WAWANCARA EKSKLUSIF

TIPS dan Cara Mengelola Emosi dengan Benar Menurut Psikolog

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wawancara Podcast Health and Beauty Tribun Batam yang dipandu Host Nadia bersama narasumber Psikolog RSBP Batam, Dini Rakhmawati 

BATAM, TRIBUNBATAM.id - Emosi merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia sehari-hari. Mengekspresikan emosi merupakan hal penting yang wajib disadari, tanpa terkecuali bagi mereka yang punya perasaan.

Kemampuan seseorang dalam mengontrol emosi juga sangat mempengaruhi cara orang lain memandang seseorang, bersikap.

Mengatur emosi tanpa menekan atau mengabaikannya dapat bermanfaat bagi hubungan, suasana hati, dan pengambilan keputusan, bahkan juga berdampak pada kesehatan tubuh.

Jika tidak dikelola dengan baik, emosi juga dapat merusak kesehatan emosional dan hubungan antarpribadi ketika berkembang diluar kendali yang dapat merugikan diri sendiri nantinya.

Kemampuan mengelola emosi bukan hanya untuk orang tertentu dan dalam kondisi khusus saja.

Namun perlu dimiliki oleh semua orang. Emosi negatif yang tidak dikelola dengan baik dapat berdampak buruk bagi kesehatan dan mempengaruhi kinerja serta produktivitas.

Bahkan dapat memberi pengaruh pula dalam proses pengambilan keputusan. 

Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui cara mengeluarkan emosi negatif dengan positif sehingga penting sekali untuk mengenali apa saja emosi yang sedang terasa, dan mencari cara mengelola emosi tersebut dengan tepat.

Selengkapnya pembahasan soal mengelola emosi dengan sehat serta jenis dan fungsi emosi dalam kehidupan sehari-hari telah dikupas dalam Podscat Tribun Batam Health and Beauty.

Dalam podcast Health and Beauty di Studio Tribun Batam, Sabtu (3/6/2023) membahas seputar tentang psikologi, mengelola emosi hingga kejiwaan. 

Podcast dipandu host Tribun Batam, Nadia dengan menghadirkan Psikolog dari RSBP Batam, Dini Rakhmawati (DR). 

Berikut wawancara Tribun Batam bersama Psikolog, Dini Rakhmawati : 

TB : Apa beda psikolog dengan psikiater ?

DR : Sangat berbeda sekali, kalau psikiater adalah seorang dokter yang mengambil spesialisasi jiwa atau dokter kejiwaan. Kalau psikolog adalah orang yang kuliah psikologi lalu mengambil psikologi klinisi yang bisa berpraktek.

Dari tindakannya pun beda, kalau psikiater bisa memberi treatment dan obat-obatan. Sementara psikologi klinis kita lebih fokus pada psiko sosialnya. Jadi individu ini kita berdayakan supaya bisa menghadapi persoalan yang dialami. Psikolog ini lebih pada konseling, tempat curhat. 

TB : Keluhan apa yang sering diterima dari pasien yang datang ?

DR :  Ada beragam macam, konsul tentang keluarga, anak dengan orang tua yang lagi cekcok, kemudian anak remaja atau pasangan muda-mudi curhat tentang hubungan asmara bahkan hingga konsul tentang orientasi seksual juga ada. Intinya orang yang ditangani psikologi klinis itu adalah individu normal tapi punya masalah.

TB : Kadang banyak orang berpikir pergi ke psikolog itu seolah dia adalah orang yang sudah kelainan jiwa. Bagaimana pendapat anda ?

DR : Orang datang ke psikolog itu bukan karena kelainan jiwa, bisa karena lagi banyak masalah, masalah yang terpendam. Ada tiga aspek ketika orang datang ke psikolog klinis, pertama dia beranggapan emosinya tidak bisa dikontrol. Kemudian permasalahan perilaku, jadi perilaku orang yang jarang dilakukan namun dia melakukan.

TB : Apakah emosi harus diluapkan atau dipendam ?

DR : Emosi harus diluapkan, dicurahkan. Emosi adalah hal yang perlu diperhatikan semua orang, ketika seseorang emosi perlu adanya regulasi emosi, misalnya saat emosi apakah dia mau meluapkan apakah harus dipendam maka perlu untuk mengetahui cara mengontrolnya. 

TB:  Bagaimana cara meregulasi emosi ? 

DR : Ada beberapa emosi dasar manusia, pertama pada saat anak berusia bayi, kemudian masuk tahap remaja ( tentang perasaan, cinta dan rasa cemburu) inilah emosi dasar pertama lalu berkembang. Saya ibartatkan pipis. Seseorang ketika ingin pipis, apakah harus langsung dikeluarkan saat itu juga ? Kan, tidak. Atau harus ditahan lalu mencari tempat? Iya, harus dikeluarkan. Hanya saya perlu cara, tempatnya waktunya. Begitu juga dengan emosi harus diluapkan. Atau ibarat cangkir air minum, kalau isinya sudah penuh, tentu harus dikeluarkan supaya tidak tumpah dan bisa digunakan lagi. 

TB : Apakah ada tanda tanda tubuh ketika seseorang lagi emosi ?

DR : Iya ada. Misalnya, kalau mau nangis itu sensasi tubuh itu berat, wajahnya merah. Kemudian kalau emosi marah, rasa badan itu berat, tangan bergetar. Kemudian ada emosi cemas, misalnya tangannya berkeringat, napas terpenggal-penggal. Ini emosi dasar bisa kita perhatikan dari jasmani tubuh. Tubuh itu bisa merespon emosional kita. 

TB : Bagaiman cara mengontrol emosi anak remaja ?

DR : Pada dasarnya anak remaja itu dalam dirinya itu sudah ada fitur orang dewasa. Mengelola rasa, pikiran, mental hanya saja belu matang. Kadang anak remaja itu, bingung sendiri terhadap perilakunya. Beberapa orang tua datang pada saya mengeluhkan persoalan anaknya, anak saya dulu baik loh, butut loh, sekarang ala berubah.

Makanya saya bilang pada sang ibu itu, agar memahami tumbuh kembang sang anak agar bisa dipahami. Paling banyak saat ini, anak-anak tukang jawab.

Kadang orang tua menyikapi sang anak berbeda.

Misalnya sang ibu merespon anak harus nurut “udah ikut aja, jangan banyak tanyak” padahal di sinilah terjadi hubungan yang tidak harmonis. 

Perkembangan mental anak sekarang dengan yang dulu itu sangat berbeda.  Sekarang ini banyak sisi anak yang berbeda. Dari lingkungan rumah dan sekolah. 

TB : Bagaimana cara menyikapi emosi seorang anak ?

DR : Selama anak punya cara untuk melampaiskan emosi anak ke hal-hal yang tidak merugikan dirinya dan orang lain tidak usah dilarang, dibiarkan saja. Misalnya si anak pukuli samsak, karate, taekwondo dan lainnya. Pasca melakukan kegiatan ini pasti anak lebih rileks begitu juga dengan emosi orang dewasa. Apapun yang bisa membuat kita rilek, dilakukan saja.

TB : Apakah luapan emosi dapat berpengaruh pada kesehatan ? 

DR : Iya, berpengaruh. Emosi itu harus diluapkan, dikeluarkan. Dengan cara identifikasi dan meluapkan. Di mana, dan tempatnya harus tepat. Jadi keluarkan lah emosi mu dengan cara yang lembut. Misalnya ada yang nyanyi teriak-teriak nyanyi, dengan lagi sambil joget-joget. 

TB : Apa saja jenis emosi ?

DR : Emosi itu tidak hanya marah, emosi itu ada rasa cemas, rasa takut. Misalnya anak kita lagi main sepeda depan rumah lalu terjatuh, si orang tua itu sebenarnya buka marah namun cemas. 

Makanya perlu adanya validasi emosi itu, semacam kemampuan kita mengakui emosi yang sedang kita rasakan. Misalnya laki laki, merasa aku gak boleh nangis. Dia beranggapan aku laki-laki.

Padahal, kalau dia lagi sedih Iya sudah diterima saja jangan gengsi.

Misalnya kalau diibaratkan dengan cangkir, kalau emosinya udah penuh tentu itu kan harus dicurahkan jangan sampai meluap, meluber. 

Saya dulu punya pasien, dia sedih tapi gak bisa nangis.

Namun saya arahkan dia nonton untuk nonton film sedih, itu sampai berminggu-minggu dan akhirnya dia nangis. (TRIBUNBATAM.id/Beres Lumbantobing)



Berita Terkini