulu hanya menggunakan kapak," ucapnya.

Ia melanjutkan, Dinas Kebudayaan bersama Lembaga Adat Melayu sering menggelar sebuah kompetisi adu gasing kepada masyarakat.

Lazuardy juga sering menjadi jurinya.

Ia menjelaskan, bahwa nilai positif dari permainan gasing, yakni butuh konsentrasi yang kuat, pemain harus menjaga kekompakan, dan berhati-hati dalam bermain.

"Bahkan dalam kehidupan sehari-hari diibaratkan seperti hidup kita yang terus berputar seperti gasing. Kita harus bersemangat, harus berenergi, dan selalu riang gembira," tutur Lazuardy.

(TribunBatam.id/Febriyuanda)

Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google

Berita Terkini