JAKARTA, TRIBUNBATAM.id - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan atau Menko Polhukam Mahfud MD kembali jadi sorotan.
Tepatnya setelah Mahfud MD mengungkap adanya transaksi janggal hingga Rp 300 triliun di Kemenkeu.
Transaksi janggal hingga Rp 300 triliun di Kemenkeu ini ia peroleh dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK.
Dalam laporan yang diterima Mahfud MD dari PPATK, transaksi janggal hingga Rp 300 triliun di Kemenkeu itu merupakan akumulasi sejak tahun 2009 hingga tahun ini.
Transaksi itu melibatkan sedikitnya 460 pegawai di Kemenkeu.
Transaksi janggal hingga Rp 300 triliun itu menurutnya melibatkan pegawai pada Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Bea Cukai.
Sebelum mengungkap transaksi janggal Rp 300 triliun di Kemenkeu, Mahfud MD menjadi sorotan karena membuka informasi dalam pembunuhan Yosua Hutabarat yang menyeret Ferdy Sambo cs.
Mahfud MD menegaskan, transaksi janggal hingga Rp 300 triliun di Kemenkeu memiliki konteks maksud pencucian uang.
Menko Polhukam kemudian memberikan contoh seperti apa tindakan pencucian uang yang dimaksud.
Seperti, kasus Rafael Alun Trisambodo yang memiliki kekayaan fantastis sebagai eks pegawai Eselon III Kemenkeu.
Mahfud mengatakan, ia awalnya memperhatikan pertanyaan-pertanyaan publik soal anak Rafael, yakni Mario Dandy Satrio yang menjadi tersangka penganiayaan D.
Publik yang marah dengan kasus tersebut lantas mengungkap gaya sehari-hari Mario yang sering pamer kemewahan di media sosial (medsos).
"Itu kan orang bertanya, 'ini kok orang gayanya bagus, mobil bagus katanya hanya anak pejabat eselon III di Kemenkeu'. Lalu, saya minta ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), pernah ada masalah endak di PPATK? Terus ditunjukkan surat. Surat tahun 2013 kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bukan kepada Kemenkeu. Ada suratnya. 'Sudah dilaporkan Pak bahwa ini agaknya kurang beres orangnya'," ungkapnya menirukan jawaban dari Ketua PPATK Ivan Yunstiavandana saat konferensi pers bersama Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati di Kemenkeu, Jakarta, Sabtu (11/3/2023).
Mahfud kemudian menanyakan hal itu kepada Ketua KPK Firli Bahuri.
Saat itu, Firli mengaku belum tahu soal surat yang sudah dikirimkan PPATK.
"Sesudah itu saya kirim suratnya. Ini buktinya bahwa sudah masuk surat ke KPK. Maka terus dipanggil kan (Rafael oleh KPK) karena surat saya itu," kata Mahfud.
"Rp 56 miliar kekayaan yang tidak wajar. Setelah diperiksa ulang semua transaksi itu ada Rp 500 miliar yang menyangkut dia. Yang dilaporkan Rp 56 miliar. Yang tidak terlaporkan Rp 500 miliar. Tapi diduga menurut intelijen keuangan. Bukan bukti hukum ya," ujarnya lagi.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menilai hasil pemeriksaan terhadap Rafael aneh.
Sebab, sebagai pejabat Eselon III juga memiliki banyak perusahaan.
"Masa orang gaji sekian lalu punya perusahaan-perusahaan. Yang tak beroperasi tapi uangnya banyak. Ada hotel tapi agak sederhana mungkin. Tapi pemasukannya banyak. Misalnya, itu Rp 500 miliar itu tindak pidana pencucian uang," kata Mahfud MD.
Sementara Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengatakan, pihaknya telah mengirimkan laporan informasi hasil analisis (IHA) kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Laporan itu merupakan rekap dari ratusan laporan yang pernah dikirim ke Kemenkeu selama 14 tahun terakhir.
“Yang dipegang Ibu Menkeu terakhir adalah rekap dari beberapa ratus laporan yang pernah kami kirimkan kepada Kemenkeu sepanjang 2009-2023,” kata Ivan saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (10/3/2023).
"Kami tidak paham ya. Apakah beliau (Sri Mulyani) mendapatkan informasi utuh atas sebuah kasus atau sekadar yang terkait oknum internal saja," sambungnya.
Menurutnya, dokumen laporan itu merupakan Informasi Hasil Analisis (IHA) yang tidak terdapat angka rupiah.
Ia menjelaskan, detail nilai mengenai mutasi rekening dan dana yang terkait tindak pidana ada pada dokumen masing-masing individu.
"Jika dijumlahkan secara keseluruhan sesuai jumlah ratusan trilliun tersebut. Semua dokumen sudah sampai ke Kemenkeu," jelas dia.
SEPAKAT Benahi Transaksi Keuangan Kemenkeu
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa dia dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati berkomitmen membenahi transaksi keuangan di Kemenkeu.
Menurut Mahfud MD, pembenahan yang dilakukan Sri Mulyani saat ini sudah berjalan.
"Saya dengan Bu Sri Mulyani, kami akan tegakkan ini, sudah tadi berkomitmen, mari kita cari jalan ke depan yang ini kita tegakkan, yang sudah jalan pembenahan-pembenahan di Kemenkeu tadi sudah benar, itu sudah dilakukan semua," kata Mahfud dalam konferensi pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Sabtu (11/3/2023).
"Saya sudah baca datanya satu per satu, jumlah per jumlah orang yang ditindak begini segini, ditindak begini segini, itu bedanya hanya sedikitlah," lanjut dia.
Mahfud MD kemudian menyinggung perihal penyelesaian sejumlah laporan transaksi mencurigakan yang dilaporkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Kemenkeu.
Dia menilai, ada perbedaan pandangan antara PPATK dan Kemenkeu mengenai penyelesaian laporan-laporan yang ada.
"Bedanya kalau Bu Sri Mulyani mengatakan sudah direspons semua, kalau di PPATK mungkin mengukur direspons itu ini belum final, baru pernah direspons tapi tidak jelas hasil akhirnya apa. Mungkin, mungkin," kata Mahfud.
"Nanti kami akan klarifikasi lagi, akan buat klasifikasi bagaimana cara menganggap sebuah respons itu selesai atau cukup diberi tahu sudah mulai diperiksa dan seterusnya atau ini tidak usah dilaporkan karena sudah dipecat, meninggal, pensiun, dipenjara, mungkin saja seperti itu yang tidak ketemu," jelas Mahfud.
Sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani Indrawati meminta PPATK buka-bukaan terkait data transaksi aneh hingga Rp 300 triliun di Kemenkeu.
Sri Mulyani mengaku telah menerima laporan dari PPATK terkait transaksi mencurigakan itu.
Tetapi laporan tersebut tak berisi satu angka pun terkait detail transaksi mencurigakan Rp 300 triliun.
Oleh sebab itu, Sri Mulyani mengaku belum mengetahui asal usul transaksi tersebut.
Oleh sebab itu, Sri Mulyani meminta PPATK untuk membuka data transaksi tersebut secara detail, mulai dari nilai per transaksi, sumber transaksi, hingga siapa saja yang terlibat.
Menurut Sri, Kemenkeu sangat terbuka jika memang data dari transaksi aneh hingga Rp 300 triliun di Kemenkeu itu bisa menjadi bukti hukum untuk mempermudah penindakannya.
Sri Mulyani pun sudah menugaskan Wakil Menteri Keuangan, Irjen Kemenkeu, Dirjen Pajak, serta Dirjen Bea dan Cukai untuk melakukan tindak lanjut jika ada data baru terkait transaksi di Kemenkeu.(TribunBatam.id) (Kompas.com)
Sumber: Kompas.com