Kasus Kematian Anak di Batam

Pilu Pasutri di Batam Setahun Lebih Mencari Keadilan Kematian Anaknya, Kini Berharap di DPRD

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KASUS KEMATIAN ANAK DI BATAM - Aksi damai Amir dan Mugi, pasangan suami istri di Batam depan kantor DPRD Batam, Kamis (7/8/2025). Sudah setahun lebih mereka berharap keadilan terkait kematian anak mereka yang belum menemui titik terang. Mereka berharap DPRD Batam bisa melaksanakan rapat dengar pendapat (RDP).

TRIBUNBATAM.id, BATAM - Pemakaman di Sei Gua, Rempang Cate, Kecamatan Galang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) jadi lokasi Al Fatih, bocah berumur dua tahun delapan bulan dikebumikan.

Anak pasangan Amir dan (39) dan Mugi Sedu Tegi (38) ini meninggal dunia pada 31 Maret 2024.

Kasus kematian anak di Batam ini pun masih penuh tanda tanya bagi orangtua dan pihak keluarga.

Sebab, kematian anak mereka belum menemui titik terang.

Mereka masih bertanya siapa pelaku yang tega berbuat seperti itu kepada anaknya.

Amir, kepada TribunBatam.id masih ingat betul saat ia membawa sang anak dari salah satu rumah sakit di Kecamatan Batuaji untuk mengetahui kondisi pasti anaknya.

Ia masih tak menyangka kehilangan anak pertama dengan cara yang tak pernah mereka bayangkan misterius, mendadak, tanpa jawaban pasti.

“Anak saya dimakamkan di sini tengah malam waktu itu, kami bawa dari Graha Hermine Batuaji. Saya ingin tahu kondisi pastinya. Tapi ternyata, anak saya sudah meninggal,” lirih Amir, sang ayah, suaranya berat menahan perih.

Pria 39 tahun itu masih ingat jelas detik demi detik yang mengubah hidupnya.

Malam itu, tubuh kecil anaknya baru tiba di rumah saat kabar duka disampaikan. 

Tak ada waktu untuk memeluk erat atau mencium keningnya untuk terakhir kali.

Desakan untuk segera memakamkan datang begitu cepat.

“Kata Pak Ustaz yang urus makam, semuanya sudah siap. Jam 12 malam itu lubang sudah digali. Katanya, tidak baik kalau pemakaman ditunda,” kenangnya.

Rasa hancur membuat Amir tak sanggup memandikan jasad sang buah hati. 

Hatinya remuk redam. Ia bahkan tak sempat melihat seluruh tubuh anaknya untuk terakhir kali.

“Pas kemarin dibongkar lagi, baju terakhirnya ikut dikubur. Saya nggak tahu. Jadi, saya benar-benar nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada anak saya,” ujarnya, matanya berkaca-kaca, menatap tanah merah di hadapannya kepada TribunBatam.id.

Kini, setiap kali Amir datang ke makam itu, ia hanya duduk diam. 

Angin menerpa bambu-bambu di sekitar. membawa suara gemerisik yang seakan mengulang-ulang satu pertanyaan di kepalanya, apa yang sebenarnya terjadi pada anakku?

Kronologi 

Minggu, 31 Maret 2024 siang, anaknya, Al Fatih dijemput oleh seorang perempuan berinisial Ev dari rumah mereka di Tanjung Kertang, Kecamatan Galang.

Ia merupakan majikan tempat Amir bekerja.

Waktu menunjukkan pukul 12.00 WIB ketika sang bocah dibawa pergi.

Hingga sore, sekitar pukul 17.00 WIB, sang ibu, Mugi mulai gelisah.

Ia mencari anaknya dan menanyakan langsung kepada Ev. 

Jawaban yang ia terima membuat hatinya berdebar, “Anakmu ada di mobil.”

Namun pintu mobil terkunci. 

Begitu dibuka, pemandangan yang menghancurkan hati terbentang di depan mata. 

Posisi Al Fatih telungkup di bawah kaki kursi tengah mobil, bukan di kursi seperti biasanya.

Detik itu juga, dunia Mugi runtuh.

Kejanggalan

Kasus kematian anak di Batam ini menurut mereka meninggalkan banyak kejanggalan. 

Keluarga mengaku sempat dimediasi oleh Ev selama tiga bulan tanpa hasil.

Laporan resmi baru dibuat ke Polresta Barelang pada 4 Juli 2024. 

Namun hingga kini, tak ada satu pun tersangka yang ditetapkan.

Satu-satunya perkembangan datang dari praperadilan yang diajukan Ev.

Saat itu, hakim memutuskan bahwa ia belum layak dijadikan tersangka karena bukti dinilai belum cukup.

Bagi keluarga, keputusan itu ibarat menambah garam pada luka yang belum kering.

“Anak kami sudah dikuburkan, tapi keadilan belum pernah datang,” ujar Amir dengan tatapannya yang kosong.

Satu Tahun Lebih Menunggu Keadilan

Hari-hari berganti, bulan demi bulan berlalu, namun jawaban tak pernah datang.

Hanya pusara sepi, sebatang kayu lapuk, dan ingatan akan tawa anak kecil yang dulu pernah memenuhi rumah.

Kini, keluarga menggantungkan harapan terakhir pada selembar surat yang mereka bawa ke DPRD Batam.

Surat itu berisi jeritan hati, permohonan agar misteri kematian Al Fatih diusut hingga tuntas.

Mereka rela berjalan kaki dari depan Plamo Garden Batam Center menuju gedung para wakil rakyat itu.

Sesampainya di DPRD Batam, pasutri di Batam ini sempat membentangkan spanduk yang berisi keresahan mereka atas lambannya penganan kasus kematian anak mereka, Al Fatih Usman (2) pada 31 Maret 2024.

Sekretaris Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Batam, Anwar Anas merespons aksi Amir (39) dan Mugi Sedu Tegi (38), pasangan suami istri di Batam yang berjalan kaki dari Plamo Garden Batam Center.

Ia langsung menerima surat permintaan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dari keluarga Amir dan Mugi di kantor DPRD Batam.

Pihak keluarga mengaku tidak pernah mendapat keterangan yang jelas dari polisi, tepatnya dari penyidik di Polresta Barelang mengenai perkembangan kasus kematian anak mereka.

Yang mereka dapatkan selama ini dari penyidik Polresta barelang hanya kata 'sabar'.

Bahkan yang paling menyayat hati keluarga saat mantan majikan mereka berinisial Ev diketahui mengajukan praperadilan serta membuat penyidikan polisi dimentahkan.

Anwar mengatakan jika Komisi I DPRD Batam akan mempelajari terlebih dahulu surat yang diajukan.

Setelah ada kesimpulan, mereka akan menjadwalkan RDP dan memanggil pihak-pihak yang bersangkutan.

Tidak lama setelah surat diterima, keluarga korban meninggalkan kantor DPRD Batam.

Sementara Anwar Anas masuk ke ruangannya di Komisi I DPRD Batam.

Dalam kesempatan tersebut Anwar Anas mengatakan dirinya sekilas sudah membaca surat permohonan RDP yang diserahkan oleh keluarga Al Fatih Usman.

"Tadi sekilas saya sudah baca. Kami akan tetap bawa dalam rapat di Komisi I DPRD Batam," ucapnya.

Ia mengaku prihatin dengan apa yang menimpa pasutri di Batam itu.

Terlebih dalam surat permohonan RDP itu, anak mereka yang masih berumur dua tahun dibawa oleh majikan serta mereka temukan sudah dalam kondisi tidak bernyawa lagi.

Kasus tersebut mereka laporkan ke Polresta Barelang pada 4 Juli 2024.

Namun menurut mereka, belum ada titik terang dari kasus kematian anak mereka.

"Kami akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian, untuk pelaksanaan RDP yang dimaksud," sebutnya.

Isi Surat Permohonan RDP

Dalam kesempatan itu, Anwar juga mengatakan dalam kronologi yang ditulis dalam surat permohonan RDP tersebut anak korban diduga meninggal karena terkurung di dalam mobil.

"Sekilas tadi saya baca ya, dimana sebelumnya orangtua korban bekerja kepada terlapor, suami bekerja di tambang pasir, sementara istrinya sebagai pembantu rumah tangga korban," kata Anas.

Anas juga mengatakan dalam surat permohonan tersebut terlapor memiliki usaha tambak dan tambang pasir di Barelang.

Orangtua Al Fatih Usman diberikan tempat tinggal dan sudah lama bekerja dengan terlapor.

Dalam surat permohonan RDP, menurut Anwar Anas terungkap jika Ev membawa anak Amir dan Mugi sekira pukul 12.00 WIB.

Saat sampai di villa-nya, Ev meninggalkan anak korban di dalam mobil dalam kondisi terkunci.

Setelah bertemu orangtua korban, Ev memberitahukan bahwa anak mereka ada di dalam mobil di parkiran.

Saat orangtua korban datang ke mobil dan membuka pintu mobil, melihat kondisi anaknya sudah terbujur kaku di kaki penumpang jok tengah.

"Dalam surat permohonan RDP seperti itu isinya. Nanti kami akan bawa dalam rapat Komisi I. Selanjutnya kami jadwalkan untuk RDP," tutupnya. (TribunBatam.id/Ucik Suwaibah/Pertanian Sitanggang)

Berita Terkini