TribunBatam.id,Batam - Sidang mantan Kasat Narkoba Polresta Barelang, Kompol Satria Nanda Cs di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Jumat (9/5) mengulir sepanjang hari.
Agenda persidangan mulai pemeriksaan terdakwa hingga konfrontir berlangsung menengangkan dalam ruang sidang, apalagi agenda terakhir konfrontir.
Sidang dipimpin hakim ketua, Tiwik didampingi oleh dua hakim anggota Douglas Napitupulu dan Andi Bayu.
Persidangan dengan agenda konfrontir penyidik dengan semua terdakwa, menguak fakta mengejutkan. Apalagi saat rekaman barang bukti video milik penyidik diputar. Para terdakwa tak lagi dapat berdalih. Semua dalih terbantahkan.
Sejumlah percapakan rahasia mulai penangkapan hingga penyisihan barang bukti terekam dalam video yang diputar di ruang sidang utama PN Batam.
Sidang berlangsung hingga pukul 23:30 wib itu terlihat menegangkan. Silang pendapat antara Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan kuasa hukum para terdakwa mewarnai jalannya persidangan.
Agenda persidanga konfrontir, tujuh penyidik yang memeriksa semua eks Kasat Narkoba Cs saling memberikan penjelasan.
Dari pengakuan para penyidik mereka mengaku tidak melakukan kekerasan fisik terhadap pelaku sebagaimana yang dituduhkan para tersangka.
"Tidak pernah kami melakukan penganiayaan terhadap mereka yang mulia. Apa yang kami makan itulah yang mereka makan, apa rokok kami itulah rokok mereka," kata penyidik.
Bahkan, kata dia mereka saling kenal dengan para terdakwa, ada juga yang satu angkatan saat masuk di Kepolisian. Tudingan kekerasan hingga penganiayaan itu, tidak mungkin dilakukan.
"Sama sekali tidak ada tuduhan mereka itu, kami punya rekaman videonya," ujar penyidik Heri.
Mendengar ucapan bukti video, Martua selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta kepada hakim untuk memutar video rekaman saat penyidikan.
Namun, upaya memutar video didalam ruang sidang itupun disanggah oleh semua Kuasa Hukum pelaku.
"Interupsi ketua, jangan putar video itu," kata salah seorang pengacara pelaku.
Setelah terjadi perdebatan dalam sidang karena akan memutarkan video, Hakim Ketua Tiwik langsung memutuskan akan memutar rekaman video yang sudah disiapkan penyidik ke dalam flashdisk.
Dari lima video yang diputarkan, tidak ada terlihat aksi penganiayaan dan penyidikan juga terlihat santai di salah satu ruangan Diresnarkoba Polda Kepri.
Para penyidik juga menyampaikan proses pemeriksaan terhadap para terdakwa dari mengajukan bon tahanan, harus didampingi oleh kuasa hukumnya saat akan dilakukan pemeriksaan berita acara penyidikan (BAP) hingga kondisi kesehatan pada terdakwa.
"Setelah BAP selesai kita suruh baca dan setelah sama isinya baru mereka melakukan tanda tangan BAP tersebut," ujarnya. Kenapa kasus ini terungkap, kata penyidik, berawal adanya laporan kalau lima anggota Sat Narkoba Polresta Barelang menjual satu kilogram ke salah satu bandar di Kampung Aceh, Mukakuning.
Dan tak lama kemudian ada juga penangkapan narkoba sebanyak lima kilogram di Tembilahan oleh Mabes Polri.
"Saat disingkronkan dua tangkapan ini, ternyata ada kaitannya kalau barang tangkapan itu berasal dari Sat Narkoba Polresta Barelang," ujarnya.
Akibat pengembangan kasus itu, penyidik Taufik mengaku menetapkan tersangka lainnya termasuk Satria Nanda, karena jelas dalam rekaman kalau Satria mengetahui kalau akan ada penyisihan barang bukti sebanyak sembilan kilogram.
"Karena itulah Satria Nanda saya tetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini," kata penyidik Irvan.
Kuasa hukum yang tidak senang akan video itu, mencecar pertanyaan terhadap penyidik.
Mengapa rekaman video itu baru dimunculkan sekarang. Sementara sebelum-sebelumnya, tidak pernah disebutkan.
"Karena semua pelaku mencabut BAP, makanya kita hadirkan video ini agar semua melihat kalau apa yang kami lakukan benar tidak melakukan apa yang seperti dituduhkan," ujar penyidik Taufik.
Melihat video itu dalam sidang terbuka, membuka tabir kejahatan jajaran Sat Narkoba Polresta Barelang yang bobrok dibawah kepemimpinan Satria Nanda.
Pasalnya, terdengar jelas dalam video kalau semua kejahatan ini diketahui oleh Satria Nanda dan atas perintahnya menyuruh anggotanya untuk menjual sembilan kilogram sabu-sabu.
"Kamu atur saja git, kamu yakin amankan?," itulah sedikit ucapan Nanda memerintahkan Sigit untuk menjual narkoba ke Tembilahan dan Kampung Aceh Simpang Dam.
Padahal, pada persidangan sebelumnya dengan agenda pemeriksaan terdakwa menyatakan bahwa Satria mengaku dijebak dan menyebut Iptu Sigit sebagai dalang dari skenario penggelapan barang bukti sabu seberat 5 kilogram.
Dalam keterangannya di hadapan majelis hakim, Satria mengaku tidak mengetahui proses penangkapan narkoba di Simpang Dam yang menyeret nama bandar bernama Azis.
Ia menegaskan saat kejadian, dirinya tengah berada di Medan untuk menjenguk orangtuanya yang sedang sakit. Ia baru menerima laporan setelah semua proses berlangsung.
“Saya hanya menerima laporan dari Iptu Sigit. Semua pengaturan ada di tangan dia,” kata Satria.
Tak hanya itu, Satria mengaku bahwa saat dirinya memohon kepada Wadir Narkoba Polda Kepri agar kasus tersebut tidak dinaikkan ke tahap pidana, ia diberitahu sudah ada skenario yang tak bisa dibendung.
“Semua ini terjadi karena skenario Sigit, bukan saya,” ujarnya terbata di depan hakim.
Pernyataan ini menjadi sorotan dalam sidang karena Satria secara terbuka menyalahkan anak buahnya.
Hakim pun mempertanyakan mengapa Satria, sebagai atasan, bisa begitu mudah dikelabui oleh bawahan.
"Sigit itu bawahan kamu, kenapa bisa dia yang atur?” bentak hakim.
Satria pun hanya bisa terdiam dan mengaku lalai dalam mengawasi pergerakan satuannya.
Majelis hakim menyatakan pengakuan tersebut justru memperlihatkan kelemahan dalam sistem pengawasan internal kepolisian dan kepemimpinan dalam satuan narkoba. (TribunBatam.id/bereslumbantobing)