Omzet Pedagang Beras di Anambas Anjlok Bukan Gegara Isu Beras Oplosan, Tetapi Faktor Lain

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

OMZET TURUN - Warung pedagang Hizkia di Pasar Inpres Tarempa, Kabupaten Kepulauan Anambas tak terpengaruh dengan anomali beras. Omzetnya menurun drastis karena faktor daya beli masyarakat menurun, Rabu (13/8/2025).

ANAMBAS, TRIBUNBATAM.id - Fenomena anomali beras yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia tidak berpengaruh di Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepri.

Mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), anomali adalah ketidaknormalan; penyimpangan dari normal; kelainan. Anomali beras berarti ketidaknormalan pada beras, dimana harga beras naik meski stok diklaim cukup. Biasanya harga beras naik saat stoknya sedikit.

Dari pantauan Tribunbatam.id, di kawasan Pasar Inpres Tarempa, Kecamatan Siantan, Kabupaten Anambas, saat ini harga beras di Anambas, stok, hingga pengiriman beras dari pihak distributor masih normal dan relatif aman. 

Meski begitu, nestapanya di tengah kondisi ini omzet pedagang beras di Anambas justru lesu.

Pendapatan mereka turun signifikan, bukan karena anomali beras atau maraknya isu beras oplosan.

Seorang pedagang Hizkia menyatakan, tidak ada pengaruh persoalan tersebut dengan menurunnya omzet pedagang.

Disebut-sebut, terbatasnya perputaran uang karena rendahnya penghasilan dan minimnya lapanganan kerja yang membuat daya beli masyarakat jadi menurun.

"Bukan hanya komoditas beras, komoditas yang lain juga sama. Kondisi pasar saat ini sepi sekali, konsumen yang datang dapat dihitung jari," ujarnya saat ditemui di Pasar Inpres Tarempa, Rabu (13/8/2025).

Benar saja, terhitung hampir dua jam lamanya wartawan Tribunbatam.id di Pasar Inpres Tarempa, suasana pasar masih terlihat sepi.

Dalam kurun waktu itu, hanya ada beberapa pengunjung yang berlalu lalang membeli bumbu dapur dan keperluan rumah tangga.

Sementara untuk beras, baru satu hingga dua pengunjung saja yang membeli jenis premium kemasan 5 dan 10 kilogram.

Hizkia tak terlalu sibuk seperti dulu saat antusias pembeli ramai. Ia lebih banyak nongkrong di meja pembayaran.

Sepinya pembeli di pasar membuat omzetnya menurun drastis.

Kondisi ini membuatnya tertekan dan kewalahan mengatur manajemen komoditas agar tetap laku dan membuat usahanya bangkrut.

Khusus pada komoditas beras, ia kini harus mengurangi pengambilan stok dari pihak distributor.

Hal itu dilakukan karena penjualan beras saat ini habisnya relatif lama dari biasanya.

"Kalau dulu itu sehari bisa 500 kilo terjual, sekarang kita ambil rata-rata hanya 150 kilo, bahkan pernah 100 kilo. Jadi menurun drastis," ungkapnya.

Ia menyebut untuk jenis beras yang dijual di warungnya saat ini terdiri dari beras premium dan beras medium.

Jenis beras premium dibanderol mulai Rp18 ribu-Rp20 ribu per kilogram. Sedangkan beras medium Rp14 ribu per kilogram.

"Nah untuk kondisi beras oplosan yang viral belakangan ini tak berpengaruh buat Anambas. Sampai saat ini juga kan belum ada ditemukan, lagi pula masyarakat di sini dominannya makan beras premium yang berderai. Juga kan belum ada ditemukan keluhan karena berasnya terindikasi rusak atau bau dan lainnya," pungkas Hizkia. (TRIBUNBATAM.id/Novenri Simanjuntak)

Berita Terkini